Mohon tunggu...
Rendra Prasetya
Rendra Prasetya Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Manusia Biasa Saja

Tukang Kopi, menjadi biasa saja

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Kita (masih) Di dalam Tempurung Korupsi

5 Januari 2025   13:56 Diperbarui: 5 Januari 2025   13:56 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita (masih) Dalam Tempurung Korupsi

'' KITA SEDANG DALAM TEMPURUNG KORUPSI"

Kajian sederhana tentang perilaku koruptif

Oleh Rendra Parsetya 

Warga Negara Biasa Saja

Serang, 05 Januari 2025

Pendahuluan

Tanggal 30 Desember 2024 adalah satu hari menjelang pergantian tahun 2024 dan menyambut kemeriahan pesta pergantian tahun yang  biasa dilakukan oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. Namun seolah menjadi kado ulang tahun bagi bangsa Indonesia, Organisasi Nirlaba Global Luar Negeri merilis laporan tahunan bagi Tokoh Paling Korup Di Dunia. Organisasi itu adalah OCCRP atau Organized Crime and Corruption Reporting Project pada tanggal 30 Desember 2024 yang menobatkan Mantan Presiden Suriah Bashar Al Ashad sebagai Tokoh Paling Korup Di Dunia berdasarkan laporan Investigasi Globalnya. Saya kutip dari halaman website nya yaitu https://www.occrp.org/en/announcement/occrp-names-ousted-syrian-leader-bashar-al-assad-as-person-of-the-year-in-organized-crime-and-corruption.

Ada hal yang menarik dalam laporan itu bagi bangsa Indonesia bahwa mantan Presiden  Joko widodo atau lebih familiar disebut Presiden Jokowi menjadi salah satu dari 5 orang finalis penghargaan tersebut. Seperti biasa di negara kita khususnya di dunia socmed dan liputan analisis tayangan podcast bertaburan wacana pro dan kontra. Dilaketika Digital mulai terjadi di masyarakat digital Indonesia. Banyak yang setuju tetapi banyak juga yang menolak laporan investigasi para jurnalis di organisasi OCCRP tersebut.

Bantah membantah di social media terungkap dari beragam status para netizen. Hal yang menarik adalah bahwa publik yang pro pada Presiden Jokowi beranggapan itu adalah propaganda dari para barisan sakit hati, tetapi para pihak yang pro pada laporan OCCRP itu terus melakukan amplifikasi atas laporan tersebut. Bahkan pihak OCCRP membuat tanggapan atas keraguan hasil laporan tersebut. Kalrifikasinya biusa anda baca di alamat websitenya yaitu https://www.occrp.org/en/announcement/behind-the-decision-indonesia-how-occrps-person-of-the-year-highlights-the-fight-against-corruption

Perilaku Koruptif Di Indonesia

Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruptio memiliki arti beragam yakni tindakan merusak atau menghancurkan. Corruptio juga diartikan kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.

Telah banyak perlawanan melawan perilaku koruptif ini di negara kita. Seperti halnya sebuah penyakit menular dan sulit untuk kita berantas, perilaku korupstif terus berevolusi, terus berubah dan menjelma pada setiap sudut pandang dan tindakan yang baru.

Keputusan MK Nomor 90 yang menganulir ambang batas usia wakil Presiden dianulir tepat dengan diusungnya Putra Presiden Jokowi untuk sah bertarung di Pilpres 2024 lalu. Praktek culas menurut hampir sebagian tokoh dan pengamat di Indonesia tak menghalangi diterapkannya proses mendadak seperti itu. Kasus tiba-tiba Pak Airlangga Hartarto mendadak mundur dari kursi Ketua Umum Golkar sesaat setelah dipanggil KPK atas dugaan kasus Korupsi di Kementrian. Dan dugaan keterlibatan Partai Coklat atas kecurangan dalam Pilpres, Pileg dan Pilkada 2024 lalu menambah daftar perilaku koruptif yang mulai dinormalisasi di negara kita.

Bahkan tudingan, Proyek Strategis Nasional dan Proyek-proyek pemerintah terdeteksi oleh PPATK terdapat aliran uang hasil-hasil proyek mengalir kepada rekening-rekening para penguasa negeri ini. 

Tudingan penggelontoran uang besar-besaran apada anak-anak Presiden Jokowi atas usaha dan gurita bisnisnya telah dilaporkan ke KPK, kasus Private Jet, serta kasus izin tambang di Maluku Utara yang dikenal sebagai skandal Tambang yang diungkap tersangka di Pengadilan yang diduga meilbatkan Menantu dan Anak Presiden pun terbentang luas informasi dan datanya.

Atas kenyataan perilaku-perilaku koruptif yang dilakukan penguasa dan elite politik negeri ini, saya meyakini bahwa jalan terjal bahkan kekalahan melawan korupsi di depan mata. Korupsi tak ada obat, Kita terjebak.

Tempurung Otak Kita isinya Perilaku Koruptif.

Usaha pencegahan perilaku korupsi penuh dengan retorika ilusi semata. Bagaimana tidak, program anti korupsi sudah berlanggsung 10 tahun lebih dan di awali sejak Pemerintahan Megawati dan SBY lalu. Tetapi Indeks Korupsi di Indonesia terus merosot. Dalam Film Dokumenter "Dirty Vote" di kanal Youtube https://www.youtube.com/watch?v=yHX7N-gcvhQ jelas ditemukan banyak sekali data fakta menarik bagaimana perilaku koruptif di film tersebut terutama masalah memanipulasi hukum dan menjadi hal yang normal.

Saya begitu tertarik akan masalah perilaku korupstif di negara kita ini ternyata banyak di temukan di buku-buku sejarah sejak jaman Hindia Belanda dahulu kala. Bagaimana para Raja dan penguasa lolak bekerja sama dengan pemerintah Hindia Belanda, Inggris, Perancis dan Portugis memanipulasi laporan keuangan dan kekayaan sehingga rakyat Nusantara Pulaj Jawa dan Sumatera ketika itu mengalami kemiskinan, kelaparan, kebodohan dan penyebaran penyakit yang tak bisa ditangani.

Buruknya sikap perilaku bangsa Kita seakan menjadi kutukan tidak berkembangnyua Negara Indonesia akibat penjajahan dan sebagai daerah koloni yang diwarisi sifat buruk yaitu perilaku korupstif yang tak pernah bisa lenyap dari alam bawah sadar bangsa kita,

Kita seolah terjebak dan tak bisa keluar dari sebuah penyakit pikiran yang menjadi sebuah tindakan buruk dan jahat yaitu perilaku koruptif. Perilaku ini seolah-seolah selalu menjadi pemenang atas frustasinya kebulatan tekad memeranginya. Faktor ekonomi, budaya dan kebiasaan di masyarakat kita akhirnya tak mampu mencegah dan melawannya.   

Otak kita butuh asupan energi positif

Masyarakat Kita umumnya memang mempunyai sikap tepo seliro, saling menghormati dan memiliki empati yang besar. Kadangkala sikap dan sifat itu tak mampu menjadi kekuatan perlawanan terhadap perilaku koruptif. Contoh hal yangat sangat sederhana adalah persaingan memasukan anak sekolah pada sekolah favorit dengan sistem zonasi menimbulkan tragedi atas akal sehat. Apapun dilakukan para orang tua untuk 'mengakali' aturan zonasi demi buah hati masuk ke sekolah favorit. Masuk ke institusi pemerintahpun juga marak dengan suaop dan gratifikasi. Bahkan di dunia audit dan pemeriksaan terjadi suap menyuap atas sebuah temuan. Kejadian yang terjadi pada auditor BPK RI bahkan Pimpinan BPK RI pun terjadi perilaku koruptif itu.

Hanya satu kata yang harys diterapkan pada otak kita semua yaitu "LAWAN.!". Dan ternyata kata itu sulit berada di tempurung otak kita. Kata itu semakin lemah dan kita tak berdaya. Energi positif yang mungkin bisa kita lakukan adalah kembali yakin akan konsep DOSA, Dan Hukuman yang akan diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa pada Mahkluknya yang melakukan perbuatan Dosa.

Konsep di dalam agama yang kita kenal yaitu DOSA, hanya bisa dilawan oleh sebuah energi positif yang patut kita tumbuhkembangkan dalam tempurung otak kita sejak dini, bahkan bisa kita riset pada otak kita sekarang juga. Energi positif ini harus sama-sama kita terapkan dan berani mengatakan TIDAK PADA KORUPSI.!. Kalimat itu jangan dijadikan sebuah slogan tetapi dijadikan sebuah konsep dalam tempurung otak kita sebagai energi yang mampu menghasilkan tindakan terpuji bukan tindakan DOSA.  

Melawan ilusi dalam tempurung Otak Kita

Konsep DOSA yang telah ada ribuan tahun lalu Ketika manusia menemukan Agama, adalah tindakan yang melanggar perintah Tuhan YME sebagaimana dilakukan Adam dan Hawa yang termaktub dalam kitab suci. Perlawanan atas pengingkaran ini sudah berusia tua dan sebagai budaya primitif yang wajib kita terapkan selamanya dan bersemayam di dalam otak kita. Perilaku Koruptif harus kita anggap sebagai tindakan melanggar perintah Tuhan dan sebaiknnya memang konsep melawan perilaku korupstif tidak hanya dilakukan sebagai kegiatan seremonial belaka. Memasang spanduk, banner, dan kegiatan show up terbukti tak ada gunanya. Bahkan hanya menghamburkan anggaran semata, sementara dampaknya tidak ada sama sekali.

Ilusi atas itu semua harus mulai dari dalam tempurung otak kita. Semacam bahasa Algoritma dam Deep Machine Learning yang diterapkan di Artifial Intelligemce. Otak kita diharapkan mampu secara otomatis menanamkan semacam chip bahwa 'perilaku koruptuf' otomatis di'ignore' dari tindakan kita di manapun dan dalam keadaan apapun. Sehingga manusia layaknya AI mampu berbuat baik dan positif serta terhindar dari perilaku korupif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun