Mohon tunggu...
Rendy Artha Luvian
Rendy Artha Luvian Mohon Tunggu... Penulis - Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Menulis adalah membangun Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Naiknya Tingkat Infertilitas: Menelisik Lebih Jauh Dampak Makanan Rekayasa Genetika

19 Juli 2023   14:12 Diperbarui: 19 Juli 2023   14:19 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Makanan Produk Rekayasa Genetika, hati-hati dengan dampak jangka panjangnya. Ilustrasi: freepik.com

Penulis sebelumnya menulis tentang Surrogate Mother, nah, sesuai janji, berikut ini artikel tentang penyebab menurunnya tingkat kesuburan manusia di masa-masa ini, dari berbagai sumber.

Berita buruk bagi mereka yang berharap untuk memiliki anak, penelitian menunjukkan bahwa makanan yang Anda konsumsi dapat mempengaruhi kesuburan dan menghambat kemungkinan kehamilan. 

Penelitian yang dilakukan oleh puluhan kelompok peneliti di seluruh dunia menunjukkan bahwa Organisme yang Dimodifikasi secara Genetik (Genetically Modified Organisms/GMO) yang ditemukan dalam banyak makanan umum saat ini menjadi masalah nyata dalam hal kesuburan, yang menyebabkan peningkatan angka infertilitas secara global. 

Menurut beberapa penelitian, jumlah sperma pada populasi pria di dunia telah menurun sebanyak 40-50% sejak tahun 1970-an. Makanan GMO mungkin hanya salah satu alasan di balik penurunan ini, demikian peringatan dari para peneliti yang mengkaji fenomena tersebut.

Meskipun para ilmuwan terkemuka di dunia telah mempublikasikan peringatan, produsen makanan terus menggunakan makanan GMO dalam produk mereka untuk pakan ternak maupun manusia.

Masalah ini menjadi sangat serius sehingga Uni Eropa (EU) sebenarnya telah melarang penggunaan produk GMO di seluruh Eropa, sementara Amerika Serikat tetap memperbolehkannya.

Lalu, mengapa makanan yang dimodifikasi secara genetik menjadi ancaman bagi kesuburan hewan dan manusia? Menurut laporan yang diterbitkan oleh American Academy of Environmental Medicine (AAEM) pada musim semi tahun lalu, "Ada lebih dari sekadar hubungan kebetulan antara makanan GMO dan efek kesehatan yang merugikan." Temuan ini telah mendorong AAEM untuk mendorong semua dokter untuk "...mendidik pasien mereka, komunitas medis, dan masyarakat umum untuk menghindari semua makanan yang dimodifikasi secara genetik."

Berikut adalah beberapa risiko yang paling terkait dengan makanan GMO:

Menurunnya kesuburan pada pria: Penelitian menunjukkan bahwa testis beberapa hewan berubah warna dari merah muda menjadi biru yang mengkhawatirkan setelah diberi pakan yang mengandung GMO. Selain itu, jumlah sperma juga mengalami perubahan, mengakibatkan penurunan keseluruhan kehamilan. Bahkan jumlah kecil makanan GMO dapat mengubah DNA.

Penurunan kesuburan pada wanita: Wanita yang mengonsumsi makanan GMO juga mengalami penurunan kesuburan yang mengkhawatirkan. Studi pada hewan betina menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam ketidakmampuan untuk hamil, peningkatan kelahiran prematur, bayi dengan berat lahir rendah, dan kematian bayi setelah diberi pakan yang terdiri dari makanan GMO. Tikus yang diberi pakan GMO di Eropa melahirkan bayi yang seringkali meninggal dalam beberapa minggu setelah lahir (kadang-kadang mencapai 99%), dibandingkan dengan tingkat kematian 10% untuk tikus yang diberi pakan biasa.

Penurunan kesuburan pada hewan uji: Salah satu dari sedikit studi jangka panjang yang ada (sebab penelitian jangka panjang pada makanan GMO tidak banyak dilakukan) menunjukkan bahwa tikus yang diberi pakan jagung GMO selama 20 minggu mengalami penurunan kesuburan yang signifikan dibandingkan dengan tikus yang diberi pakan jagung non-GMO. Selain itu, keturunan tikus yang mendapatkan pakan GMO juga mengalami penurunan kesuburan.

Dalam rangkuman mengenai 65 Risiko Kesehatan Makanan GM yang disajikan dalam bukunya, Genetic Roulette, Jeffrey Smith membagikan pengalaman lebih dari 20 petani di Amerika Utara yang melaporkan bahwa babi mereka yang diberi pakan jagung GM "mengalami penurunan tingkat konsepsi, kehamilan palsu, atau melahirkan anak yang tidak normal." Baik babi jantan maupun betina menjadi mandul.

Mengingat konsekuensi yang mengerikan dari penggunaan jenis makanan ini, mengapa produsen terus menambahkannya dalam pakan ternak dan produk makanan manusia? 

Makanan Genetically Manufactured (GM) ini dirancang untuk mengandung pestisida internal yang membunuh serangga saat mereka memakannya. Makanan GMO mengandung Bacillus thuringiensis (Bt) untuk menghindari serangga-serangga tersebut dari menghancurkan tanaman. 

Ini meningkatkan keuntungan petani karena mereka kehilangan lebih sedikit tanaman. Sayangnya, Bt yang sama yang membunuh serangga diyakini menyebabkan masalah kesehatan dan kesuburan yang luas di seluruh dunia, sehingga banyak negara melarang penggunaannya sepenuhnya sampai dapat dibuktikan aman untuk dikonsumsi. 

Hal ini membuat beberapa produsen makanan terburu-buru mengubah bahan mereka di Eropa, sementara mereka tetap menggunakan produk berbahaya ini dalam produk makanan di Amerika Serikat.

Kondisi di Indonesia

Kasus kontroversial antara Monsanto dan petani kapas di Bulukumba, Sulawesi Selatan masih segar dalam ingatan kita. Petani menjadi korban ketika panen kapas mereka gagal dan sejumlah skandal penyuapan oleh perusahaan tersebut terungkap, termasuk melibatkan beberapa pejabat tinggi seperti Bungaran Saragih (mantan Menteri Pertanian) dan Nabiel Makarim (mantan Menteri Lingkungan Hidup) yang dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Diduga terdapat suap sebesar 750.000 dolar AS kepada lebih dari 140 pejabat penting di Indonesia. KPK menelusuri keterlibatan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, Departemen Pertanian, Bappenas, Pemerintah Daerah/DPRD Sulawesi Selatan, dan akademisi dari berbagai perguruan tinggi. Skandal ini mengingatkan kita pada kasus yang menyengsarakan rakyat.

Kasus yang tidak terlupakan juga adalah kasus Tukirin pada tahun 2005. Tukirin, seorang petani yang gigih, diadili oleh perusahaan benih jagung terkenal karena menjual benih jagung hasil panen kebunnya sendiri. Ia dilaporkan kepada polisi dengan tuduhan melakukan pembenihan ilegal. Kasus serupa yang tidak terungkap mungkin masih lebih banyak terjadi di negeri ini.

Kriminalisasi petani yang terlibat dalam pemuliaan tanaman seperti Tukirin masih berlanjut hingga saat ini. Undang-undang No. 12 Tahun 1992 tentang Budidaya Tanaman dan Undang-undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman hingga saat ini masih tidak mengakui keberadaan petani pemulia tanaman. Undang-undang tersebut memisahkan petani dan pemulia tanaman menjadi dua entitas yang berbeda. Undang-undang ini lebih berpihak pada perusahaan besar dengan regulasi perijinan dan proses sertifikasi benih yang rumit, lama, dan mahal.

Selain itu, pada tahun 2016, Indonesia tampaknya akan menjadi lokasi pengambilan gambar untuk film Terminator. Ironisnya, setelah 15 tahun skandal Bulukumba, pemerintah kembali memberikan izin kepada Monsanto, pencipta benih transgenik yang terkenal dengan sebutan "terminator". 

Pada awal Desember, Kementerian Pertanian mengumumkan rencananya untuk melepas benih jagung hasil rekayasa genetika dari perusahaan bioteknologi raksasa asal Amerika Serikat, Monsanto. Benih jagung transgenik RR NK603 akan dilepas, yang diklaim tahan terhadap herbisida glifosat, senyawa kimia yang digunakan untuk membasmi gulma. Monsanto, sebagai pemimpin teknologi benih transgenik di dunia, dianggap ahli dalam mengatasi masalah dalam bidang tanaman.

Apa itu Benih Terminator?

Monsanto, diketahui mengembangkan benih "Terminator". Hal serupa yang juga dilakukan oleh Novartis Swiss dengan produk Traitor dan Zeneca dengan Verminator, yang pada dasarnya memiliki konsep yang sama. Benih-benih tanaman ini dirancang untuk menghasilkan keturunan yang tidak akan tumbuh, kecuali jika diberi pemicu bahan kimia tertentu yang diproduksi oleh perusahaan-perusahaan tersebut. 

Benih ini telah dimodifikasi dengan gen "suicide seed" yang membuat petani tidak dapat lagi menggunakan hasil panen sebagai benih kembali, karena keturunan pertamanya tidak akan tumbuh. 

Dampaknya, petani harus membeli benih baru dari perusahaan atau agen setiap kali mereka ingin menanam, yang pada akhirnya meningkatkan ketergantungan mereka terhadap benih-benih tersebut.

Dalam konteks ini, pertanyaan yang muncul adalah apa dampaknya jika kita mengonsumsi makanan yang berasal dari tanaman yang tidak dapat melanjutkan keturunannya. 

Penulis berani mengatakan bahwa hal ini bisa menjadi salah satu faktor penyebab kemandulan dan penurunan kualitas keturunan di Indonesia. Kondisi seperti alergi, asma, dan penurunan daya tahan tubuh pada anak-anak saat ini juga dapat menjadi perhatian.

Nah, sekarang coba cari produk rekayasa genetika yang ada di indonesia, pasti kalian akan terkejut. Selain beras, Monsanto juga mengembangkan jagung rekayasa genetika, yang menjadi pakan ternak dan akhirnya masuk ke dalam tubuh manusia juga. Duh, duh, sisa dari artikel ini hanya PR untuk mencari daftar-daftar makanan yang telah direkayasa genetika secara berlebihan, penulis serahkan sisanya kepada pembaca sekalian ya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun