Anehnya ada tambahan balasan yang menyuruh kami mencoba dulu rumahnya, datang dulu saja, coba lihat rumahnya, saya sarankan menginap satu-dua malam, siapa tahu tidak cocok, ps: kunci ada di bawah pot bunga sebelah pintu masuk.
Aku dan Rini saling bertatapan selama beberapa saat siang tadi, tak percaya dengan balasan yang cepat dan keramahan sang agen real estate untuk mempersilahkan kami mencoba terlebih dahulu rumahnya.
"Mungkin tak sebagus yang kita kira," ucap Rini.
"Yah, kalau lihat lewat jendelanya yang tak bergorden sih, dalamnya masih bagus," ucapku.
"Hah!? Emang kelihatan ya, itu kan cuma lantai Ida, siapa tahu dindingnya sudah retak-retak!?" sergah Rini kepadaku.
"Hmm, mungkin memang itu maksud si agen, supaya kita benar-benar melihat dengan seksama rumahnya sebelum memutuskan untuk membeli..."
Aku hanya mengangguk-angguk, "Baik juga ya dia... jangan-jangan..."
Ada pikiran buruk melesat di otakku selama beberapa saat, namun Rini yang kembali mengingatkan harga rumah yang sangat murah itu membuyarkan segala kemungkinan tak baik yang bisa saja menjadi alasan mengapa rumah itu tak laku-laku.
"Atau memang karena gosipnya seperti itu, katanya aja sih itu, kan kita juga enggak tahu," begitulah kesimpulan yang kami dapatkan.
Aku dan Rini pun sepakat untuk mencoba langsung mendatangi rumah itu malam ini, sekalian membawa kasur portabel yang biasa kami bawa kemping, biasanya kalau pergi healing ke daerah pegunungan yang dingin.
~