Mohon tunggu...
Rendy Artha Luvian
Rendy Artha Luvian Mohon Tunggu... Penulis - Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, anggota FLP (Forum Lingkar Pena)

Menulis adalah membangun Peradaban

Selanjutnya

Tutup

Horor Artikel Utama

Rumah Kosong

14 Mei 2023   14:30 Diperbarui: 29 Mei 2023   22:44 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi rumah ksoong | Sumber gambar dari freepik.com

Aku sudah lama memimpikan mempunyai rumah sendiri semenjak mulai bekerja. Tak perlu mewah, yang penting bisa menjadi tempat beristirahat yang nyaman seusai bekerja keras seharian.

"Mumpung masih single Rin," kataku kepada teman sekantor, Rini namanya, siang tadi ketika makan siang bersama di kantin kantor.

Kami berdua melihat-lihat brosur perumahan baru yang sedang dipromosikan tetapi tak ada satupun yang harganya pas sesuai dengan isi tabunganku.

Baca juga: Rumah Kebahagiaan

"Inget rumah kosong yang itu gak Da?" tanya Rini kepadaku.

 "Yang mana? Yang gosipnya berhantu itu ya?" tanyaku kembali kepadanya.

"Yap, kalau gak salah ada salah satu agen perumahan yang mengiklankannya kemarin lalu, sebentar, harganya murah lho!"

Rini membuka tas kecilnya untuk mengambil HP,  selama beberapa saat men-scroll dan mengetuk beberapa kali hingga sampai di halaman yang dimaksudnya.

Baca juga: Wisata Ugahari

"Ini, harganya cuma 150 juta! Padahal luasnya 70 meter persegi lho!"

Baca juga: Maafkan Aku Ibu

 "Hah!? Yang benar!?"

Begitulah, aku yang tak pikir panjang segera menghubungi nomor HP yang tertera di brosurnya. Tak lama berselang dijawab oleh agen real esatate itu, bahkan ia juga membalas kalau 'rumahnya bisa dikredit selama 5 tahun'.

Anehnya ada tambahan balasan yang menyuruh kami mencoba dulu rumahnya, datang dulu saja, coba lihat rumahnya, saya sarankan menginap satu-dua malam, siapa tahu tidak cocok, ps: kunci ada di bawah pot bunga sebelah pintu masuk.

Aku dan Rini saling bertatapan selama beberapa saat siang tadi, tak percaya dengan balasan yang cepat dan keramahan sang agen real estate untuk mempersilahkan kami mencoba terlebih dahulu rumahnya.

"Mungkin tak sebagus yang kita kira," ucap Rini.

"Yah, kalau lihat lewat jendelanya yang tak bergorden sih, dalamnya masih bagus," ucapku.

"Hah!? Emang kelihatan ya, itu kan cuma lantai Ida, siapa tahu dindingnya sudah retak-retak!?" sergah Rini kepadaku.

"Hmm, mungkin memang itu maksud si agen, supaya kita benar-benar melihat dengan seksama rumahnya sebelum memutuskan untuk membeli..."

Aku hanya mengangguk-angguk, "Baik juga ya dia... jangan-jangan..."

Ada pikiran buruk melesat di otakku selama beberapa saat, namun Rini yang kembali mengingatkan harga rumah yang sangat murah itu membuyarkan segala kemungkinan tak baik yang bisa saja menjadi alasan mengapa rumah itu tak laku-laku.

"Atau memang karena gosipnya seperti itu, katanya aja sih itu, kan kita juga enggak tahu," begitulah kesimpulan yang kami dapatkan.

Aku dan Rini pun sepakat untuk mencoba langsung mendatangi rumah itu malam ini, sekalian membawa kasur portabel yang biasa kami bawa kemping, biasanya kalau pergi healing ke daerah pegunungan yang dingin.

~

Malam ini aku datang terlambat, jam setengah sembilan baru sampai di lokasi. Tukang ojek yang mengantarku ke depan gerbang rumah kosong itu, yang kini di depanku, terbengong sebentar melihat ke arah rumah, sebelum pergi meninggalkanku bergitu saja. Aku baru ingat kalau ternyata sudah membayarnya lewat aplikasi, padahal baru saja mau merogoh dompet.

Pagar pekarangan yang tak lebar cukup kudorong saja dengan mudah hingga terbuka, kukira Rini sudah di dalam karena sebagian lampunya sudah menyala. Mataku terasa mengantuk sekali, baru setengah jam yang lalu terakhir kali aku mengirim pesan ke Rini kalau baru akan berangkat ke sini sementara Rini bilang ia sudah berangkat sejak satu jam sebelumnya.

Kudorong pintu membuka, ternyata memang iya, sudah ada seseorang di dalam karena tak mungkin kuncinya bisa membuka sendiri. Lampu yang menyala tak begitu terang dan hanya menyala temaram namun aku bisa merasakan kalau lantainya cukup bersih, dinding-dinding pun hanya terlihat sedikit retak di sudut. 

Mataku yang mengantuk segera mencari kamar tidur, kulihat lampu kamar mandi menyala, ada suara air di dalamnya. "Ah, pastilah itu Rini" begitu pikirku.

Tak butuh waktu lama bagiku setelah membuka pintu kamar tidur yang ternyata tak dikunci, untuk segera mengeluarkan kasur portabelku, dengan niatan hanya sekedar berbaring saja. Ada remote AC tergeletak di sana, aku pun iseng mengarahkannya ke atas dan ternyata mesin pendingin itu masih bekerja dengan baik. Setelah itu kubaringkan badan dan kepala sambil menunggu Rini yang mungkin sedang mengeluarkan hajatnya di kamar mandi. 

Sambil mengeluarkan HP yang sedari tadi masih berada di dalam tas, aku mencoba membuka kunci tombolnya, namun sesuatu yang aneh terjadi.

HP ku bergerak dan mengetik sendiri, sebuah tulisan terlihat di layarnya.

see

Aku bingung, padahal aku tak mengetik apapun. Setelah kuperhatikan beberapa kali seperti ada yang melintas di cermin depanku, cermin itu agak berdebu dengan sarang laba-laba panjang yang berada di sebelah depannya. Lalu kudengar suara 'ngiing-ngiing' yang kemungkinan berasal dari nyamuk yang berada di sekitar. 

Aku pun hanya mengabaikan saja dan kembali ke layar HP, kali ini terjadi keanehan lagi, ia kembali bergerak-gerak sendiri dan mengganti nama hotspot wifiku. 

lihat

Aku kembali bingung, ada apa dengan HP ku? Mengapa ia mengetik sendiri, pastilah ada kesalahan. Duh, mana ngantuk sekali mata ini, aku pun meletakkan HP di samping kepalaku sambil merebahkan kepala ke samping dan menutup mata dengan niat beristirahat sejenak. Tak diduga ternyata aku ketiduran.

Tes.. tes.. tes...

Suara air yang kudengar saat terbangun di tengah malam, aku segera megecek HP yang ternyata memang menunjukkan tepat pukul dua belas malam. 

Aku melihat sekeliling menuju ke suara air jatuh itu yang ternyata berasal dari AC. Hawa yang semula sejuk menjadi agak panas sebab selain air yang menetes, AC-nya juga ikut mati. Entahlah, aku mengerjap sebentar ke sebelah, kulihat sesosok perempuan dengan rambut panjang memunggungiku.

"Ah, ternyata Rini sudah sudah tertidur pulas," aku yang masih mengantuk hanya berpikir untuk meneruskan tidur kembali.

Teng, teng, teng

Ada suara-suara seperti besi yang beradu, aku beberapa kali terbangun, sempat kulihat perempuan di sebelahku terduduk dan membelakangiku, rambut panjangnya terurai hampir sampai ke pinggang. Aku hanya berkata pelan, "mungkin kucing Rin, sudah tidur saja..."

Meskipun terbangun-bangun, akhirnya malam terlewati juga, anehnya aku seperti hanya tidur sendiri di sisa malam. Beberapa kali ada bayangan di cermin, tetapi aku malas mengecek dan melihat ke arah situ dan lebih memilih untuk segera menutup kedua mata kembali karena rasa kantuk seperti masih menempel di pelupuk mataku.

Seberkas sinar mentari pagi terlihat dari balik jendela yang tertutup gorden, aku melihat ke arah samping, tak ada Rini di sana. Tak ada juga bekas kasur tidur portabel yang tergeletak, mungkinkah Rini sudah membereskannya dan bergegas ke luar kamar? 

Lalu terdengar kembali suara air dari dalam kamar mandi. Aku masih merasa ngantuk dan agak pusing karena terbangun-bangun dan tak nyenyak tidur semalam. 

Namun demikian ada hal baru yang kurasakan, perutku keroncongan, aku lupa tak makan malam karena sibuk mengemas keperluan menginap semalam. 

Akhirnya kuambil HP di sampingku, bergerak ke arah pintu kamar dan membukanya. Sekilas seperti ada bayangan yang lewat di cermin, namun lagi-lagi aku mengabaikannya, meskipun ada tampakan sebentar seperti rambut yang panjang.

"Ah, sepertinya aku butuh udara segar," ucapku lirih. 

Di depan kamar mandi aku berkata pelan kepada Rini, "Rin, aku cari sarapan dulu ya, nanti kubelikan dua kok," lalu berjalan menyusuri ruang tengah menuju ke ruang tamu untuk membuka pintu. 

Kuputar kunci pintu, ada suara-suara dari kamar mandi di belakang, aku berpikir itu hanya Rini yang entah sedang mandi atau apa. Kuncinya agak macet, baru setelah beberapa kali mencoba akhirnya ia dapat memutar terbuka. Tiba-tiba suara di belakang menghilang, meskipun suara air tetap ada. 

Aku berbalik ke arah belakang dan menatap pintu kamar mandi di ujung, di bagian bawahnya seperti ada sedikit rambut yang keluar. Entah mengapa aku sedikit merinding, sepertinya ada pemandangan ganjil yang ditangkap oleh alam bawah sadarku, tetapi pikiranku kembali mengingatkanku kalau mungkin saja aku salah lihat.

"Mungkin aku lelah dan butuh asupan energi dulu, ah, sudahlah..." lagi-lagi aku mengabaikan pemandangan yang barusan kulihat. Entah itu kelereng atau apa yang berada di bagian bawah pintu kamar mandi.

Aku pun berjalan santai keluar rumah setelah menutup pintunya. Kubuka kunci HP, ada beberapa pesan masuk.

Maaf Da, aku ga bisa...

Aku mengernyit, itu pesan dari Rini, ada degup kencang yang terasa di dada ketika aku melihat bagian depan pesan itu sebelum mengetuknya pelan untuk membuka keseluruhannya.

Maaf Da aku ga bisa nemenin malam ini, maaf ya, soalnya di jalan barusan ada tabrakan, eh ternyata itu tetanggaku. Oh iya, HP tidak sempat kucek saking sibuknya membantu mengurus persoalan di RS.

Seluruh bulu kudukku berdiri, kilasan-kilasan bayangan perempuan berambut panjang di sebelahku, yang kini berada di kamar mandi, berkelabatan tak menentu di pikiran, membuat perasaan takut dan aneh yang janggal.

"Berarti tadi..."

Perasaan takut dan merinding segera menguasaiku dari arah belakang, aku masih ingat bentuk makhluk itu di depan pintu kamar mandi yang sedikit berbolong di bagian bawahnya.

Nafasku cepat dan panjang sambil menangkupkan HP ke arah dada lalu bergegas berjalan sekencang-kencangnya keluar pagar, tak bisa berlari karena kedua kakiku pun gemetar.

Makhluk itu berdiri terbalik dengan kepala di bawah, itu bukan kelereng tapi mata!

Sinar mentari yang masih redup menambah horror suasana, leherku pun tak kuasa menahan keinginan untuk berbalik ke arah belakang, ke siluet berambut panjang yang seolah mengudara, kedua kakinya tak menginjak tanah dan kedua matanya, yang tadi kukira kelereng, menatap tajam ke arahku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun