Mohon tunggu...
Rendra Trisyanto Surya
Rendra Trisyanto Surya Mohon Tunggu... Dosen - I am a Lecturer, IT Auditor and Trainer

(I am a Lecturer of IT Governance and IT Management. And IT AUDITOR and Trainer in CISA, CISM, CGEIT, CRISC, COBIT, ITIL-F, PMP, IT Help Desk, Project Management, Digital Forensic, E-commerce, Digita Marketing, CBAP, and also Applied Researcher) My other activity is a "Citizen Journalist" who likes to write any interest in my around with DIARY approached style. Several items that I was writing in here using different methods for my experimental, such as "freestyle", "feeling on my certain expression," "poetry," "short stories," "prose," "travel writing," and also some about popular science related to my field. I use this weblog (Kompasiana) as my experiment laboratory in writing exercise, Personal Branding and my Personal Diary... So, hopefully..these articles will give you beneficial or inspiration and motivation for other people like my readers...! ... Rendratris2013@Gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Tugu “Teuku Umar” dan Becak Aceh (Catatan Perjalanan Nostalgia ke Meulaboh)

26 Oktober 2015   02:22 Diperbarui: 26 Oktober 2015   19:46 1134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="(Keterangan photo: Penulis akhirnya mencoba merasakan bagaimana membawa Becak Aceh yang unik ini, berkeliling Pantai Ujong Kalak dan Tugu Teuku Umar, di bawah gerahnya udara Meulaboh / Photo: dok pribadi)"]

[/caption] 

Udara pantai ini pun akhirnya mulai berkurang panasnya menjelang sore. Lalu saya iseng mencoba becak motor Aceh yang mengantarkan saya ini, berkeliling pantai Ujong Kala dan mengelilingi Tugu Teuku Umar. Wah, ternyata asyik juga mengendarai  Becak Aceh ini! Mirip seperti membawa motor Suprafit. Hanya bedanya, terasa lebih berat dengan adanya badan becak yang harus dibawa di samping kiri, terutama jika hendak berbelok ke arah kiri. Pak Ilyas, si tukang becak tertawa-tawa lucu melihat saya bergaya sambil ‘termehek-mehek” membawa becak kesayangannya itu. Terpikir oleh saya, “Alangkah melelahkannya pekerjaan Pak Ilyas ini. Dia setiap hari membawa becak ini dengan jarak tempuh yang panjang menjalankan profesinya sebagai tukang becak degan tekun. Demi menghidupi anak isterinya di rumah”.

Akhirnya, ketika hari menjelang magrib, kami pulang. Di tengah jalan, saya ajak tukang becak tersebut mampir ke salah satu warung menikmati kopi tarik khas Aceh. “Pak, ayo ikut saya ke dalam. Kita ngopi-ngopi dulu..” kata saya ke Pak Ilyas si Tukang Becak. . Dia menampik “Tidak usah..saya menunggu di luar saja,” katanya enggan sambil terheran-heran. Rupanya tradisi di sana, tidak sopan kalau ada penumpang becaknya yang mengajak minum kopi, lalu duduk satu meja bareng. 

Sudah, ikut saja ke dalam,” kata saya dengan menariknya masuk. Di dalam saya ngobrol kesana-kemari dengannya, sambil bertanya-tanya  tentang Meulaboh sepanjang yang dia pahami.

Tiba-tiba, di dinding warung kopi itu tampak lukisan menarik dari Teuku Umar yang sudah lama sekali tidak saya lihat. Di bawah photo itu tertulis angka 1854-1899. Angka ini menujukkan kelahirannya dan tahun meninggalnya Sang Johan Pahlawan ini. Tapi yang menarik buat saya, adalah tulisan yang berbunyi begini:

Beungoh singoh geutanyoe jep kupi di keude Meulaboh. Atawa ulon akan syahid.....

(Maknya kurang lebih sebagai berkut:  Besok pagi setelah waktu penyerangan, kita akan merayakannya dengan minum kopi di Meulaboh. Tapi kalau saya menang melawan Belanda si penjajah itu. Atau, saya yang akan gugur di sini sebagai mati syahid....). Inilah kalimat terakhir sang Pahlawan yang selalu di kenang masyarakat Aceh hingga saat ini. Seolah-olah menjadi  semacam mantra yang selalu memberi semangat (spirit) dalam setiap perjuangan apa pun yang dilakukan oleh umumnya orang Aceh.  Mengambil resiko, tampaknya bukan hal yanga aneh bagi masyarakat Meulaboh.  Karena Teuku Umar, Sang Johan Pahlawan "telah mengajarkan", bahwa bagi seorang pemiimpin, meretas batas antara hidup dan mati  itu, hanyalah soal waktu ... Bukankah setiap perjuangan selalu ada pengorbanan? Dan Teuku Umar sepertinya telah "membaca" akhir dari perjalanannya tersebut yang dianggapnya tidak sia-sia...

[caption caption="(Keterangan photo: Wajah berwibawa Sang Johan Pahlawan: Teuku Umar,  dengan Kopiah Meukotop-nya ini, yang sering disebut dengan Topi Teuku Umar, telah menjadi warisan budaya tersendiri yang menghiasi setiap Pakaian Adat Pria  Aceh hingga saat ini. Wajah senyum wibawa yang  sering saya lihat ketika kecil, terpampang dengan bangga di hampir semua ruang kelas anak-anak sekolah di Aceh)"]

[/caption] 

 

Ya, saya pun akhirnya, besok juga akan melanjutkan perjalaan mengikuti rombongan Iskandar AB ke Banda Aceh (sebelum kembali ke Jakarta). Jadi, jika Teuku Umar menandai kemenangan perjuangannya dengan merayakannya dengan menikmati kopi. Maka saya pun, akan menandai akhir dari perjalanan saya ke kota kenangan masa remaja ini: Meulaboh, dengan menjerumput kopi.... "Kupi" Tarik Aceh yang tak kalah nikmatnya itu...!

==============================

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun