Di tengah jalan, kami melihat Gedung Konferensi Asia Afrika yang terkenal itu, sudah dibuka saat jam menunjukkan pukul 14 siang. Kami lalu masuk ke dalam dan terasa nikmatnya sejuknya udara AC di tengah udara yang panas tersebut . Meskipun saya sudah 48 tahun tinggal di Bandung, baru kali ini masuk ke Gedung bersejarah ini.Â
Di dalam ruang pameran tersebut,  tampak berbagai photo yang  ditata apik menggunakan kaidah manajemen museum modern. Koleksinya yang cukup lengkap itu dibuat sekuensial, agar memudahkan pengunjung mengenang kembali peristiwa bersejarah di tahun 1955 itu dari awal hingga akhir.  Ada photo besar tokoh AA yang menarik untuk dibuat latar belakang selfie. Udara AC yang dingin dan sejuk, lampu ruang yang cukup terang, serta photo yang dipajang dengan menarik, membuat saya juga betah berlama-lama di sini.  Â
       Beberapa sudut pajangan tampak ditata mengikuti trend spot untuk ber-photo selfie, sebagaimana trend di setiap objek wisata di era Medsos ini. Tampaknya pengelola museum menyadari faktor daya tarik ini. Ada beberapa spot photo yang memang bagus dan unik yang akhirnya bisa pula mengekspresikan hobi Photography. Sayangnya, panitia melarang pengunjung membawa tripod untuk berphoto di Muesum ini . Entah apa alasannya....!
      Saat keluar dari ruang museum, saya terhenti sejenak dan  berdialog dengan seorang petugas museum. "Kang, coba jelaskan..Apa masih relevankah  kejadian Konferensi Asia Afrika yang terjadi 50 tahun lebih ini dengan kondisi  jaman sekarang?" tanya saya.
 "Bukankah sekarang dunia sudah banyak berubah, termasuk peta  kekuatan politik. Para penggagas dan pemimpin negara Asia Afrika tersebut juga sudah tidak ada. Negara Asia Afrika juga berubah strategi dan haluan politiknya. Bahkan, negara Asia Afrika itu sendiri, banyak yang  saling bertengkar, ber-konflik, bahkan berperang...Merebut pengaruh politik dan sumber ekonomi buat kepentingan rakyatnya masing-masing.. Mereka seperti lupa tuh dengan solidaritas yang dulu dicanangkan di AA ini, sebagai sesama Bangsa Asia dan Afrika. .." komentar saya namun sambil tersenyum iseng. Maksud saya, pertanyaan saya kalau enggan dijawab , ya ng apa-apa juga. Â
Wow..jawaban yang cerdas..!Â
      "Yang menjadi permasalahan kita sekarang, justru kita seperti kehilangan pemimpin besar yang kharismatik di Asia Afrika sebagaimana dulu ditunjukkan oleh Ali Sastroamidjojo (Indonesia), Muhammad Ali Bogra (Pakistan), Jawaharlal Nehru (India), John Kotelawala (Srilakngka), U Nu (Burma) bakan Soekarno. . Mereka bukan saja penggagas Konferensi Asia Afrika, namun juga merupakan Tokoh dan Pemimpin  yang mampu menjadi perekat bangsa Asia Afrika. Kalau saja, sekarang muncul tokoh sekaliber mereka, mungkin perang dan konflik di kalangan sesama bangsa Asia Afrika ini akan berkurang. " katanya mengakhiri obrolan kami.
Dalam perjalanan kembali kami ke Hotel Preanger, saya mencoba mengingat-ingat kembali isi Dasa Sila Bandung yang disebut oleh petugas Museum tadi, yaitu: Â
1. Menghormati Hak-Hak Dasar Manusia dan tujuan-tujuan serta asas-asas yang termuat di dalam piagam PBB
2. Menghormati Kedaulatan dan Integritas Teritorial semua bangsa