Mohon tunggu...
Rendra Trisyanto Surya
Rendra Trisyanto Surya Mohon Tunggu... Dosen - I am a Lecturer, IT Auditor and Trainer

(I am a Lecturer of IT Governance and IT Management. And IT AUDITOR and Trainer in CISA, CISM, CGEIT, CRISC, COBIT, ITIL-F, PMP, IT Help Desk, Project Management, Digital Forensic, E-commerce, Digita Marketing, CBAP, and also Applied Researcher) My other activity is a "Citizen Journalist" who likes to write any interest in my around with DIARY approached style. Several items that I was writing in here using different methods for my experimental, such as "freestyle", "feeling on my certain expression," "poetry," "short stories," "prose," "travel writing," and also some about popular science related to my field. I use this weblog (Kompasiana) as my experiment laboratory in writing exercise, Personal Branding and my Personal Diary... So, hopefully..these articles will give you beneficial or inspiration and motivation for other people like my readers...! ... Rendratris2013@Gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Menikmati Keindahan Danau Waduk Batu Tegi dan Cerita Mistiknya

4 April 2017   13:03 Diperbarui: 5 April 2017   23:30 1621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(salahs atu sudut pemandangan indah Danau waduk Batu TEGI / Photo: tribun-lampung.com)

Gunung Tanggamus yang menjadi  latar belakang, menjulang tinggi dikejauhan, bercumbu dengan awan-awan putih yang membuat lokasi ini terlihat eksotik.. Bendungan  yang terletak di Pekon (Desa) “Batu Tegi”, di kawasan pegunungan Kecamatan Airnaningan ini, berjarak sekitar 10 kilometer dari rumah mertua saya, rumah Bapak Saimi (82 tahun) di desa Muaradua.  “Batu TEGI itu, ya dari dulu begitu-begitu saja,” katanya, yang mungkin sebagai penduduk lokal sudah bosan mengunjunginya.

(Berpose bersama Istri di atas bendungan, di ketinggian hampir 700 meter di kawasan pegunungan yang berudara sejuk. Di bagian bawah tampak mesin generator pembangkit listrik PLTA / photo by: dok pribadi)
(Berpose bersama Istri di atas bendungan, di ketinggian hampir 700 meter di kawasan pegunungan yang berudara sejuk. Di bagian bawah tampak mesin generator pembangkit listrik PLTA / photo by: dok pribadi)
Sore itu, bendungan yang mampu menghasilkan 125 GigaWatt listrik memenuhi kebutuhan masyarakat di lima Kabupaten di bagiaan selatan Lampung, tampak semakin eksotik. Siluhet bayangan bukit yang mengapit membuat suasana cerah namun agak remang. Berbagai photo silhuete menjadi unik. Uniknya juga, hasil listrik yang besar itu, sepertinya  tidak benar-benar dinikmati oleh masyarakat sekitar. “Di sini, hampir tiap hari listrik padam (“byar pret”), walaupun lamanya cuma beberapa menit, ” kata salah seorang penghuni rumah yang saja ajak ngobrol. Bahkan selama saya menginap hampir seminggu di sini, listrik yang padam “byar pret” itu, bisa  sampai dua kali dalam sehari. Walaupun ini mungkin terlihat sepele oleh sebagian orang (karena khan Cuma sebentar). Namun, dalam jangka panjang dapat menyebabkan rusaknya perangkat elektronik rumah tangga seperti Kulkas, Mesin Cuci, TV dan lain-lain.

Dalam hal ini, saya jadi bertanya-tanya:  apa yang terjadi dengan listrik di sini? Apakah listrik super besar yang dihasilkan oleh Bendungan Batu Tegi tidak bisa menyelesaikan masalah “byar pret” ini? Atau, barangkali listrik dari waduk PLTA Batu Tegi memang dibangun bukan ditujukan untuk masyarakat sekitar. Kabarnya, energi lisrtiknya ini lebih banyak dikirim untuk konsumsi masyarakat kota besar di Propinsi Lampung yang jauh (yang lebih mampu membayar mahal), seperti di kota  Bandar Lampung dan Tanjung karang, yang berjarak sekitar 85 kilometer tersebut. Kalau isu ini benar, tidak aneh memang, kalau masyarakat sekitar akhirnya seperti kekurangan garam di lautan. Atau bahkan, bagai tikus yang mati di lumbung padi.. Wah, bagaimana nih PLN?  

(Pemandangan Danau Waduk Batu TEGI dari sisi timur. Tampak tembok waduk yang menahan air bervolume hampir 1 juta m3 untuk menggerakkan generator listrik di bawahnya. Di puncak waduk tersebut terdapat jalan aspal buat pengunjung selebar 5 meter / photo: surgakita.com)
(Pemandangan Danau Waduk Batu TEGI dari sisi timur. Tampak tembok waduk yang menahan air bervolume hampir 1 juta m3 untuk menggerakkan generator listrik di bawahnya. Di puncak waduk tersebut terdapat jalan aspal buat pengunjung selebar 5 meter / photo: surgakita.com)
Ya...seperti biasa, saya tidak sempat menganalisis lebih jauh permasalahan “Byar Pret” listrik ini. Karena tujuan saya ke sini hanya untuk menikmati Bendungan Batu Tegi sebagai suatu objek wisata. Lalu, tiba-tiba mata menuju ke beberapa remaja yang asyik ber-selfie ria daripada menikmati keindahan pemandangan Batu Tegi.  Mereka datang, berphoto sejenak dan segera bergegas pulang meninggalkan lokasi.  Fenomena yang tampaknya terjadi di mana-mana di Indonesia, di era HP yang telah dilengkapi dengan fitur photo 360. Objek wisata dewasa ini (bagi kebanyakan remaja), hanya berfungsi sebagai latar belakang untuk  membuat photo belaka.   

Di sudut lain, tampak beberapa petugas Waduk Batu Tegi yang sedang bekerja keras dengan berendam sedang membersihkan enceng gondok dan kiambang di permukaan Danau. Mozaik yang menambah “eksotisme” danau buatan ini di sore hari yang sepi tersebut. Danau  ini pembuatannya merupakan kolaborasi konsultan/insinyur dari  dalam dan luar negeri. Ada “PRC Engineering” dari Amerika dan “Sinotech” dari Taiwan yang terlibat, dengan dukungan dana dari APBN serta pinjaman (loans) dari “Japan Bank for International Cooperation (JBIC)”.

Keberadaan projek besar asing ini juga memberi manfaat lain buat masyarakat saat sedang dibangun.  Banyak anak muda desa di kawasan ini yang kemudian melamar bekerja dan diserap di sini. “Bekerja di Projek Batu Tegi harus mengikuti sistem kerja yang ketat dan profesional, layaknya perusahaan asing. Kita harus serius dan tidak bisa santai. Displin waktu menjadi penting dan dihitung sebagai bagian dari penilaian,” kata salah seorang pemuda Desa, yang mantan pekerja di Projek  ini. Awalnnya dia sempat mengalami “geger budaya” juga ketika bergabung bekerja di projek ini. “Banyak target-target kerja harian yang harus dicapai,” katanya. Sebenanrnya dia tanpa didasari telah diajarkan bagaimana menjadi pekerja profesional. Mudah-mudahan saja, “alumni” Projek Batu Tegi ini bisa menularkan etos kerja keras yang displin tersebut ketika  membangun  desanya masing-masing. 

Kisah Mistik Di Seputar Batu Tegi

Sebagaimana waduk-waduk besar, maka kawasan Danau Waduk Batu TEGI ini mulanya merupakan pemukiman dari beberapa Desa yang dihuni ratusan penduduk. Setelah urusan pembebasan tanah selesai, maka pemukiman ini perlahan-lahan direndam air dan dialihkan menjadi waduk seperti sekarang.  Maka berbagai cerita mistik pun kemudian bermunculan di masyarakat sekitar.  Tempat angker kuburan tua ddi desa lama, dan lokasi terjadinya kecelakaan kerja pengerjaan projek besar tersebut,  kemudian menjadi bumbu tersendiri. “Bagaimana tidak terjadi korban,” kata Pak Tua, pemilik salah satu warung yang kami singgahi di lokasi Dermaga Jetty. 

Pipa besi penyalur air sungai yang beratnya berton-ton itu, menurut saksi mata yang banyak beredar di masyarakat, hanya disanggah dengan tali seadanya. Jadi banyak orang di sini percaya,  bahwa mereka yang 13 orang pekerja itu tewas sebagai korban yang seperti disengaja dijadikan semacam tumbal demi keselamatan pembangunan waduk besar ini selanjutnya,” katanya. Begitulah kemudian cerita mistik yang terkadang  “irrasional” tersebut berkembang dengan caranya sendiri di masyarakat. Mungkin cerita mistik ini sengaja dibuat sebagai  “bumbu  penyedap” bagi keberadaan suatu objek wisata, agar tampak lebih menarik dan membuat penasaran banyak orang yang mengunjungi.     

Di sini, pengunjung terbanyak justru mereka yang datang dari jauh di hari Selasa.  Mereka yang datang dari berbagai daerah seperti Bengkulu, Palembang, Jambi, Padang dan lain-lain itu, biasanya menyeberang Danau Batu Tegi ini dengan perahu untuk mencari berkah air mancur yang terdapat di salah satu pulau di tengah Danau,” kata  Pak Tua ini lebih lanjut  

Cukup lama kami berteduh dari hujan yang deras, sambil menikmati jualan makanan ringan keripik singkong pedas khas Lampung di warungnya. Akhirnya, ketika hujan  mulai mereda, kami pun melanjutkan perjalanan ke lokasi bagian lain, yaitu PLTA Site Plant. Di sana, di ketinggian 690 meter di atas  jalan bendungan selebar 5 meter tersebut, mengasyikkan. Karena membuat mata pengunjung dapat memandang luas jauh ke tengah danau dan ekearah bukit/gunung yang mengelilingnya. Dari atas lokasi ini, tampak gunung-gunung dan bukit di sekitar yang seperti mau mendekat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun