Penurunan kesuburan pada hewan uji: Salah satu dari sedikit studi jangka panjang yang ada (sebab penelitian jangka panjang pada makanan GMO tidak banyak dilakukan) menunjukkan bahwa tikus yang diberi pakan jagung GMO selama 20 minggu mengalami penurunan kesuburan yang signifikan dibandingkan dengan tikus yang diberi pakan jagung non-GMO. Selain itu, keturunan tikus yang mendapatkan pakan GMO juga mengalami penurunan kesuburan.
Dalam rangkuman mengenai 65 Risiko Kesehatan Makanan GM yang disajikan dalam bukunya, Genetic Roulette, Jeffrey Smith membagikan pengalaman lebih dari 20 petani di Amerika Utara yang melaporkan bahwa babi mereka yang diberi pakan jagung GM "mengalami penurunan tingkat konsepsi, kehamilan palsu, atau melahirkan anak yang tidak normal." Baik babi jantan maupun betina menjadi mandul.
Mengingat konsekuensi yang mengerikan dari penggunaan jenis makanan ini, mengapa produsen terus menambahkannya dalam pakan ternak dan produk makanan manusia?Â
Makanan Genetically Manufactured (GM) ini dirancang untuk mengandung pestisida internal yang membunuh serangga saat mereka memakannya. Makanan GMO mengandung Bacillus thuringiensis (Bt) untuk menghindari serangga-serangga tersebut dari menghancurkan tanaman.Â
Ini meningkatkan keuntungan petani karena mereka kehilangan lebih sedikit tanaman. Sayangnya, Bt yang sama yang membunuh serangga diyakini menyebabkan masalah kesehatan dan kesuburan yang luas di seluruh dunia, sehingga banyak negara melarang penggunaannya sepenuhnya sampai dapat dibuktikan aman untuk dikonsumsi.Â
Hal ini membuat beberapa produsen makanan terburu-buru mengubah bahan mereka di Eropa, sementara mereka tetap menggunakan produk berbahaya ini dalam produk makanan di Amerika Serikat.
Kondisi di Indonesia
Kasus kontroversial antara Monsanto dan petani kapas di Bulukumba, Sulawesi Selatan masih segar dalam ingatan kita. Petani menjadi korban ketika panen kapas mereka gagal dan sejumlah skandal penyuapan oleh perusahaan tersebut terungkap, termasuk melibatkan beberapa pejabat tinggi seperti Bungaran Saragih (mantan Menteri Pertanian) dan Nabiel Makarim (mantan Menteri Lingkungan Hidup) yang dipanggil oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).Â
Diduga terdapat suap sebesar 750.000 dolar AS kepada lebih dari 140 pejabat penting di Indonesia. KPK menelusuri keterlibatan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, Departemen Pertanian, Bappenas, Pemerintah Daerah/DPRD Sulawesi Selatan, dan akademisi dari berbagai perguruan tinggi. Skandal ini mengingatkan kita pada kasus yang menyengsarakan rakyat.
Kasus yang tidak terlupakan juga adalah kasus Tukirin pada tahun 2005. Tukirin, seorang petani yang gigih, diadili oleh perusahaan benih jagung terkenal karena menjual benih jagung hasil panen kebunnya sendiri. Ia dilaporkan kepada polisi dengan tuduhan melakukan pembenihan ilegal. Kasus serupa yang tidak terungkap mungkin masih lebih banyak terjadi di negeri ini.
Kriminalisasi petani yang terlibat dalam pemuliaan tanaman seperti Tukirin masih berlanjut hingga saat ini. Undang-undang No. 12 Tahun 1992 tentang Budidaya Tanaman dan Undang-undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman hingga saat ini masih tidak mengakui keberadaan petani pemulia tanaman. Undang-undang tersebut memisahkan petani dan pemulia tanaman menjadi dua entitas yang berbeda. Undang-undang ini lebih berpihak pada perusahaan besar dengan regulasi perijinan dan proses sertifikasi benih yang rumit, lama, dan mahal.