Mohon tunggu...
Rendy ArthaLuvian
Rendy ArthaLuvian Mohon Tunggu... Penulis - Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG. Anggota FLP (Forum Lingkar Pena). Mahasiswa Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM.

Pegawai biasa dan pemimpi yang mencurahkan hikmah, ide, serta gagasan ke dalam tulisan karena menulis adalah bagian dari membangun sebuah peradaban.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Habis Pandemi Polusi Kembali

20 Februari 2023   16:00 Diperbarui: 20 Februari 2023   16:22 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penurunan konsentrasi partikel polusi PM2.5 dan PM10 saat PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) (sumber: Kedeputian Bidang Klimatologi BMKG)

Pandemi menyisakan kenangan yang tak mengenakkan baik di pikiran, perasaan, maupun badan utamanya bagi mereka atau keluarganya yang terkena virus corona. Pun demikian ada pula kenangan tentang social distancing yang berganti menjadi social online meeting, bahkan di kota-kota besar jika kita bertanya kepada anak-anak sekarang tentu mereka lebih menyukai waktu bersama ayah dan bunda yang lebih banyak di waktu pembatasan sosial berskala besar diberlakukan.

Nah, yang perlu diingat, selain lelangnya jalanan karena banyak yang menerapkan work from home yakni tingkat polusi yang rendah selama berkurangnya aktivitas manusia di luar rumah tiga tahun belakangan. Hal yang juga berarti menurunnya populasi kendaraan bermotor di jalanan.

Penting untuk memperhatikan kualitas udara di sekitar kita, apalagi di lingkungan sekitar tempat kita tinggal dan bekerja. Di kota-kota besar seperti Jakarta misalnya, kadangkala dapat kita lihat dari kejauhan udara tampak berkabut keabuan. Kabut bisa disebabkan oleh fenomena kabut uap air namun bisa juga kabut karena polusi.

Secara umum kualitas udara di sekitar kita ditentukan oleh banyaknya polutan dalam udara itu sendiri. Polutan yakni benda-benda serta partikel-pertikel kecil yang mengambang di udara, diantaranya yang disebut dengan Particulate Matter (PM). Particulate Matter adalah pencemar udara berupa padatan halus (debu, pasir, asap, dan sebagainya) yang melayang-layang atau berada di atmosfer.

Berapa sih ukuran polutan atau partikel polusi itu sendiri?

Ukuran partikel polusi PM berdasarkan ukuran dibagi menjadi 2 yakni PM10 dan PM2.5. Sebagai perbandingan, diameter pasir yang biasa dipegang tangan kita di pantai sebesar 90 mikrometer (m) dan diameter rambut sebesar 50-70 mikrometer (m). Partikel polusi PM10 berarti berdiameter sebesar 10 mikrometer (m) atau seperlima diameter rambut dan partikel polusi PM2.5 berarti berdiameter sebesar 2,5 mikrometer (m) atau seperduapuluh diameter rambut.    

Sangat kecil kan? Ya benar sekali! Dan sangat berbahaya jika masuk ke paru-paru apalagi dalam jangka waktu yang panjang. Oleh karena itu sangat disarankan untuk tetap memakai masker meskipun pandemi dan pembatasan sosial berskala besar telah usai.

Partikel polusi PM berasal dari debu di jalan/tanah, asap pabrik, asap kendaraan bermotor, dan debu/pasir pembangunan. Sebagian besar hal yang tentu acap kita temui di kota-kota besar apalagi yang padat penduduk dan dekat dengan area industri.

Mengapa partikel polusi Particulate Matter begitu berbahaya?

Zat-zat yang terkandung di dalam partikel polusi PM10 dan PM2.5 antara lain arsenik, karbon organik, timbel, sulfat, nitrat, karbon hitam, dsb. Partikel-partikel polusi di bawah 10 mikron mampu masuk ke dalam sistem pernafasan dan mengakibatkan rusaknya sistem pernafasan manusia. Menghirup polusi partikulat dapat berdampak buruk bagi kesehatan, penyakit yang dapat ditimbulkan contohnya adalah gangguan saluran pernafasan (ISPA), penyakit jantung, kanker berbagai organ tubuh, gangguan reproduksi dan hipertensi atau tekanan darah tinggi (Kemenkes-RI).

Oleh karena itu tak heran jika polusi udara menjadi masalah di perkotaan. Contohnya saja Jakarta, tingginya angka pertumbuhan penduduk, volume kendaraan bermotor dan pertumbuhan kawasan industri meningkatkan pencemaran serta polusi udara. Sebagai tambahan informasi ada sekitar 22 juta jumlah kendaraan bermotor di Jakarta pada tahun 2022. Jumlah itu berarti dua kali lipat total penduduk Jakarta pada tahun yang sama! (sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta). Hal ini menunjukkan kalau kendaraan bermotor yang berada di Jakarta juga berasal dari wilayah sekitarnya seperti Tangerang, Bekasi, Depok dan Bogor.  

Tak bisa dibantah memang, mobilitas dan aktivitas penduduk menjadi modulator polusi udara perkotaan. Dari kajian yang telah dilakukan oleh BMKG perbedaan konsentrasi polutan di udara bebas terlihat jelas bedanya ketika menjelang lebaran Idul Fitri. Umumnya penduduk yang berasal dari luar wilayah Jakarta melakukan mudik ke kampung halamannya masing-masing.

Lebih jauh lagi dari pengamatan yang dilakukan pada masa-masa awal pandemi menunjukkan informasi signifikan mengenai data konsentrasi partikulat yang turun cukup jauh bila dibandingkan rata-rata data sepuluh tahun sebelumnya.  

Penurunan konsentrasi partikel polusi PM2.5 dan PM10 saat PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) (sumber: Kedeputian Bidang Klimatologi BMKG)
Penurunan konsentrasi partikel polusi PM2.5 dan PM10 saat PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) (sumber: Kedeputian Bidang Klimatologi BMKG)

Berkurangnya aktivitas manusia dan volume kendaraan dapat menurunkan tingkat pencemaran udara di kota-kota besar. Selain itu kadar polusi udara juga dapat berkurang dengan proses pencucian atmosfer oleh hujan.

Informasi lain dari webinar Covid-19, Iklim dan Kualitas Udara yang dapat diakses di youtube channel info BMKG menyebutkan bahwa PSBB pada tahap pertama dari 15 Maret sampai 30 Mei 2020 sangat berkontribusi terhadap penurunan jumlah SO2, CO, NO, NO2, dan NOx dimana rata-rata mengalami penurunan sebesar 40% hingga 60% bila dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2019. Sedangkan untuk PM2.5 turun sebesar 40% (Siswanto, 2020 - BMKG).

PSBB turut berperan serta terhadap turunnya sejumlah gas pencemar udara (sumber: presentasi Siswanto di webinar Covid-19, Iklim & Kualitas Udara BMKG)
PSBB turut berperan serta terhadap turunnya sejumlah gas pencemar udara (sumber: presentasi Siswanto di webinar Covid-19, Iklim & Kualitas Udara BMKG)

Nah, sekarang kondisi kita kembali seperti sebelum pandemi. Pemerintah dengan sigap sebenarnya sudah mencanangkan program penggunaan kendaraan listrik. Subsidi untuk membeli kendaraan listrik juga sudah disiapkan. Infrastruktur kendaraan publik pun sudah semakin baik dan bisa dimanfaatkan secara lebih mudah.

Sekarang semuanya bergantung kepada diri kita masing-masing, gaya hidup semacam apa yang akan kita pilih, karena semua aktivitas kita saat ini akan menentukan bagaimana kondisi udara di masa yang akan datang.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun