Pada Revolusi Industri 5.o menghantarkan peradaban manusia menuju peradaban serba instan dan cepat, akses informasi yang semakin cepat membuat siklus kehidupan berputar lebih cepat. Hal ini ditandai Tekhnologi bernama AI(Artificial Intelligence) yang diterapkan dalam berbagai sektor, seperti kesehatan, pendidikan, keuangan, dan transportas, yang membawa manfaat besar namun juga dapat menimbulkan tantang hukum dan etika. Di Indonesai, manfaat besar mungkin dapat saja dirasakan oleh masyarakat khususnya anak generasi muda, namun regulasi terkait AI masih berada pada tahap awal, sehingga penting bagi kita untuk membahas bagaimana hukum dapat mengatur penggunaan AI agar tetap sejalan dengan prinsip Hukum Yaitu Keadilan, Privasi, Dan Hak Asasi Manusia.
Tantangan Dan Perlindungan Data Pribadi
dalam pasal 30 UU No. 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) bahwa setiap pihak yang memproses data pribadi harus mendapatkan persetujuan dari pemilik data. namun dalam fokus AI, pengumpulan data besar besaran tanpa izin dapat dianggap pelanggaran hukum apalagi AI mengambil sejumlah sumber dari karya yang juga melanggar Hak Kekayaan Intelektual. lalu dalam pasal 46 UU PDP juga mengatur sanksi administratif bagi pelanggaran pengelolaan data pribadi, seperti denda hingga pencabutan hak izin usaha, lalu dalam pasal 26 UU No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik (UU ITE) bahwa hai individu untuk privasi harus dijaga, termasuk penggunaan data digital. dengan seperti itu dapat dimungkinkan AI sebagai tekhnologi yang dapat melanggar hukum yang berlaku.Â
Etika Dan Diskriminasi Algoritma
Didalam pasal 28D Ayat (1) UUD 1945 bahwa setiap orang berhas atas perlakuan yang adil dan perlindungan hukum yang sama. dalam konteks AI, Diskriminasi Algoritma Dapat Melanggar Hak ini. Lalu di pasal 3 UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM mengatur terkait penjaminan nondiskriminasi dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam Tekhnologi. Lalu juga dipasal 359 KUHP mengatur sanksi pidana jika kelalaian seseorang menyebabkan kematian.
Apakah Ada Peluang Untuk Regulasi AI?Â
Peluang Regulasi AI yang Legal dan Beretika
Kecerdasan buatan (AI) telah menjadi pilar transformasi digital di berbagai bidang, seperti kesehatan, pendidikan, hukum, dan industri. Namun, perkembangan AI juga menghadirkan tantangan hukum yang signifikan, seperti pelanggaran privasi, diskriminasi algoritma, dan tanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh sistem AI. Untuk memastikan AI berkembang tanpa melanggar hukum, regulasi yang komprehensif, fleksibel, dan beretika sangat penting.
Berikut adalah peluang regulasi yang dapat dikembangkan:
1. Pengaturan Privasi dan Perlindungan Data Pribadi
Privasi adalah salah satu isu utama dalam penggunaan AI. Sistem AI sering memerlukan data besar (big data) untuk melatih algoritmanya, tetapi pengumpulan dan pemrosesan data ini dapat melanggar hak privasi individu.
Peluang regulasi yang dapat dilakukan:
- Kebijakan Data yang Transparan:
Regulasi harus mewajibkan penyedia AI untuk memberikan informasi yang jelas kepada pengguna tentang jenis data yang dikumpulkan, tujuan penggunaannya, dan lamanya data disimpan. - Enkripsi dan Keamanan Data:
Regulasi harus mewajibkan penyedia layanan AI untuk mengimplementasikan teknologi enkripsi tingkat tinggi guna melindungi data pengguna dari akses ilegal. - Sanksi yang Tegas:
Pelanggaran privasi oleh sistem AI harus dikenai sanksi administratif dan pidana sesuai dengan UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
Dasar hukum yang mendukung:
- Pasal 30 dan 46 UU No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.
- Pasal 26 UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
2. Penjaminan Keamanan dan Keandalan Teknologi AI
AI yang tidak diawasi dapat menghasilkan keputusan yang salah atau berbahaya, seperti kendaraan otonom yang menyebabkan kecelakaan atau sistem kesehatan yang salah diagnosis.
Peluang regulasi yang dapat dilakukan:
- Sertifikasi dan Pengujian Keamanan:
Regulasi harus mewajibkan pengembang AI untuk menguji keandalan sistem mereka sebelum diluncurkan ke pasar. Pengujian ini dapat mencakup simulasi berbagai skenario penggunaan untuk memastikan keamanan. - Kewajiban Pembaruan Sistem:
Regulasi harus mewajibkan pengembang AI untuk menyediakan pembaruan perangkat lunak yang berkelanjutan untuk memperbaiki bug atau kerentanan keamanan. - Pengawasan oleh Otoritas Khusus:
Membentuk badan pengawas khusus untuk AI yang bertugas memantau penerapan teknologi ini di berbagai sektor.
Dasar hukum yang mendukung:
- Pasal 1365 KUH Perdata tentang tanggung jawab atas perbuatan yang merugikan orang lain.
- Pasal 359 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan kematian.
3. Pencegahan Diskriminasi Algoritma
Algoritma AI yang bias dapat menyebabkan diskriminasi dalam berbagai bentuk, seperti ketidakadilan dalam proses rekrutmen kerja, pemberian kredit, atau sistem pengawasan keamanan.
Peluang regulasi yang dapat dilakukan:
- Audit Algoritma Secara Berkala:
Regulasi harus mewajibkan perusahaan untuk melakukan audit independen terhadap algoritma AI mereka untuk memastikan tidak ada bias diskriminatif. - Pengungkapan Publik:
Regulasi dapat mewajibkan pengembang AI untuk mengungkap cara kerja algoritma mereka (transparansi algoritma), khususnya dalam keputusan yang berdampak besar pada masyarakat. - Mewajibkan Data Representatif:
Regulasi dapat mewajibkan pengembang AI untuk melatih sistem mereka dengan data yang representatif dan inklusif untuk meminimalkan bias.
Dasar hukum yang mendukung:
- Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 tentang hak atas perlakuan yang adil.
- Pasal 3 UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
4. Pembentukan Tanggung Jawab Hukum yang Jelas
Tanggung jawab hukum adalah salah satu tantangan utama dalam regulasi AI, khususnya ketika terjadi kesalahan atau kerugian akibat teknologi ini.
Peluang regulasi yang dapat dilakukan:
- Klasifikasi Tanggung Jawab:
Regulasi dapat mengatur siapa yang bertanggung jawab atas kesalahan AI, baik itu pengembang, penyedia layanan, atau pengguna akhir. - Asuransi untuk Kerugian AI:
Perusahaan yang menggunakan AI dapat diwajibkan untuk menyediakan asuransi guna menanggung kerugian yang disebabkan oleh teknologi mereka. - Pengadilan Khusus Teknologi:
Membentuk pengadilan atau mekanisme penyelesaian sengketa khusus untuk kasus-kasus yang melibatkan AI.
Dasar hukum yang mendukung:
- Pasal 1365 KUH Perdata.
- Pasal 359 KUHP.
5. Promosi Pengembangan AI yang Beretika
Selain membatasi potensi bahaya, regulasi juga harus mendorong pengembangan AI yang bermanfaat bagi masyarakat.
Peluang regulasi yang dapat dilakukan:
- Insentif untuk Penelitian dan Inovasi:
Pemerintah dapat memberikan insentif berupa subsidi atau pengurangan pajak untuk perusahaan yang mengembangkan AI yang ramah lingkungan atau mendukung kesejahteraan sosial. - Kolaborasi dengan Akademisi dan Industri:
Regulasi dapat memfasilitasi kerja sama antara pemerintah, universitas, dan perusahaan untuk menciptakan AI yang beretika dan inovatif. - Panduan Etika untuk Pengembang:
Pemerintah dapat menerbitkan panduan etika khusus untuk pengembang AI, mencakup prinsip-prinsip transparansi, tanggung jawab, dan keberlanjutan.
Dasar hukum yang mendukung:
- Pasal 33 ayat (4) UUD 1945 tentang prinsip ekonomi berkelanjutan.
- Pasal 27 UU No. 7 Tahun 1994 tentang harmonisasi kebijakan perdagangan dan teknologi.
Kesimpulan
Regulasi yang kuat dan adaptif adalah kunci untuk memastikan bahwa perkembangan AI tidak hanya bermanfaat tetapi juga aman, etis, dan sesuai hukum. Dengan mengatur privasi, keandalan, nondiskriminasi, tanggung jawab hukum, dan etika, Indonesia dapat memanfaatkan potensi AI secara maksimal tanpa melanggar hak dan kepentingan masyarakat. Regulasi ini tidak hanya akan melindungi individu tetapi juga mendorong inovasi yang bertanggung jawab, menjadikan AI sebagai pilar pembangunan yang adil dan berkelanjutan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI