Dalam setiap lapisan masyarakat, terdapat perempuan yang menghadapi tantangan yang seringkali terlupakan dan tak terlihat. Mereka adalah para janda, yang kesedihan mereka diperburuk oleh pertempuran panjang untuk memperoleh hak-hak dasar dan kehormatan mereka.Â
Di hari yang disebut sebagai Hari Janda Internasional, yang diperingati setiap tanggal 23 Juni, mari kita menyingkap isu-isu yang mempengaruhi para janda di negeri ini dan langkah-langkah yang harus diambil untuk melindungi serta memajukan hak-hak mereka.
Para janda dihadapkan pada tantangan yang kompleks dan sering kali tak terlihat. Kehilangan seorang suami bukan hanya menghadirkan duka mendalam, tetapi juga membawa konsekuensi jangka panjang terhadap hak-hak dan martabat perempuan tersebut. Dalam perjalanan hidup mereka, para janda seringkali merasakan betapa mereka diabaikan dan tidak terlihat oleh masyarakat.
Salah satu masalah yang dihadapi para janda di beberapa negara tertentu adalah keterbatasan akses mereka terhadap warisan suami. Di tengah keberadaan undang-undang yang seharusnya melindungi hak-hak waris, masih banyak praktik-praktik budaya dan tradisi yang mengabaikan hak-hak ini. Para janda sering kali dihadapkan pada tekanan sosial dan keluarga yang membatasi hak mereka untuk mewarisi properti dan harta suami mereka. Hal ini menyebabkan mereka terperangkap dalam siklus kemiskinan dan ketidakadilan, tanpa adanya akses yang setara terhadap sumber daya dan kehidupan yang layak.
Stigma dan diskriminasi terhadap para janda juga merupakan masalah serius. Dalam masyarakat yang masih terjebak dalam norma-norma patriarki, para janda seringkali dianggap sebagai beban atau pembawa sial. Mereka menghadapi perlakuan kasar, pengucilan sosial, dan sering kali diabaikan dalam berbagai aspek kehidupan mereka. Seolah-olah mereka menjadi tak terlihat di tengah keramaian, dan suara mereka terdengar begitu redup.
Padahal saat ini, konflik bersenjata, pengungsi, migrasi, dan pandemi COVID-19 telah membuat puluhan ribu wanita menjadi janda baru dan banyak lainnya kehilangan pasangan mereka.
Diskusi tentang masalah para janda, penting untuk mempertimbangkan semua sudut pandang yang relevan. Salah satu sudut pandang yang seringkali diperdebatkan adalah poligami, yaitu praktik menikah dengan lebih dari satu pasangan. Penting untuk dicatat bahwa pandangan terhadap poligami berbeda-beda di berbagai budaya dan agama di seluruh dunia.
Dalam beberapa kasus, praktik poligami yang dilakukan dengan benar dan sesuai dengan ketentuan agama tertentu dapat memberikan manfaat bagi para janda dan anak-anak mereka. Ada beberapa argumen yang mengemukakan bahwa praktik ini dapat memberikan dukungan finansial, emosional, dan sosial bagi keluarga yang terlibat. Dalam kondisi tertentu, apabila suatu keluarga memiliki sumber daya yang cukup, poligami dapat membantu menjamin keberlanjutan kehidupan para janda dan anak-anak mereka.
Dalam konteks finansial, poligami dengan persyaratan bahwa suami harus memiliki kekayaan yang memadai dan mampu memberikan dukungan kepada semua istri dan anak-anak mereka dapat memberikan keamanan ekonomi bagi para janda. Dalam banyak kasus, para janda menghadapi tantangan dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka dan anak-anak mereka setelah kehilangan suami mereka. Dalam situasi seperti itu, adanya suami tambahan yang mampu memberikan dukungan finansial dapat membantu meringankan beban kehidupan para janda dan meningkatkan kualitas hidup mereka.
Selain itu, dalam praktik poligami yang dilakukan dengan benar, adanya persyaratan bahwa suami harus memiliki kebijaksanaan dan tanggung jawab yang tinggi dapat memastikan bahwa semua istri dan anak-anaknya diperlakukan dengan adil dan setara. Hal ini dapat menciptakan lingkungan keluarga yang stabil dan harmonis, yang pada gilirannya dapat memberikan keamanan emosional dan dukungan sosial bagi para janda dan anak-anak mereka. Dalam poligami yang benar, istri-istri dapat saling mendukung dan bekerja sama dalam menghadapi tantangan kehidupan sehari-hari, sehingga menciptakan jaringan sosial yang kuat dalam keluarga tersebut.
Namun, perlu dicatat bahwa praktik poligami yang dilakukan dengan benar dan sesuai dengan ketentuan agama merupakan hal yang jarang terjadi. Dalam banyak kasus, poligami dapat berpotensi menghadirkan masalah dan konflik dalam hubungan keluarga, terutama jika tidak ada keseimbangan, keadilan, dan komunikasi yang baik antara semua pihak yang terlibat. Poligami juga dapat berdampak negatif pada kesejahteraan psikologis dan emosional para istri dan anak-anak, terutama jika adanya ketidakadilan dan ketidaksetaraan dalam perlakuan dan perhatian.
Penting untuk mencatat bahwa isu poligami ini sangat kompleks dan dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Meskipun ada argumen yang mengemukakan manfaat dari praktik ini, tetap penting untuk menjamin bahwa hak-hak dan martabat semua individu dalam keluarga, termasuk para janda dan anak-anak mereka, tetap dihormati dan dilindungi. Keputusan tentang poligami harus didasarkan pada kesepakatan suami dan istri yang saling menghormati, serta mempertimbangkan kesejahteraan semua pihak yang terlibat.
Nah, bagaimana menurut sobat kompasiana? Apakah perlu badan khusus yang dibentuk untuk mengurusi para janda dan anak-anaknya yang tergolong yatim? Atau biarkan saja mereka menjadi onggokan di sudut sementara topik-topik tentang janda selalu dihubungkan dengan tema seksualitas di media sosial?  Janda sebagaimana layaknya perempuan yang lain, tidak sepantasnya diperlakukan sebagai objek seks belaka, mereka juga memilik jiwa, akal, dan hati nurani, serta tentunya anak-anak  yang menjadi harapan bagi masa depan bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H