Ketika hari pun berganti hari. Bulan berganti bulan. Tidak terasa Dhinda Ayu Amelia kemudian tumbuh sebagaimana lazimnya anak-anak. Di usianya yang 3 bulan, dia kemudian menjadi "mainan" dan pusat perhatian keluarga, karena berbagai tingkah lucunya yang menggemaskan banyak orang. Dengan kepandaian barunya, yang silih berganti muncul (termasuk ketika dengan spontan menjulur-julurkan lidahnya kalau dipanggil), sebagai respon berkomunikasi. Dia kemudian menjadi rebutan untuk digendong. Dan bagi saya, Dhinda sejak bayi memang selalu terlihat 'Photogenic', sehingga sering menjadi objek photo-photo saya.
Tentu saja, dalam berbagai perlombaan anak-anak tersebut,  Dhinda sering menang. Namun, suatu ketika pernah kalah juga. Sebagaimana anak-anak seusianya, dia terlihat putus asa. Lalu saya selalu memberinya piala pengganti, yang sering membuatnya menjadi tersenyum girang menerima piala tersebut. Mungkin dalam pikiran kanak-kanaknya, piala adalah tujuan dari setiap perlombaan. Dia kemudian merasa seperti orang lain yang menang. Piala-piala yang dilengkapi berbagai tulisan itu, kemudian saya letakkan di meja belajarnya sebagai simbol perjuangannya. Setiap saat saya selalu memotivasinya dengan mengatakan:  "Bagi Papa, Dhinda selalu juara  di dalam setiap perlombaan yang diikuti. Karena, tidak semua orang mau dan berani berkompetisi..banyak orang yang belum apa-apa, takut kalah. " Saat itu, saya juga tidak tahu apakah dia yang masih SD dan SMP mengerti maksud kalimat saya ini. Tetapi begitulah, saya selalu mengutarakan kalimat itu setiap kali  usai menyaksikannya ikut perlombaan anak-anak......
Sampai saat ini, saya suka geli sendiri. Jika melihat sekumpulan piala di rumah yang sebagian, sebenarnya dari saya juga.  "Jangan bersedih, khan setiap perlombaan pasti ada yang kalah," hibur saya jika melihatnya kecewa pulang dari karnaval, misalnya tanpa piala apapun. "Kalah itu merupakan proses  menjadi juara. Bukankah kekalahan adalah sukses yang tertunda? " hibur saya sambil memeluknya.  Saya selalu mengajarinya agar selalu terus memperbaiki diri dengan terus belajar dari setiap apa yang sudah dilakukan. cari makna dari setiap kegiatan yang diikuti. Namun, dalam berkompetisi harus tetap berjiwa sportif. "Biar saja, kalau ada orang berbuat curang dalam suatu kompetisi atau ujian di sekolah. Ntar lama-lama, pasti akan ketahuan juga aslinya, mana yang emas dan mana yang loyang," lanjut saya di saat lain.Â
Ketika Dhinda sudah mulai menginjak dewasa dan sering berdiskusi dengan saya lebih serius tentang berbagai hal. Nasehat saya kepadanya sering lebih jauh lagi. Di antaranya  seperti berikut kalimat berikut: "Orang yang menang karena curang, papa menyebutnya  'The Pseudo Winner'. Mereka seperti Bubble/balon palsu yang awalnya cepat naik ke awan justru karena ringan tak berisi. Akan tetapi, saat mereka  sudah berada di suatu ketinggian, mereka  menjadi berat, lalu gamang dan rentan. Karena balon itu  sebenarnya tidak diisi  oleh pengetahuan/skill/pengalaman yang cukup. Sukses/Balon seperti itu hanya tinggal menunggu waktu saja untuk meletus. Kemudian akan pecah di atas ketinggian sana, terburai habis karena harus jatuh ke bawah yang jauh......".  Â
Suatu hari, ketika Dhinda  memenangkan suatu perlombaan, saya juga memberikannya hadiah.  Sambil menasehatinya begini: "Sang Juara, apapun peringkat dan bentuk perlombaannya, layak mendapat Hadiah. Karena dia telah berjuang dan berupaya lebih untuk  menjadi pemenang. Terus berupaya semaksimal mungkin di dalam  setiap  perlombaan atau kompetisi apapun. karena hidup ini, pada hakekatnya adalah suatu KOMPETISI...Berupaya terus untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya, apapun itu profesi kita" ujar saya suatu ketika. Suatu kali, Dhinda yang saat itu sudah mulai masuk  ke bangku kuliah, berhasil menjadi finalis 12 Besar Mojang-Jejaka se-kota Cimahi, dari ratusan pelamar yang masuk. Selain mendapat hadiah dari panitia, saya juga memberikannya hadiah khusus. Karena saya bangga melihatnya ketika dia  begitu penuh percaya diri berjalan di catwalk di acara final. Berlenggak-lenggog dengan mengenakkan pakaian adat Sunda di depan Walikota dan para pejabat Pemkot Cimahi pada acara tahun 2016 itu.
Meskipun di masa remajanya dia akhirnya suka berlomba. Tapi sewaktu di SMA, putri saya ini selalu berada di ranking sepuluh besar dalam soal belajar. Dia kayaknya pintar membuat keseimbangan, antara kapan harus belajar di sekolah dan kapan berbagi kegiatan ekstrakurikuler-nya. Â "Pengen tahu aja..," jawabnya singkat, ketika ditanya kok ikut begitu banyak kegiatan. "Khan Dhinda ikut Papa, yang waktu muda SMA di Aceh dulu, senang mencoba dan mengikuti segala macam kegiatan," katanya beralasan.Â
Ya, saya sebenarnya setuju itu!Â
Anak remaja dan anak-anak muda di manapun, memang harus mengaktifkan otak, jiwa (seni) dan fisiknya. Mereka harus  tetap selalu sehat, energik, kuat dan kreatif. Terutama, ini yang lebih penting: mengeksplorasi bakat-bakat terpendam yang ada di dalam dirinya secara positif. Seringkali bakat sebenarnya dari seseorang, tidak terlihat jelas, jika tidak memulai mencobanya dengan mengikuti  berbagai kegiatan tersebut. Kebiasaan Dhinda merasa passion (senang) ikut berlomba sejak kecil itu, rupanya terbawa terus hingga di msa kuliahnya hari ini. Dia  sekarang tampak tidak canggung saat menjadi penyiar radio di Bandung. Bahkan menjadi MC di berbagai panggung dengan ribuan orang penonton di kampusnya.
Hari ini, di Ulang Tahun-nya yang ke-22..Si Putri Cantik  ini, juga sedang asyik-asyiknya menyelesaikan kuliahnya di jurusan Teknik Sipil, Politeknik Negeri Bandung. Tak terasa, kini anak bungsu  saya ini telah tumbuh dan berkembang menjadi sosok wanita dewasa, yang tampak lebih matang dan tenang pembawaannya di dalam menghadapi berbagai kendala. Bayi mungil yang rentan tak berdaya 22 tahun lalu itu, kini terlihat lebih percaya diri dalam menyongsong masa depannya. Meskipun, cita-citanya dulu adalah menjadi seorang dokter, tidak kesampaian. Karena kondisi ekonomi orangtuanya yang tidak memungkinkan waktu itu. "Tapi, tidak apalah...Bukankah menjadi seorang insnyur (sarjana teknik) itu juga tidak kalah menjanjikannya?"  Apalagi, kalau profesi tersebut ditekuni dengan penuh kesungguhan (passion) dengan rasa percaya diri yang kuat: Pasti akan membuahkan hasil! Â
Akhirnya, anakku...! Â