Mohon tunggu...
Rendi Wirahadi Kusuma
Rendi Wirahadi Kusuma Mohon Tunggu... Penulis - Universitas Pakuan

Seorang mahasiswa Hukum di Universitas Pakuan, gemar dalam membaca, belajar, dan mendalami setiap seluk belum ilmu pengetahuan terkait hukum, penelitian dan penulisan sudah menjadi kewajiban, penuangan argumentasi dalam berdebat sudah menjadi kebutuhan dalam kehidupan, mengkritisi dan memahami adalah kegiatan keseharian.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Tantangan Dalam Penerapan Doktrin Piercing The Corporate Veil Dalam Pengungkapan Tindak Pidana Korupsi

26 Januari 2025   20:15 Diperbarui: 26 Januari 2025   20:15 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
muhamadiyah, korupsi di indonesia https://images.app.goo.gl/HD9dYPCQKv97DSio8

Van rechtswege nieting; null and void 

- suatu proses peradilan yang dilakukan tidak menurut hukum adalah batal demi hukum.

 

korupsi adalah suatu tindakan melawan hukum dengan melakukan kerugian uang negara dan bahkan disebut extraordinary crime yaitu kejahatan luar biasa dan dikutuk oleh masyarakat. Namun jika menelaah lebih dalam Dewan juri piercing the corporate veil sering diterapkan dalam kasus-kasus perdata yang melibatkan kontrak atau kewajiban perusahaan yang tidak dipenuhi oleh pengurus atau pemiliknya. terutama untuk menangani penyalahgunaan entitas korporasi oleh pemegang saham atau pengurus dalam kasus seperti penipuan dan penggelapan keuangan . Dalam konteks hukum pidana, khususnya tindak pidana korupsi, penerapannya menjadi problematis dan menimbulkan perdebatan.  Apaladi dengan penerapan prinsip piercing the corporate veil dalam tindak pidana korupsi dapat mengkriminalisasi orang yang tidak bersalah.
Karena doktrin ini berpotensi mengabaikan asas personal responsibility dalam hukum pidana. Semua pihak yang terkait dengan korporasi (seperti pemegang saham, komisaris, atau karyawan) bisa dianggap bertanggung jawab, meskipun tidak keterlibatan langsung dalam tindak pidana. Ini bertentangan dengan prinsip bahwa hanya individu yang bersalah secara personal yang dapat dijerat pidana dan melanggar asas praduga tak bersalah.

Pasal 8 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman:

"Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau dihadapkan di muka pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap."

Untuk menjaga marwah pancasila di sila ke 2 yaitu "kemanusiaan yang adil dan beradab" dimana setiap orang tidak berhak dijadikan  sebagai orang yang bersalah dan hal ini secara tidak eksplisit memicu tindakan diskriminasi kepada seseorang.

Urgensi :

A rawan tindakan kriminalisasi

B terjadinya tumpang tindih terhadap klasifikasi hukum

C ditakutkan terjadinya tirani of law dan anarki law

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun