Mohon tunggu...
Rendy Artha Luvian
Rendy Artha Luvian Mohon Tunggu... Penulis - Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Menulis adalah membangun Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Hari Kapas Sedunia: Mewujudkan Pertanian Kapas yang Berkelanjutan

7 Oktober 2023   07:04 Diperbarui: 7 Oktober 2023   07:09 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: freepik.com

Kapas adalah salah satu serat alam yang paling banyak digunakan di seluruh dunia, digunakan dalam pembuatan pakaian, tekstil rumah tangga, dan berbagai produk konsumen lainnya. Namun, di balik keindahan dan kenyamanannya, ada tantangan yang harus dihadapi oleh sektor kapas, baik dalam hal konsumsi global, produksi di Indonesia, maupun dalam upaya menjadikannya lebih berkelanjutan.

Hari Kapas Sedunia yang jatuh pada tanggal 7 Oktober bermula dari upaya empat produsen kapas asal Afrika: Benin, Burkina Faso, Chad, dan Mali, yang memilih untuk bersama-sama menyuarakan pentingnya komoditas unggulan mereka - kapas.

Konsumsi Kapas di Indonesia

Data terbaru dari Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) menunjukkan tren yang menarik dalam konsumsi kapas global. Angka konsumsi kapas global mencapai 109,09 juta bal pada periode 2022/2023, mengalami penurunan sebanyak 6,8 juta bal dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tren ini menggambarkan perubahan dalam dinamika pasar kapas global, dan Indonesia, sebagai salah satu konsumen kapas terbesar di dunia, tidak terkecuali dari perubahan ini.

Indonesia, yang menempati peringkat kesepuluh dalam konsumsi kapas global, menghadapi tantangan yang signifikan dalam sektor kapasnya. USDA mencatat bahwa konsumsi kapas domestik di Indonesia pada periode 2022/2023 mencapai 1,6 juta bal, yang merupakan angka terendah dalam 30 tahun terakhir. Penurunan sebesar 1 juta bal dari tahun sebelumnya menjadi sorotan yang patut diperhatikan.

Faktor utama yang menyebabkan penurunan ini adalah ekspor benang yang mengalami penurunan dan permintaan domestik yang menurun untuk produk-produk berbasis kapas seperti pakaian jadi, sprei, dan handuk. Perubahan pola konsumsi global, terutama sebagai dampak dari pandemi COVID-19, telah memberikan tekanan tambahan pada sektor kapas di Indonesia.

Baca juga: Logika Pancasila

Tentu saja, tantangan ini juga menghadirkan peluang. Dalam menghadapi perubahan pasar, Indonesia dapat mengambil langkah-langkah strategis untuk meningkatkan daya saing dan produktivitas dalam sektor kapas. Pemerintah, industri, dan petani kapas dapat bekerja sama untuk mencari solusi yang inovatif dan berkelanjutan.

Pentingnya diversifikasi produk kapas juga tidak boleh diabaikan. Sementara ekspor benang mengalami penurunan, menciptakan produk bernilai tambah seperti tekstil berkeamanan tinggi, pakaian berbahan ramah lingkungan, atau produk-produk inovatif berbasis kapas dapat membuka pintu untuk pangsa pasar baru dan meningkatkan daya saing.

Produksi Kapas Indonesia

Industri kapas di Indonesia telah mengalami perubahan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Data dari Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkapkan bahwa produksi kapas nasional pada tahun 2020 turun drastis sebesar 54,6% dibandingkan tahun sebelumnya. Angka ini mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh sektor ini dalam negeri.

Nusa Tenggara Timur (NTT) berdiri sebagai provinsi penghasil kapas terbesar di Tanah Air, dengan produksi mencapai 70 ton pada tahun 2020. Meskipun demikian, jumlah ini masih jauh dari potensi sektor kapas Indonesia yang seharusnya. Provinsi-provinsi lain seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur juga berkontribusi dalam produksi kapas nasional.

Salah satu fakta yang patut diperhatikan adalah perbedaan yang signifikan antara volume ekspor dan impor kapas. Indonesia telah menjadi pemain aktif dalam perdagangan kapas internasional, mengimpor sejumlah besar kapas sementara ekspor masih terbatas. Upaya pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada impor serat kapas telah menghasilkan beberapa langkah strategis.

Program Intensifikasi Kapas Rakyat (IKR), kerjasama dalam penyediaan benih kapas berkualitas, dan program akselerasi pengembangan kapas adalah beberapa langkah konkret yang diambil oleh pemerintah untuk meningkatkan produksi kapas dalam negeri. Di samping itu, Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) perkebunan rakyat juga merupakan upaya penting untuk meningkatkan hasil panen dan kualitas kapas.

Peningkatan ekspor kapas pada tahun 2019, yang mencapai 41,8%, adalah tanda positif bahwa Indonesia memiliki potensi untuk bersaing di pasar global. Namun, masih ada pekerjaan besar yang harus dilakukan untuk memperkuat sektor kapas domestik. Ini melibatkan investasi dalam riset dan pengembangan, pelatihan petani, serta penciptaan rantai pasokan yang efisien.

Sektor kapas memiliki peran penting dalam industri tekstil dan garmen yang berkembang pesat di Indonesia. Dengan meningkatnya permintaan akan produk tekstil berkelanjutan dan bahan baku yang ramah lingkungan, ada peluang besar bagi Indonesia untuk mengejar ketinggalannya dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Pertanian Kapas yang Berkelanjutan

Industri tekstil adalah salah satu pilar utama dalam perekonomian global. Namun, di balik kilauan kain halus dan busana elegan, tersembunyi tantangan serius yang menghadapinya. Salah satu bahan yang sering digunakan dalam industri tekstil adalah kapas, sebuah serat alami yang telah menjadi andalan selama berabad-abad. Namun, ironisnya, produksi kapas konvensional telah menimbulkan dampak negatif yang signifikan pada lingkungan dan kesehatan manusia.

Seorang konsultan mode berkelanjutan, Alice Wilby, mengingatkan kita tentang seberapa borosnya kapas terhadap sumber daya alam. Produksi satu celana jeans dapat menghabiskan antara 10.000 hingga 20.000 galon air, sedangkan kaos saja bisa memakan 3.000 galon air. Pertanian kapas konvensional juga sering mengandalkan pestisida dan bahan kimia beracun yang mencemari tanah dan air, serta berdampak negatif pada petani dan komunitas lokal.

Dalam laporan dari Fashion For Good, produksi kapas konvensional mencakup seperenam dari semua pestisida yang digunakan secara global. Bahkan, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa di negara-negara berkembang, sekitar 20.000 orang meninggal akibat kanker dan mengalami keguguran sebagai dampak dari bahan kimia yang digunakan dalam pertanian kapas konvensional.

Pertanian kapas yang lebih berkelanjutan harus mempertimbangkan penggunaan air yang lebih efisien, pengurangan penggunaan pestisida dan bahan kimia beracun, serta kondisi kerja petani yang lebih baik.

Dalam menghadapi perubahan pasar global dan tantangan lingkungan, produsen, merek, dan konsumen kapas memiliki peran yang penting dalam mendorong perubahan menuju pertanian kapas yang lebih berkelanjutan. Dengan investasi dalam riset dan pengembangan, pelatihan petani, dan pemilihan material yang lebih baik, kita dapat membangun masa depan yang lebih hijau dan sehat untuk industri kapas di seluruh dunia. Sebuah masa depan di mana kapas tetap menjadi bagian integral dari kehidupan kita, tanpa merusak planet tempat kita tinggal.

sumber data: katadata dan berbagai sumber

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun