Membaca Al-Quran merupakan salah satu amalan utama di bulan suci Ramadhan. Ketika kita mengkaji terutama memahami dan menghayati arti, tafsir, dan makna ayat-ayat yang terkandung di dalamnya, ingatlah bahwa ada dua jenis ayat.
Yang pertama adalah ayat Muhkamat, yang merupakan bagian utama dari kitab Al-Quran dan menjelaskan risalah-risalah Nya secara jelas dan gamblang.
Kemudian yang kedua adalah ayat mutasyabihat, dimana hanya Allah SWT yang tahu persis apa maknanya dan orang-orang yang mendalam ilmunya.
Ayat-ayat muhkamat yang terang dan jelas diisi oleh sebagian besar ayat-ayat dalam Al-Quran sedangkan ayat mustasyabihat hanya sebagian kecilnya saja.
Lalu siapakah contoh orang-orang yang mendalam ilmunya ini? Di Al-Quran diberikan contoh yakni ketika nabi Musa 'alaihissalam berguru kepada Khidr 'alaihissalam. Di Quran dituliskan bahwa Khidr tinggal di tempat bertemunya dua lautan.
Dua lautan dapat diartikan sebagai pertemuan laut asin dan tawar namun juga dapat diartikan sebagai pertemuan antara dua ilmu pengetahuan, yang satu pengetahuan yang dapat dinalar dan memiliki materi/bentuk fisiknya sedangkan yang satu adalah pengetahuan yang gaib dan benar yakni dari Allah SWT.
Contoh yang lain adalah ketika Al-Quran menerangkan persoalan datangnya kembali Nabi Isa 'alaihissalam ke dunia.
"Dan keselamatan semoga dilimpahkan kepadaku (Isa 'alaihissalam), pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali" (QS. Maryam: 33)
Padahal Nabi Isa 'alaihissalam belum meninggal dan masih hidup, beliau diangkat ke langit oleh Allah SWT berdasarkan Quran surat An-Nisa' ayat 157 dan 158 sebagai berikut:
"dan (Kami hukum juga) karena ucapan mereka, "Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa putra Maryam, Rasul Allah," padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh adalah) orang yang diserupakan dengan Isa. Sesungguhnya mereka yang berselisih pendapat tentang (pembunuhan) Isa, selalu dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka benar-benar tidak tahu (siapa sebenarnya yang dibunuh itu), melainkan mengikuti persangkaan belaka, jadi mereka tidak yakin telah membunuhnya." (An-Nisa' ayat 157)