Malam itu seperti biasa Lusi tertidur di kamar atas rumahnya. Perasaannya tidak begitu menentu hampir selama sepekan ini. Mimpi-mimpinya selalu bercerita mengenai seseorang yang mencari-cari keberadaan dirinya, yang hampir selalu membuatnya terbangun di tengah malam.Â
Anehnya ibunya juga ikut terbangun beberapa kali, namun diam seribu bahasa ketika ia bertanya mengapa sang ibunda ikut terbangun seperti dirinya.Â
Dan, layaknya hari-hari kemarin, tengah malam ini ia pun terbangun dengan keringat bercucuran dari dahi hingga pelipis bagian bawah. Nafasnya terengah-engah, ia baru saja berlari dari kejaran mahkluk entah apapun itu namanya, yang tak berani dilihatnya, meskipun hanya dalam mimpi.
Duk Duk Duk
Ada suara dari bawah tangga. Rasa panik sesaat menguasai Lusi, ia teringat bayangan mimpinya barusan, mungkinkah...
Dengan cepat dan segera ia menggeleng-gelengkan kepalanya dan berusaha berpikir jernih. Siapa tahu di bawah ibunya juga terbangun entah karena apa karena sang ibu tak pernah mau bercerita. Dengan perlahan Lusi mengatur nafas, menariknya dalam-dalam dan mengeluarkan pelan-pelan, sampai iramanya stabil dan ketenangan mendekatinya, meskipun masih tersisa rasa was-was di dalam sana.
'Nak...' Duk Duk Duk
Lusi mengernyit, ada sayup-sayup suara lain yang di dengarnya dari bawah, selain suara tadi yang barusan.
Mungkinkah itu suara ibunya?
Lusi bergegas turun dari ranjang dengan menyampirkan selimutnya ke samping, memberikan ruang bagi kakinya agar bebas bergerak.Â
Dengan cekatan Lusi membuka pintu dan menuruni tangga, sesekali langakah kakinya melambat sembari menajamkan telinga mendengar asal suara yang kini menghilang tiba-tiba.
Pandangannya hati-hati ke arah dapur, melihat dan mencari ibunya, siapa tahu sudah berdiri di situ, mengambil minum atau sekedar duduk di kursi dekat meja makan. Namun ia tak menemukan apa-apa. Lusi kemudian melanjutkan langkahnya ke arah ruang tidur bawah tempat ibunya tidur.
Pintu dibukanya perlahan, supaya tak membangunkan ibunya jikalau memang masih tidur. Benar saja, setelah pintu dibuka ia melihat siluet punggung perempuan tua dengan rambut putih tidur menghadap ke samping sebelah jendela di seberang.
Sepertinya ibu masih tertidur nyenyak...
Lusi pun memutuskan untuk menutup pintunya kembali dan perlahan menaiki tangga, matanya sempat mengerling sebentar bayangan yang bergerak dari arah dapur. Namun tak ada apa-apa karena mungkin hanya pantulan cahaya lampu yang temaram.
Dengan bunyi derit yang tertahan, ia melangkahkan kaki menaiki tangga satu persatu, kembali ke kamar tidurnya. Pintu kamarnya masih terbuka, tak ada bekas-bekas jejak tikus maupun kucing yang kemungkinan masuk atau keluar.Â
 Baru saja Lusi hendak masuk ke dalam kamarnya, suara-suara itu muncul kembali.
'Nak, nak, kemarilah'
Lusi menajamkan telinganya kembali.
Mungkinkah itu Ibu?
Ia kembali berlari menuruni tangga dan segera menuju kamar ibunya, ada seberkas bayangan kembali dari arah dapur tapi ia seperti halnya tadi, mengabaikannya.
Pintu dibukanya, Â Â Â Â
"Ibu!?"
Punggung sang ibunda masih tak berubah posisinya, sama sperti tadi, tidur ke arah samping membelakangi pintu kamar tidur. Ia pun lagi-lagi menghela nafas, menutup pintu kamar, lalu berbalik ke arah dapur. Ada sesuatu yang aneh di sana, semacam bayang-bayang yang bergerak-gerak, mungkin ada semut, tikus, kucing atau apa.
Lusi pun berjalan mendekat ke arah dapur dekat tangga supaya bisa melihat lebih jelas lagi dan ternyata ada suara lirih yang kembali terdengar.
'Nak... nak... kemarilah...'
Agak bergidik, instingnya menggerakkan kaki untuk mengambil beberapa langkah menaiki tangga sambil menjaga pandangan tetap ke arah dapur. Kemudian tiba-tiba terdengar suara keras seperti jejak kaki saat ia terbangun tadi.
Duk Duk Duk!
Ada gerakan di depan, sosok dengan bayangan hitam yang membesar dengan suara langkah yang jelas.
Tarikan nafasnya segera memburu, rasa takut kembali menghantuinya, dan ia tahu kali ini bukan lagi mimpi, guratan penyangga tangan di tangga terasa begitu nyata. Kakinya segera menyuruhnya untuk berlari menaiki anak tangga, kali ini dua-dua sekaligus dan dalam hitungan beberapa detik saja ia sudah membuka pintu kamar dan menutupnya.
Duk Duk Duk!Â
Suara itu terdengar mendekat, dan kepanikan secara cepat mendatanginya. Ia bingung harus ke mana, dilihatnya sekilas jendela yang tertutup.
Duk! Duk! Duk!
'Nak... nak... kemarilah...'
Kali ini ia yakin langkah-langkah itu sudah mulai menaiki tangga, pikirannya kalut, seluruh otaknya segera ingin mencari jalan keluar, matanya dengan sigap melihat satu tempat persembunyian, di bawah kolong tempat tidurnya sendiri.
Dengan satu gerakan cepat ia memasukkan tubuhnya ke bawah kolong yang cukup lebar itu, namun seluruh gerakan dan pandangannya segera terhenti. Matanya menatap ke sesosok makhluk yang berbaring ke samping menghadapnya.
Itu siluet Ibunya!
"Sssst, jangan berisik, di luar itu bukan ibu," ucap siluet itu dengan telunjuk separuh berbentuk bayangan menyentuh bibir tuanya.
Lisa hanya bisa menelan ludah, tangannya bergetar hebat, seluruh bulu kuduknya berdiri, ia tak bisa berkata apa-apa, sementara itu suara-suara langkah dari luar semakin keras terdengar mendekati pintu kamar.
"Sini Nak, sini... kemarilah..." ucap suara dari siluet di kolong tempat tidurnya itu, membuat mata Lusi membelalak ketakutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H