Kaum Buruh sudah lama dikorelasikan sebagai penggerak utama perekonomian suatu negara bagi yang berada pada kategori berkembang terutama sejak era industrialisasi.Â
Buruh di Indonesia memiliki sejarahnya sendiri yang awalnya terinjak-injak pada orde lama dan baru. Dahulu kelas buruh merupakan kelas yang dianggap berada di bawah pegawai negeri sipil, kini kaum buruh dapat disetarakan bahkan bisa jadi dianggap lebih daripada mereka yang berstatus sebagai aparatur sipil negara dengan semakin meratanya pendapatan.Â
Upah minimum regional dan bonus yang kadang lebih sering didapat daripada bekerja sebagai PNS sangat membantu mereka yang bekerja bagi pihak swasta. Â
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) sebanyak 37,02% penduduk Indonesia berstatus sebagai buruh, karyawan, dan pegawai pada Februari 2021. Proporsi tersebut merupakan yang terbesar dibandingkan status pekerjaan utama lainnya.
Dari jumlah tersebut di atas BPS juga memberikan data bahwa 51,82% pemuda Indonesia bekerja sebagai buruh/karyawan pada 2020.Â
Persentasenya lebih tinggi dibandingkan pemuda yang memilih jenis pekerjaan lainnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa buruh di Indonesia sebagian besar merupakan mereka yang berada di usia produktif.
Angka yang tidak kecil, yakni sekitar 100 juta penduduk Indonesia bekerja sebagai buruh. Jumlah yang bila ‘dimanfaatkan’ dengan baik dapat memenangi partai manapun yang berafiliasi kepada kaum buruh.  Â
Sama halnya dengan Nahdliyin serta Muhammadiyah, kaum buruh di Indonesia pun memiliki perkumpulannya sendiri, antara lain:
- ILO (International Labour Organization)
- PPMI (Persatuan Pekerja Muslim Indonesia)
- FSPS (Federasi Serikat Pekerja Singaperbangsa)
- SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia)
- KASBI (Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia)
- KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia)
Meskipun terdapat berbagai serikat, federasi, dan konfederasi yang memayungi para buruh, secara umum mereka akan saling mendukung jika ada masalah yang dihadapi bersama.Â
Contohnya ketika UU Cipta Kerja masih dalam proses penyelesaian kemarin lalu, demo para buruh di mana-mana memprotes berbagai permasalahan yang dapat ditimbulkan peraturan baru tersebut.Â
Sedikitnya ada 4 masalah pokok dalam klaster ketenagakerjaan UU Cipta Kerja mulai dari mekanisme PKWT (Perjanjian Kerja Waktu tertentu), pengupahan, pemutusan hubungan kerja (PHK), pesangon, dan outsourcing. Nampak koordinasi yang kompak dari kaum buruh meskipun mereka berada di bawah payung yang berbeda.
Pada Pemilu tahun 2024 mendatang seperti biasa Partai Buruh akan mengikuti pesta rakyat yang rutin diadakan tiap lima tahun sekali ini.Â
Partai Buruh sendiri didirikan oleh empat konferderasi serikat pekerja terbesar dan 50 Federasi serikat pekerja tingkat nasional, forum guru dan tenaga honorer, dan organisasi petani serta nelayan terbesar di Indonesia.
Sayangnya, meskipun Partai Buruh didirikan oleh 4 serikat pekerja terbesar di Indonesia, pengaruhnya tak sampai pada tahap politik terutama di proses pemilihan umum.Â
Sejarahnya sendiri, hampir di seluruh dunia pada masa lalu partai buruh erat kaitannya dengan komunisme, begitu pula halnya ketika PKI merajalela di Indonesia.Â
Namun demikian, kini para buruh sudah diberi beberapa hal yang dahulu masih menjadi harapan dan impian saja bagi sebagian besarnya.Â
Gaji yang setara atau bahkan lebih besar daripada UMR serta jaminan pensiun, meskipun tak setiap bulan mereka dapatkan, telah diatur di dalam undang-undang.
Menilik kembali keikutsertaan Partai Buruh di Pemilu 1999, Pemilu 2004, dan Pemilu 2009 tak menunjukkan pengaruh yang berarti terhadap dunia politik.Â
Namun demkian bukan tidak mungkin apabila partai-partai politik besar di Indoensia jika mau menjalin afiliasi atau kerjasama yang menguntungkan dengan serikat-serikat pekerja yang ada di tanah air akan dapat mendulang suara dalam jumlah besar.Â
Karena apabila bisa dipersatukan, bukan di bawah payung komunisme tentunya, suara buruh pasti akan mendominasi perhelatan akbar lima tahunan mendatang. Â Â
Kesejahteraan dan kekuasaan menjadi dua hal yang berbeda, yang memisahkan antara buruh dan politik.Â
Meskipun demikian bukankah para buruh bisa memilih pemimpin yang akan membawa mereka menuju kepada tingkat kesejahteraan yang mereka harapkan di masa depan nanti?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H