Peristiwa Kudatuli atau Sabtu Kelabu: Penyerbuan Kantor DPP PDI
Peristiwa 27 Juli 1996, dikenal dengan sebutan Peristiwa Kudatuli (Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli) atau Peristiwa Sabtu Kelabu, merupakan momen bersejarah dalam perjalanan politik Indonesia. Pada hari Sabtu itu, kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro 58 Jakarta Pusat diserbu secara paksa oleh massa pendukung Soerjadi, yang merupakan Ketua Umum versi Kongres PDI di Medan. Aparat kepolisian dan TNI turut membantu penyerbuan tersebut.
Pada waktu itu, kantor DPP PDI dikuasai oleh para pendukung Megawati Soekarnoputri, yang merupakan tokoh penting dalam partai tersebut. Penyerbuan kantor DPP PDI ini menyebabkan eskalasi kekerasan dan kerusuhan di beberapa wilayah di Jakarta, khususnya di kawasan Jalan Diponegoro, Salemba, dan Kramat. Akibat kerusuhan tersebut, beberapa kendaraan dan gedung mengalami kerusakan dan terbakar.
Rezim Orde Baru saat itu menuduh aktivis Partai Rakyat Demokratik (PRD) sebagai dalang di balik kerusuhan. PRD adalah sebuah gerakan aktivis yang kritis terhadap pemerintahan Orde Baru dan diduga menjadi sasaran tudingan sebagai penggerak kerusuhan tersebut. Sejumlah aktivis PRD pun diburu dan dijebloskan ke dalam penjara. Budiman Sudjatmiko, salah satu tokoh utama PRD, bahkan dijatuhi hukuman penjara terberat selama 13 tahun.
Peristiwa Kudatuli atau Sabtu Kelabu mencatatkan dua istilah yang digunakan untuk menyebut peristiwa tersebut. "Kudatuli" pertama kali dimuat di tabloid Swadesi dan kemudian menjadi populer di berbagai media massa. Sementara itu, "Sabtu Kelabu" merujuk pada hari peristiwa terjadi, yaitu hari Sabtu, dengan "kelabu" menggambarkan suasana gelap yang melanda panggung perpolitikan Indonesia pada saat itu.
Alasan Dibalik Penyerbuan
Pada masa Orde Baru, rezim penguasa sering menggunakan kekuatan militer untuk menekan lawan politik dan memastikan kestabilan kekuasaannya. Potensi PDI saat itu kemungkinan menjadi ancaman bagi rezim Orde Baru yang tak ingin kehilangan kendali atas politik dan pemerintahan.
Potensi ancaman PDI yang berubah menjadi PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) terhadap Orde Baru ini dibuktikan dengan kemenangan telak saat Pemillu 1999, Golkar yang kala itu masih mendapat julukan partai warisan Orba akhirnya berhasil dikalahkan. Ketika rezim Orde Baru runtuh dan terjadi era reformasi, peran PDIP menjadi semakin menonjol. Hasil ini membuktikan bahwa PDIP telah menjadi kekuatan politik yang kuat dan berpengaruh di Indonesia.
Meskipun berhasil meraih suara terbanyak, Megawati Soekarnoputri, sebagai ketua PDIP, mengambil keputusan berani dengan merelakan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) untuk memimpin negara sebagai Presiden yang menandai awal periode transisi demokrasi kala itu.
Perebutan Kekuasaan dan Rivalitas di Tubuh PDI