Namun, perlu dicatat bahwa praktik poligami yang dilakukan dengan benar dan sesuai dengan ketentuan agama merupakan hal yang jarang terjadi. Dalam banyak kasus, poligami dapat berpotensi menghadirkan masalah dan konflik dalam hubungan keluarga, terutama jika tidak ada keseimbangan, keadilan, dan komunikasi yang baik antara semua pihak yang terlibat. Poligami juga dapat berdampak negatif pada kesejahteraan psikologis dan emosional para istri dan anak-anak, terutama jika adanya ketidakadilan dan ketidaksetaraan dalam perlakuan dan perhatian.
Penting untuk mencatat bahwa isu poligami ini sangat kompleks dan dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Meskipun ada argumen yang mengemukakan manfaat dari praktik ini, tetap penting untuk menjamin bahwa hak-hak dan martabat semua individu dalam keluarga, termasuk para janda dan anak-anak mereka, tetap dihormati dan dilindungi. Keputusan tentang poligami harus didasarkan pada kesepakatan suami dan istri yang saling menghormati, serta mempertimbangkan kesejahteraan semua pihak yang terlibat.
Nah, bagaimana menurut sobat kompasiana? Apakah perlu badan khusus yang dibentuk untuk mengurusi para janda dan anak-anaknya yang tergolong yatim? Atau biarkan saja mereka menjadi onggokan di sudut sementara topik-topik tentang janda selalu dihubungkan dengan tema seksualitas di media sosial?  Janda sebagaimana layaknya perempuan yang lain, tidak sepantasnya diperlakukan sebagai objek seks belaka, mereka juga memilik jiwa, akal, dan hati nurani, serta tentunya anak-anak  yang menjadi harapan bagi masa depan bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H