Tanggal 30 Juli setiap tahunnya, dunia memperingati Hari Anti Perdagangan Manusia Internasional. Hari ini diangkat untuk memberikan peringatan kepada banyak orang tentang kenyataan pahit bahwa praktik perdagangan manusia masih berlangsung di muka bumi.Â
Meskipun sudah berlalu begitu lama sejak Konvensi Pemberantasan Perdagangan Orang dan Eksploitasi Pelacuran Orang dibentuk oleh PBB pada tahun 1949, praktik ini masih menghantui dan merenggut masa depan manusia.Â
Tujuan dari peringatan ini adalah untuk membuka mata dunia terhadap bahaya dan dampak buruk perdagangan manusia serta mengajak kita semua untuk berjuang mengakhiri praktik ini yang menghancurkan kehidupan banyak orang.
Indonesia, sebagai salah satu negara yang telah diakui dalam laporan tahunan Departemen Luar Negeri Amerika tentang Perdagangan Manusia (Trafficking in Persons), menduduki posisi Tier 2.Â
Laporan ini menunjukkan adanya upaya yang signifikan dari pemerintah Indonesia dalam memberantas praktik perdagangan manusia, tetapi juga mencatat bahwa negara ini belum sepenuhnya memenuhi standar minimum yang ditetapkan. TIPs memiliki empat kategori, yakni Tier 1, Tier 2 , Tier 2 Watchlist, dan Tier 3 (status terburuk dalam hal penanganan praktik perdagangan orang).
Gabriel Goa, seorang tokoh penting dalam bidang Hak Asasi Manusia di Indonesia, menyatakan keprihatinannya tentang kondisi perdagangan manusia saat ini. Menurutnya, Indonesia telah menjadi wilayah pengirim dan juga menjadi destinasi bagi perdagangan manusia.Â
Modus operandinya semakin kompleks, dengan kerja paksa dan potensi eksploitasi seksual yang mencengkeram berbagai wilayah, termasuk Labuan Bajo di Nusa Tenggara Timur yang dulunya hanya menjadi wilayah pengirim.Â
Fenomena ini menunjukkan ironi yang menyedihkan bahwa Indonesia sekarang harus berhadapan dengan permasalahan di dalam negeri yang selama ini menjadi sorotan ketika membahas perdagangan manusia.
Dalam laporan tahunan Departemen Luar Negeri Amerika tentang Perdagangan Manusia, diperkirakan bahwa pada tahun 2020, antara 70 hingga 80 ribu anak dijual untuk industri seks di Indonesia, dengan mayoritas korban berada di pulau Bali yang selama ini dikenal sebagai destinasi pariwisata.Â
Sementara kerja paksa terjadi di perkebunan kelapa sawit di berbagai tempat di Indonesia. Fenomena ini semakin menguatkan pandangan bahwa perdagangan manusia adalah situasi modern slavery yang mengenaskan.