Mohon tunggu...
Rendra Trisyanto Surya
Rendra Trisyanto Surya Mohon Tunggu... Dosen - I am a Lecturer, IT Auditor and Trainer

(I am a Lecturer of IT Governance and IT Management. And IT AUDITOR and Trainer in CISA, CISM, CGEIT, CRISC, COBIT, ITIL-F, PMP, IT Help Desk, Project Management, Digital Forensic, E-commerce, Digita Marketing, CBAP, and also Applied Researcher) My other activity is a "Citizen Journalist" who likes to write any interest in my around with DIARY approached style. Several items that I was writing in here using different methods for my experimental, such as "freestyle", "feeling on my certain expression," "poetry," "short stories," "prose," "travel writing," and also some about popular science related to my field. I use this weblog (Kompasiana) as my experiment laboratory in writing exercise, Personal Branding and my Personal Diary... So, hopefully..these articles will give you beneficial or inspiration and motivation for other people like my readers...! ... Rendratris2013@Gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Kontras Cihampelas Bandung: Ciwalk "Mewah" dan Kawasan "Kumuh" Mahasiswa PLESIRAN

23 Oktober 2015   17:02 Diperbarui: 25 Oktober 2015   09:17 1413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Kawasan Kumuh Mahasiswa PLESIRAN

          Seiring dengan perkembangan munculnya kampus-kampus besar di sekitar Cihampelas, maka kawasan Plesiran ini kemudian terkenal dengan sebutan “Taman Sari Golden Slump”. Mencakup kawasan mulai dari Kebon Binatang, Plesiran, Kebon Bibit hingga ke Taman Sari Bawah. Meskipun daerah ini kumuh karena kepadatannya yang tinggi, dengan gang-gang kecil yang hanya bisa dilewati dengan berjalan kaki atau motor. Namun mayoritas penduduknya unik, yaitu mahasiswa dari kampus besar di Bandung seperti ITB, UNISBA dan UNPAS.

Ketika memandangi kawasan ini dari atas, yaitu  lantai 3 Hotel Sensa ini, pikiran saya kemudian menerawang ke belasan tahun silam. Tahun 1980, ketika sayamasih remaja baru saja lulus SMA, datang dari Aceh ke Bandung dan tinggal di kawasan ini. Saya menempatti salah satu sudut kecil sebuah rumah, tepatnya di gang Plesiran no 26 . Sebagaimana mahasiswa umumnya waktu itu. Tak jarang di tempat kost sempit ini kami hanya makan satu kali saja dalam sehari. Karena begitu sibuk waktu yang ada habis dengan belajar, mengerjakan tugas dan praktek di laboratorium. Jadi, sering kali tidak sempat sarapan. Tapi mungkin juga, karena kiriman wesel dari orangtua yang seringkali tidak cukup. Sekali-kali saja, jika sedang dapat job tambahan, misalnya menjadi asisten dosen, atau mendapat honor dari mengajar les matematika ke anak-anak SMP/SMA di sekitar kost-an. Barulah ada uang tambahan buat makan yang sedikit lebih enak. Biasanya dengan ceria, saya pun berbunga-buinga mendatangi kost pacar, membawa dia pergi sambil men-traktir makan ke warung-warung tenda di sekitar Jalan Taman Sari.  Kalau sudah begini, makan kerang rebus dengan sambel kacang pedasnya itu, terasa luar biasa nikmatinya.. (hehe2....)

[caption caption="(Keterangan photo: Aliran sungai Cikapundung tampak dari atas meliuk-liuk membelah melewati kawasan Kebon Binatang, PLESIRAN, Kebon Bibit hingga Taman Sari Bawah. Rumah-rumah kumuh ini, terutama bagi mahasiswa yang pernah tinggal dan kost di kawasan ini selama bertahun-tahun: pasti menyimpan banyak cerita!  Setiap pagi, biasanya terlihat ramai mahasiswa dan mahasiswi berbondong-bondong keluar dari gang-gang rumah sempit tersebut, menuju ke kampus masing-masing di sekitar Jalan TamanSari.  Pulangnya, seiring dengan dinginnya malam kota Bandung, sering tampak pula di tengah malam beberapa mahasiswa  menyusuri gang-gang sempit menyeberang sungai ini, mencari Mang tukang sate,nasi goreng atau mie rebus yang sudah terlanjur lewat. Buat mengisi  perut lapar di tengah malam di kesibukkan belajar mengerjakan tugas kuliah / Text by Rendra Tris dan photo: Anisavitri.wordpress.com)"]

[/caption]

 

Sungguh!

Tak pernah dibayangkan sebelumnya, bahwa hari ini saya duduk manis di Hotel mewah di sebelah kawasan ini. Makan di Hotel Sensa, sambil memandang ke kumuhan masa lalu saya dari ketinggian. Hotel ini pun sebenarnya dulu merupakan kawasan Golden Slump kost-kostan mahasiswa juga, yangkemudian dibeli diambil alih. Hingga kini, tampaknya suasana mahasiswa di sana masih tidak banyak berubah. Nongkrong di Ciwalk,  bagi kebanyakan mahasiswa yang kost di Plesiran tersebut, merupakan bayang-bayang. Ciwalk buat mereka, seringkali dibayangkan sebagai suatu yang tidak bisa sering-sering dilakukan karena tak terjangkau. Ciwalk menjadi semacam oase orang-orang kota, tempat rendevouz dan bersantai para anak-anak muda kaum borjuis, kata salah seorang mahasiswa baru ITB yang berasal dari salah satu pelosok desa di Pulau Jawa itu.

Dari pojok pinggir restoran Hotel Sensa, yang menghadap ke arah Selatan ke kawasan rumah padat kumuh ini, saya pun mencoba mencari-cari: di mana tempat kost saya dulu di Gang S Kandi II Kebon Bibit itu ? Sambil mengingat masa-masa sulit dulu, saat-saat dimana ayam yang dimasak oleh pembantu kami (bibi) di rumah kost itu sering harus dibagi menjadi potongan kecil. Saya juga mencari-cari (walaupun tentu saja tak terlihat). Mana kamar kost dulu yang berukuran 3x2,5 meter itu. Kamar ukuran kecil yang terpaksa diisi berdua dengan menggunakan  tempat tidur tingkat, untuk menghemat biaya. Lampu baca yang dijatah di kamar itu, hanya berkapasitas 40 watt. Yang akhirnya ikut pula menyumbang semakin tebalnya kacamata minus yang saya pergunakan, hingga hari ini.

Gang-gang kecil yang tampak samar-samar dari kejauhan tersebut, mengingatkan saya juga: bagaimana dulu motor GL Merah kesayangan yang sering mondar-mandir menyusuri gang-gang tersebut. Menjemput sang kekasih yang juga kost di kawasan ini. Dia, kalau sedang ditraktir makan di warung tenda di Jalan Tamansari, tampaknya senang bukan main. “Buat aku, yang lebih menyenangkan justru karena kamu datang menjemput,” begitu suatu kali sang pacar mencurahkan ekspresi kegembiraannya. Lalu saya memeluknya, sambil mengatakan “Kamu juga! Kehadiranmu membuat rasa bosan saya di kampus menjadi terobati.” Wah, bukan main! Suatu ekspresi dari sikap pasangan anak muda (waktu itu), yang polos dan begitu sederhana: berkencan hanya di warung nasi goreng atau kerang rebus. Spontanitas romantisme ala tempo dulu yang apa adanya, yang mungkin jarang bisa ditemui lagi dewasa ini. Hm, apa masih ada anak-anak muda sekarang yang mau berkencan di warung nasi goreng... ?

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun