Mohon tunggu...
Rendy ArthaLuvian
Rendy ArthaLuvian Mohon Tunggu... Penulis - Staf Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG. Anggota FLP (Forum Lingkar Pena). Mahasiswa Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM.

Pegawai biasa dan pemimpi yang mencurahkan hikmah, ide, serta gagasan ke dalam tulisan karena menulis adalah bagian dari membangun sebuah peradaban.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kegilaan dan Asa

7 Februari 2023   13:30 Diperbarui: 13 Februari 2023   07:35 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jamal terbangun dengan sedikit kiasan tak menyenangkan dari gema yang menyertai mimpi-mimpinya di malam hari. Tak mau terjebak lama-lama di pikiran yang tak mengenakkan jika dirasakan, ia pun bergegas mengambil wudhu setelah mengucap syukur kepada Sang Pencipta karena tidurnya yang cukup hari ini. Sebelumnya tak terhitung lagi hari-hari dimana waktu-waktu istirahatnya terganggu, setiap malam terbangun dan susah tertidur lagi, pernah ia hanya tertidur beberapa menit kemudian seolah dibangunkan oleh suara-suara yang asing di telinga.

Usai sholat, disempatkannya membantu istri membereskan pekerjaan rumah dan menyiapkan makan untuk keluarga. Ia biasa mengantar anaknya sekolah di pagi hari jika sedang tidak harus ke kantor. Ayat-ayat Al-Quran terdengar merdu menemani waktu pagi keluarga kecil ini. Surat Al-Isra yang melantun indah memberikan semangat dan menyiratkan makna yang dalam bagi Jamal, sang kepala keluarga. Sesekali makna ayat-ayat yang mengudara dapat dimengerti hati kecilnya, ayat yang memberikan pencerahan atas masalah-masalah yang dialaminya selama hampir 7 tahun belakangan.

Dokter sudah ia temui, rekan-rekan kerja dan teman-temannya kebanyakan juga sudah mengetahui masalah yang dihadapinya. Orangtuanya bahkan meruqyah dirinya dari jarak jauh, ia sendiri kadang juga membaca ayat-ayat ruqyah untuk mengusir suara-suara yang mengganggu di sekitarnya. Entah ini sebuah penyakit atau gangguan makhluk halus, Jamal pun sempat berpikir teknologi buatan manusialah penyebabnya.

Tak ada jawaban yang memuaskan, hanya kebingungan yang selalu diperolehnya. Kedokteran barat mengistilahkan masalah yang dihadapinya sebagai sebuah penyakit, skizofrenia, begitu mereka menyebutnya. Ilusi dan halusinasi, bukan sebuah kenyataan yang Jamal rasakan memang benar-benar nyata dan ada. Bagaimana ia bisa hidup dengan keyakinan seperti itu padahal hari-harinya selalu diganggu oleh suara-suara yang kadang bisa muncul seolah dari kepalanya sendiri, acap terasa kecil dan jauh, meskipun bisa terdengar keras dan dekat.

Versi para peruqrah dan orang-orang alim mungkin lebih bisa diterima akal sehat karena ia yakin masalah ini berasal dari luar tubuh dan jiwanya, bukan penyakit yang asal muasalnya tentu dari dalam dirinya. Meskipun, harusnya ada literatur yang benar-benar menjelaskan hal tersebut, yang merujuk kepada firman Allah ataupun hadis. Setan sebagai penyebab adalah penjelasan umum dan sederhana yang masih bisa diterima akal sehatnya. Namun itu tak membuatnya puas, ia butuh keteguhan hati agar mampu menghadapi hari-harinya yang berubah menjadi menyeramkan. 

Oleh karena itulah Al-Quran tak hanya sekedar ia baca bacaan arabnya, pun demikian juga dengan artinya. Ia mencoba memahami ayat demi ayat firman Tuhan karena ia pernah membaca bawa Al-Quran itu menjelaskan segala sesuatu, tepatnya di surat An-Nahl ayat 89 yang berbunyi, "...Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri." Saat itu Jamal sudah benar-benar merasa hopeless, tapi ia yakin Allah pasti menjawab semua ini.

Bagaimana mungkin penyakit yang diderita banyak orang di dunia, yang oleh para peruqyah dihubungkan dengan setan, tak dapat dijelaskan oleh Al-Quran? Dengan keyakinan itu dan dorongan dari ibunya yang memang mengajari Jamal untuk membaca arti Al-Quran, ia gigih menemukan jawaban atas semua hal yang ia alami. Sampai akhirnya ia bertemu dengan surat Al-Isra, tepatnya di ayat 59 hingga 65. Entah berapa kali ia membacanya secara berulang-ulang di malam hari ketika ia menemukan ada kejanggalan yang ditemuinya, seperti ada makna tersirat yang ingin disampaikan Allah SWT melalui ayat-ayat itu.

Ada satu ayat yang menonjol, berbeda dari yang lain, seperti ketika Allah bercerita tentang iblis yang ternyata bukanlah dari golongan malaikat di surat Al-Kahfi. Ayat ini menerangkan tentang "suara iblis", dari penggalan ayat ke-64 surat Al-Isra. Satu-satunya tempat di seluruh Al-Quran yang mencantumkan kata "suara Iblis", hal yang sangat unik tentunya.

Di bagian itu ia seperti memperoleh pencerahan, bahwa memang itulah sejatinya bentuk dari suara-suara yang didengarnya, yang mengganggu dan menipu. Dokter-dokter dengan pengobatan ala barat boleh memberikan dakwaan bahwa itu hanyalah sekedar ilusi atau halusinasinya saja ketika ia bercerita kalau orang-orang di dekatnya ikut mengganggu dirinya dan berbicara dengan kata-kata yang sama seperti yang diucapkan suara-suara yang didengarnya. Tapi lanjutan ayat ke-64 membuatnya yakin akan penjelasan Al-Quran, sesuatu yang akhirnya bisa diterimanya setelah sekian lama berkutat dengan kebingungan tak berujung.  

"...Dan perdayakanlah siapa saja di antara mereka yang engkau (iblis) sanggup dengan suaramu (yang memukau), kerahkanlah pasukanmu terhadap mereka, yang berkuda dan yang berjalan kaki, dan bersekutulah dengan mereka pada harta dan anak-anak lalu beri janjilah kepada mereka. Padahal setan itu hanya menjanjikan tipuan belaka kepada mereka."

Keseluruhan ayat tadi telah menjelaskan semua kepadanya, menjadi cahaya yang terang di dalam hati dan memberikan keteguhan di dada. Tak pernah, ada yang bisa memberikan penjelasan sebaik ini, mengalahkan apapun yang didakwakan oleh para dokter dan menerangkan semua yang disebutkan para peruqyah.

Ayat ke-60 merupakan yang paling misterius tapi terkesan sungguh bermakna bagi Jamal. Ia sering membuka facebook dan menjalin pertemanan dengan orang-orang yang didakwa memiliki penyakit serupa dirinya, yang kebanyakan berasal dari luar negeri. Ada yang berhasil merasakan hidup normal kembali dan ada yang masih berkutat hingga puluhan tahun lamanya. Jamal mencoba mencari kesamaan antara apa yang dialaminya dengan cerita-cerita yang dibacanya di halaman media sosial itu. Mimpi-mimpi yang dialami olehnya kadang seperti sebuah film buatan, di lain waktu seolah hal yang ditemuinya di dunia nyata pernah muncul sebagai gambaran-gambaran ketika ia tidur. Tetapi bukan itu yang membuat seram, ia merasa mimpi-mimpi itu bisa dilihat oleh orang-orang lain, bahkan dari cerita-cerita laman media sosial yang ia baca, mereka percaya bahwa pikirannya diketahui oleh orang banyak.

"Dan (ingatlah) ketika Kami wahyukan kepadamu, "Sungguh, (ilmu) Tuhanmu meliputi seluruh manusia." Dan Kami tidak menjadikan mimpi yang telah Kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia dan (begitu pula) pohon yang terkutuk (zaqqum) dalam Al-Qur'an. Dan Kami menakut-nakuti mereka, tetapi yang demikian itu hanyalah menambah besar kedurhakaan mereka."

Ayat di atas lah yang memberikannya kepasrahan dan rasa menerima takdir Tuhan, tak ada gunanya selain berusaha hidup normal, terutama bersama keluarga dan orang-orang terdekat.

Ayat ke-59-nya juga memberikan kesan tersirat. Ia membaca ayat itu berulang-ulang hingga ia pun tersenyum. Allah memberikan perumpamaan di ayat ini, begitulah Ia memberikan penjelasan kepada Hamba-hambanya yang bisa berpikir dengan jernih.

"...Dan telah Kami berikan kepada kaum Tsamud unta betina (sebagai mukjizat) yang dapat dilihat, tetapi mereka menganiaya (unta betina itu)..."

Sempat, ia bingung bagaimana dengan orang-orang yang mengganggunya dulu sebelum suara-suara tanpa rupa itu muncul jelas, di kantor, di perjalanan, hingga ke rumah, suara-suara keras atau yang hanya sekedar membicarakannya dari jauh, mercon, hingga kembang api. Lalu dia berpikir, tentu saja, bukankah kaum Tsamud juga memiliki kebebasan untuk menjadi manusia zalim? Yang diyakininya tentunya, entah itu dengan suara iblis yang memanas-manasi atau mereka sendiri yang memilih menjadi bagian dari setan.  

Tidurnya mulai tak nyenyak sekitar setahun setelah awal gangguan itu, ketika malam hari ada suara-suara yang terdengar samar antara manusia yang ada di sana atau suara lain, ketika akan terlelap ia selalu dibangunkan, itu berlangsung hingga pagi. Itulah pertama kali suara-suara itu mengganggunya. Setelah itu ia mendengar orang-orang juga berbicara seperti suara-suara yang di dengarnya. Ketika sepi, suara-suara itu serasa membuat pikiran hilang akal.

Ah, seram memang! Gila rasanya, kegilaan yang tak berujung, apalagi ketika terpaksa mengikuti permainan iblis, tak pernah ia merasa tenang. Untungnya ia selalu berusaha melawan dan gigih menjaga sholat dan kedekatannya dengan Sang Pencipta, yang membuatnya tetap terlihat normal meskipun di dalam dirinya berusaha selalu tegar dan istiqomah.

Padahal dulu sunyi, desir angin dan rintik hujan terdengar merdu, semua nyaman dan tidurpun tak terganggu, hingga ia mengalami seluruh kejadian itu di umur 29 tahun. Sesekali ia melihat tayangan di youtube, pernah sebuah channel menayangkan tentang Al-Hajar, tempat-tempat dengan suasana tenang dan damai, untuk sekedar merasakan kembali seluruh keindahan ciptaan tuhan dengan normal, sama seperti kampung halaman tempat ia dibesarkan dahulu. Meskipun demikian istrinya selalu setia menemani hingga kini ia sudah memiliki seorang anak perempuan.

Saat itu sudah lewat waktu dhuha, saatnya si kecil pulang sekolah, dilihatnya tatapan mata itu penuh dengan rasa bahagia dan kemurnian seorang manusia yang belum dirusak oleh setan.

Tatapannya kembali ke mushaf dan dibacanya ayat ke-65 di sana sebelum ia bergegas menggendong buah hatinya.  "Dan cukuplah Tuhan-mu sebagai Penjaga..."

"Kenapa Papa? Kok Papa kelihatan murung?"

Ia tersenyum, memikirkan tentang manusia-manusia yang mungkin saja menjadikan suara iblis itu sebagai penjaga alih-alih tuhan, bahkan mungkin teman. Pandangannya sejuk ke arah sang anak, ia pun berkata,

"Gak papa, jangan ikut mereka yang mengikuti suara-suara tanpa rupa itu ya Nak, kalau kau mendengarnya..."

"Hah, ooh, Papa ngomong apa sih? Ayuk main sama kakak!"

Senyum keduanya tersungging, mereka pun bermain seperti biasanya. Keyakinan kini kembali memenuhi relung dan rongga jiwanya, tak pernah ada penjelasan yang lebih baik dari Al-Quran, begitu pikirnya semenjak sang buah hati lahir hingga kini mulai beranjak dewasa. Menjaga asa untuk dapat hidup kembali normal seperti sedia kala.

Bekasi, 7 Februari 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun