Mohon tunggu...
Rendra Trisyanto Surya
Rendra Trisyanto Surya Mohon Tunggu... Dosen - I am a Lecturer, IT Auditor and Trainer

(I am a Lecturer of IT Governance and IT Management. And IT AUDITOR and Trainer in CISA, CISM, CGEIT, CRISC, COBIT, ITIL-F, PMP, IT Help Desk, Project Management, Digital Forensic, E-commerce, Digita Marketing, CBAP, and also Applied Researcher) My other activity is a "Citizen Journalist" who likes to write any interest in my around with DIARY approached style. Several items that I was writing in here using different methods for my experimental, such as "freestyle", "feeling on my certain expression," "poetry," "short stories," "prose," "travel writing," and also some about popular science related to my field. I use this weblog (Kompasiana) as my experiment laboratory in writing exercise, Personal Branding and my Personal Diary... So, hopefully..these articles will give you beneficial or inspiration and motivation for other people like my readers...! ... Rendratris2013@Gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Tugu “Teuku Umar” dan Becak Aceh (Catatan Perjalanan Nostalgia ke Meulaboh)

26 Oktober 2015   02:22 Diperbarui: 26 Oktober 2015   19:46 1134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kami kemudian menginap di Hotel TIARA, yang berlokasi di Jalan Teuku Umar yang merupakan satu dari dua hotel terbaik yang ada. Ketika memasuki hotel melati 3, yang bertarif antara Rp 250.00 sampai Rp 450.00 itu, mengingatkan saya sewaktu menjadi anggota Pramuka Penggalang. Hotel ini dulu tahun 1977 merupakan Kantor Kwarda Pramuka Kabupaten Aceh Barat. Jadi, di sini lah, lebih dari satu bulan kami hampir tiap sore hingga malam, latihan pramuka di halamannya yang luas. Meskipun kini, bekas-bekas pohon rindang dan rumput ilalang yang sangat cocok untuk latihan berkemah itu, sudah tak terlihat lagi.

 (Keterangan photo: Penulis di toko souvenir. Suatu tempat yang  selalu menarik perhatian bila ke mana pun berpergian, buat mengkoleksi pernik-pernik memorablia yang khas daerah tersebut. Toko "CINTA DAMAI" ini pun menjual hampir semua pernik khas Aceh di kota Meulaboh. "Sebagian buatan khas masyarakat Meulaboh sendiri, sebagian hasil kerajinan dari Banda Aceh, Ibu Kota Propinsi," kata pemilik toko. / Photo: dok pribadi)"

 

***

Setelah beristirahat seharian, keesokannya  saya jalan-jalan di sekitar hotel melihat-lihat situasi sambil bernostalgia. Saya kemudian menuju ke satu-satunya toko souvenir yang menjual pernik khas Aceh di Meulaboh, yang berlokasi persis di depan hotel. Lalu, tampak sebuah becak khas Aceh, yaitu motor Suprapit yang dimodifikasi dan digabung dengan gerbang becak di sampingnya itu, parkir di depan hotel. Inilah Becak Aceh, sebagaimana sering kita temui tampak mondar-mandir di semua daerah di Propinsi Aceh. Setelah tawar menawar harga, akhirnya disepakati mengantar saya berkeliling kota Meulaboh bernostalgia.

“ Tapi jangan lupa, perjalanan terakhir kita nanti mampir ke Pantai Ujong Kala. Saya mau melihat Tugu Teuku Umar, “ kata saya mengingatan Pak Ilyas, si tukang becak yang lugu dan baik hati tersebut.

    Setelah puas berkeliling kota yang sebenarnya termasuk kategori kota kecil ini. Menjelang sore, kami akhirnya sampai ke lokasi salah satu objek wisata di sini, yaitu Pantai Ujong Kala. Lokasi Kota Meulaboh yang langsung berhadapan dengan Samudera Hindia, membuat pantai ini enak dipandang. Angin sepoi yang semakin kencang berhembus, membuat orang betah berlama-lama di sini. Pasir putih alaminya  mengingatkan saya pantai-pantai di BALI. Hanya di sini tidak terlihat hiruk pikuk banyak turis asing. Pantai Ujong Kalak seperti "bernyanyi sendiri" bersama suara deburan ombaknya dan angin sepoi laut yang menderu dengan kencang dari laut bebas Samudera Hindia yang menjadi improvisasinya.

Saya kemudian berjalan menuju ke Tugu Teuku Umar yang berada di sekitar kawasan itu. Di sana saya berdiri tertegun cukup lama!

Di sinilah  tanggal 11 Februari 1899, Pahlawan Nasional dari Aceh ini, tersungkur sambil memegang dadanya yang terkoyak peluru emas Belanda, yang telah mengintainya sejak lama. Umar tewas karena disiasati oleh warga lokal yang menjadi pengkhianat. Posisi tempat tewasnya Teuku Umar inilah tempat Tugu ini berdiri. Tugu ini sebenarnya sudah bergeser ke arah pinggir pantai, karena lokasi yang sebenarnya ditenggelamkan oleh kedahsyatan Tsunami Aceh tahun 2004 lalu ke dalam laut.

Saya lalu membayangkan masa-masa kecil Teuku Umar. Menurut sejarah Aceh, Teuku Umar termasuk anak yang aktif dan "bandel" (yang selalu bertindak 'out of the box' di masanya). Dia seringkali tidak mau tunduk kepada kemauan siapapun. Ia suka berkelahi mempertahankan pendiriannya dan sering berkelana ke hutan dengan membawa kelewang, yang panjangnya hampir setinggi badan kecilnya itu. Namun kecerdasan, kepercayaan diri dan keberaniannya ini, yang menyebabkan Umar selalu menjadi pemimpin di lingkungannya.

Hingga pemerintah Belanda pun tertarik untuk melatihnya berperang, dan mengangkatnya menjadi Penglima Besar Gubernemen untuk wilayah Meulaboh dan sekitarnya saat itu. Namun, jabatannnya ini hanya sebentar dia nikmati, karena kemudian dipecat! Umar diberhentikan, karena dengan berani, nekat  dan cerdik mengambil kesempatan membawa 800 pucuk senjata Belanda serta ribuan pelurunya untuk dibagikan ke para pejuang Aceh yang sedang "sekarat" melawan Belanda saat itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun