Mohon tunggu...
Rendi Wirahadi Kusuma
Rendi Wirahadi Kusuma Mohon Tunggu... Penulis - Universitas Pakuan

Seorang mahasiswa Hukum di Universitas Pakuan, gemar dalam membaca, belajar, dan mendalami setiap seluk belum ilmu pengetahuan terkait hukum, penelitian dan penulisan sudah menjadi kewajiban, penuangan argumentasi dalam berdebat sudah menjadi kebutuhan dalam kehidupan, mengkritisi dan memahami adalah kegiatan keseharian.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Sejarah Hukum Tata Negara : Pergeseran Orientasi Politis Ke Teknis Selama Lebih 50 Tahun Pasca Kemerdekaan Indonesia

12 Januari 2025   20:04 Diperbarui: 12 Januari 2025   20:04 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

peranan sentral dalam menjaga keseimbangan kekuasaan, menjamin perlindungan hak asasi manusia, serta mengatur hubungan antara pemerintah dan masyarakat. Sebagai bagian integral dari sistem hukum suatu negara, praktik hukum tata negara mencakup beragam aspek, mulai dari konstitusi, pembagian kekuasaan, hingga mekanisme penegakan hukum.

            Di berbagai belahan dunia, setiap negara memiliki sistem hukum tata negara yang unik, tercermin dari sejarah, nilai, dan tata kelola pemerintahan masing-masing. Meskipun demikian, ada juga prinsip-prinsip yang umumnya diakui dan dijunjung tinggi dalam praktik hukum tata negara, seperti supremasi konstitusi, pemisahan kekuasaan, dan perlindungan hak asasi manusia.

            Dalam konteks globalisasi dan perubahan dinamika sosial, ekonomi, dan politik yang pesat, praktik hukum tata negara mengalami tantangan dan transformasi yang signifikan. Perkembangan teknologi informasi, isu-isu keamanan, dan aspirasi demokratisasi menjadi beberapa faktor yang mempengaruhi arah perkembangan praktik hukum tata negara di berbagai negara.

            Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam tentang praktik hukum tata negara menjadi sangat penting bagi para praktisi hukum, pembuat kebijakan, dan masyarakat umum. Makalah ini bertujuan untuk menyajikan analisis yang komprehensif mengenai praktik hukum tata negara, mengidentifikasi tren-tren utama, serta mengeksplorasi implikasinya terhadap stabilitas dan keadilan dalam suatu negara.

            Dengan pemahaman yang lebih baik tentang praktik hukum tata negara, diharapkan kita dapat merumuskan kebijakan-kebijakan yang lebih efektif dalam menjawab tantangan-tantangan masa kini dan masa depan, serta memperkuat fondasi demokrasi dan supremasi hukum dalam masyarakat.

Praktik Hukum Tata Negara

Pergeseran Orientasi Politis ke Teknis Selama lebih dari 50 tahun sejak Indonesia merdeka.atau tepat-nya dari 1945 sampai 1998 ketika terjadinya reformasi nasional (53 ahun sejak kemerdekaan), bidang ilmu hukum tata negara atau contutional law agak kurang mendapat pasaran di kalangan mahasiswa di Indonesia Penyebabnya ialah bahwa selama kurun waktu tersebut, orientasi bidang studi hukum tata negara ini sangat dekat dengan politik sehingga siapa saja yang berminat menggelutinya sebagai Hidang kajian yang rasional, kritis, dan objektif, dihadapkan pada siko politik dari pihak penguasa yang cenderung sangat otoritarian. Selama masa pemerintahan Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto, siklus kekuasaan mengalami stagnasi sehingga dinamika demok- rasi tidak dapat tumbuh dengan sewajarnya yang memungkinkan berkembangnya pandangan-pandangan kritis mengenai persoalan- persoalan politik ketatanegaraan. Akibatnya, menjadi sarjana hukum tata negara bukanlah cita-cita yang tepat bagi kebanyakan generasi muda

Risiko kedua adalah bahwa bidang kajian hukum tata negara Thi dianggap sebagai lahan yang kering, tidak begitu jelas lapangan Kerja yang dapat dimasuki. Itulah sebabnya setelah kurikulum fakultas hukum menyediakan program studi hukum ekonomi, rata-rata mahasiswa fakultas hukum di seluruh Indonesia cenderung memilih program studi hukum ekonomi atau hukum perdata umum daripada program studi hukum tata negara. Di samping kedua risiko tersebut,

para dosen dan guru-guru di bidang ini di tingkat sekolah menengah juga kurang berhasil membangun daya tarik keilmuan yang tersendiri, baik karena penguasaan mereka terhadap masalah yang memang kurang atau karena ketidakmampuan ilmu hukum tata negara sendiri untuk meyakinkan mengenai daya tarik ilmiah dan kebergunaan praktisnya, maka studi hukum tata negara di mana-mana menjadi kurang diminati.

Kecenderungan yang demikian itu terjadi, karena bidang hu- kum tata negaka Pokk memiliki lahan praktik selain di lingka hun Jembaga politik. Pokok persoalan yang menjadi objek perhatiannya hanya terkait dengan MPR, DPR, (dan sekarang ada pula DPD), Jungsi pemerintahan pusat dan daerah, partai politik dan pemilihan umum, persoalan kewarganegaraan, dan aspek-aspek kegiatan politik ketatanegaraan lainnya. Sementara itu, aktivitas hukum tata negara di bidang peradilan kurang mendapat perhatian yang utama.

1.2 Lahan Praktik Hukum Tata Negara

            Kegiatan dan hukum tata negara dan tata usaha negara atau administrasi n itu mencakup kegiatan-kegiatan antara lain:

1) legislasi dan pembentukan peraturan perundang-undangan;

2) administrasi yang berkenaan dengan kegiatan informasi dan penyebarluasar informasi hukum; pengelolaan

3) pendidikan hukum dan pembinaan profesi hukum;

4) penyelenggaraan hukum atau pelaksanaan dalam arti penerapan hukum oleh pelaksana yang ditentukan oleh hukum tersebut (the administration of law);

5) aspek hukum kegiatan penyelenggaraan administrasi pemerin tahan negara;

6) kegiatan penegakan hukum yang dimulai dari penyidikan dan penuntutan hukum;

7) penyelenggaraan peradilan sampai ke pengambilan putusan hakim yang bersifat tetap;

8) pelaksanaan putusan pengadilan dan pemasyarakatan ter pidana; 9) pendidikan dan pembinaan kesadaran hukum masyarakat.

Kesembilan bidang kegiatan tersebut, terutama berkenaan dengan aspek-aspek pelembagaannya (instellingen), pengaturan (regelendaad), dan pengambilan keputusan (besslissing) lainnya, menyediakan lahan yang sangat luas untuk kegiatan praktik hukum tata negara. Ketujuh kegiatan itu juga menyangkut tugas-tugas banyak lembaga hukum dan pemerintahan, tempat hukum tata negara dipraktikkan, yaitu:

  • lembaga parlemen seperti MPR, DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. DPRD Kabupaten/ Kota di seluruh Indonesia tercatat berjumlah 440 DPRD.

Di bidang administrasi negara di lingkungan lembaga-lembaga negara dan badan-badan pemerintahan lainnya, juga selalu diperlu- kan peranan para sarjana hukum tata negara dalam arti luas, yaitu termasuk sarjana hukum administrasi negara. Setiap lembaga negara dan badan pemerintahan selalu membutuhkan direktorat hukum, biro hukum, bagian hukum, divisi hukum, atau petugas- petugas di bidang hukum. Meskipun sifatnya sangat relatif, dapat dikatakan bahwa yang tepat untuk memimpin pelaksanaan tugas- tugas di bidang hukum itu adalah para sarjana hukum tata negara, bukan bidang hukum yang lain

Namun demikian, di antara semua fungsi dan lembaga-lembaga tersebut di atas, yang paling berpengaruh terhadap palubhag orientasi ilmu hukum tata negara adalah pembentukan lembaga peradilan konstitusi, yaitu Mahkamah Konstitusi. Dengan telah ter bentuknya Mahkamah Konstitusi berdasarkan ketentuan Pasal 24C ayat (1) di pengadis, sesudah reformasi, tersedialah lahan pl24 beracara di pengadilan bagi ilmu hukum tata negara. Bidang kajian yang semula hanya bersifat teoretis-politis berkembang menjadi bidang kajian yang dapat dipraktikkan di pengadilan dengan orientasi juristik. Dengan adanya lembaga ini, yang pada hakikatnya berfungsi sebagai pengawal demokrasi dan konstitusi, sangat dirasakan perlu- nya banyak ahli hukum tata negara di seluruh tanah air.

Sebagai akibat adanya mekanisme peradilan konstitusi dengan berbagai putusan-putusannya yang bersifat final dan mengikat untuk umum itu, tersedia pula bahan-bahan hukum yang timbul dari pengalaman praktik yang bersifat empiris dalam bangsa kita. Apa- lagi oleh Mahkamah Konstitusi, putusan-putusannya itu diedarkan secara luas dan dapat pula diakses secara mudah melalui internet, sehingga secara mudah dapat dijadikan bahan bagi para mahasiswa dan para peneliti dalam melakukan pengkajian hukum tata negara. Hal ini dapat mendorong pengkajian yang dilakukan di perguruan tinggi dan lembaga-lembaga pendidikan lainnya tidak lagi terpaku pada teks-teks undang-undang dasar dan peraturan perundang- undangan yang berlaku di bidang hukum tata negara, tetapi juga diperkaya oleh kasus-kasus yang tercermin dalam putusan-putusan Mahkamah Konstitusi.

  • Praktik Peradilan Tata Negara
  • Peradilan Tata Negara

Seperti telah dikemukakan sebelumnya, dengan terbentuknya Mahkamah Konstitusi, bidang kajian hukum tata negara mendapat kan lahan praktik yang sangat efektif dan berarti. Jika hukum tata negara dilihat secara luas mencakup bidang hukum administrasi negara, maka sebenarnya lahan praktik peradilan tata negara itu mencakup peradilan tata negara di Mahkamah Konstitusi dan peradilan tata usaha negara di Mahkamah Agung serta badan-badan peradilan tata usaha negara yang ada di bawahnya. Namun, apabila peradilan tata negara itu kita persempit maknanya dengan tidak mencakup peradilan tata usaha negara yang dilembagakan secara tersendiri di dalam lingkungan Mahkamah Agung, maka peradilan tata negara dimaksud dapat kita kaitkan dengan fungsi Mahkamah Konstitusi dan fungsi tertentu dari Mahkamah Agung.

Oleh sebab itu, peradilan tata negara itu sendiri dapat kita be- dakan dalam tiga pengertian, yaitu: (i) peradilan tata negara dalam arti yang paling luas di mana mencakup peradilan tata negara (constitutional adjudication) yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi dan peradilan tata usaha negara (administrative adjudication) yang dilakukan oleh Mahkamah Agung serta badan-badan peradilan tata usaha negara; (ii) peradilan tata negara dalam arti yang lebih sempit tetapi masih tetap luas adalah peradilan tata negara (constitutional adjudication) yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi ditambah peradilan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang- undang yang dilakukan oleh Mahkamah Agung menurut Pasal 24A ayat (1) UUD 1945. 10 Pengujian peraturan perundang-undangan itu juga termasuk lingkup peradilan tata negara dalam arti luas; (iii) peradilan tata negara dalam arti yang paling sempit, yaitu peradilan yang dilakukan di dan oleh mahkamah konstitusi menurut ketentuan pasal 24C ayat (1) dan pasal 7B khususnya ayat (4) UUD 1945.

  • Pengujian Konstitusionalitas Undang-Undang

 Pihak yang berhak mengajukan permohonan pengujian undang-undang adalah: (i) perorangan atau kelompok warga negara; (ii) kesatuan masyarakat hukum adat yang masih hidup, sesuai dengan perkembangan dan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang; (iii) badan hukum privat atau badan hukum publik; atau (iv) lembaga negara, 13 Syarat-syarat yang harus dipenuhi menurut UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahka- mah Konstitusi adalah bahwa keempat subjek hukum tersebut dapat membuktikan dirinya mempunyai hak atau kewenangan konstitusional yang dirugikan oleh berlakunya suatu undang-undang atau ketentuan undang-undang yang bersangkutan sehingga ia Memohon agar undang undang atau bagian dari ketentuan undang undang dimaksud dinyatakan tidak mengikat untuk umum.

  • Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara

Kewenangan konstitusional lembaga negara adalah kewenang- an-kewenangan yang ditentukan oleh atau dalam undang-undang dasar berkenaan dengan subjek-subjek kelembagaan negara yang diatur dalam UUD 1945. Apabila dipandang dari sudut kewenangan ataupun fungsi-fungsi kekuasaan yang diatur dalam UUD 1945. akan tampak jelas bahwa organ-organ yang menyandang fungsi dan kewenangan konstitusional dimaksud sangat beraneka ragam. State institutions atau staatsorgan dapat dibedakan dari organisasi civil soci- ety atau badan-badan usaha dan badan hukum lainnya yang bersifat perdata. Organ yang bergerak di lapangan civil society biasa disebut organisasi nonpemerintah (Ornop), lembaga swadaya masyarakat (LSM), atau organisasi kemasyarakatan (Ormas). Sementara itu, badan-badan usaha swasta dan koperasi merupakan organisasi yang bergerak di lapangan dunia usaha atau market.

  • pembubaran Partai Politik

Partai politik (parpol) dan pemilihan umum (pemilu) merupakan pilar atau tiang utama demokrasi. Rumah dan bangunan demokrasi akan runtuh apabila partai politik dan pemilu tidak sehat dan kuat. Partai politik (parpol) juga merupakan cermin kemerdekaan ber serikat (freedom of association) dan berkumpul (freedom of assembly) sebagai perwujudan adanya kemerdekaan berpikir dan berpendapat (freedom of thought) serta kebebasan berekspresi (freedom of expres sion). Oleh karena itu, kemerdekaan berserikat dalam bentuk partai politik sangat dilindungi oleh setiap undang-undang dasar negara demokrasi konstitusional (constitutional democracy) atau negara hukum yang demokratis (democratische rechtsstaat).

  • Perselisihan Hasil Pemilu

Pemilihan antar peserta umum merupakan hasil dari suatu kompetisi pemilihan umum. Kualitas demokrasi sangat tergantung kepada kualitas hasil pemilihan umum, dan kualitas politik hasilnya tergantung pula pada kualitas proses penyelenggaraan pemilihan umum itu sendiri. Oleh sebab itu, Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 menentukan, "Pemilihan umum dilaksanak 22 ayat (1) sung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali". Jika sebelum asas pemilihan umum hanya ditentukan harus langsung, umum, bebas, dan rahasia (luber), maka sekarang ditambah dengan dua asas lagi, yaitu jujur dan adil.

Jika dalam penyelenggaraan penghitungan suara hasil pemilihan umum itu timbul perselisihan pendapat di antara peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu, perselisihan semacam itu tidak dapat lagi diatasi melalui upaya-upaya yang bersifat administratif, akan diselesaikan melalui perkara di Mahkamah Konstitusi.

  • Pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden

Kewenangan lain yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi adalah peradilan atas tuntutan pemberhentian atau pemakzulan adalah pedan/atau Wakil Presiden. Menurut ketentuan Pasal 7A UUD 1945 yaitu:

"Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden."

Dalam hal demikian, menurut Pasal 7B ayat (1) UUD 1945, usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh DPR kepada MPR hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, menga- dili, dan memutus pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. Pendapat DPR tersebut, menurut ayat (2) pasal ini, adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat

 

  • Kebutuhan akan Sarjana Hukum Tata Negara

Dalam keseluruhan aspek peradilan di kelima bidang perkara tersebut di atas, cukup banyak pihak yang terlibat dan harus dilibatkan.memang jumlah hakim konstitusi hanyalah sembilan orang. Akan tetapi, di samping para hakim, juga dibutuhkan pula banyak tenaga ahli yang bersifat pendukung. Lagi pula, karena periodisasi masa kerja hakim konstitusi bersifat terbatas, yaitu lima tahunan, terbuka setiap lima tahun sekali, 20 Artinya, perlu dipersiapkan calon-calon hakim konstitusi yang mumpuni dari waktu ke waktu sesuai dengan perkembangan negara dan masalah-masalah ketatarnegaraan yang timbul dalam praktik.

Dalam penyelesaian perkara konstitusi di Mahkamah Konsti tusi, banyak pihak yang terlibat. Misalnya, yang dapat terlibat atau dilibatkan adalah: (i) advokat; (ii) para ahli hukum tata negara; (ii) para ahli dari semua bidang keilmuan, baik ilmu hukum maupun ilmu yang berkenaan dengan substansi kebijakan yang diatur oleh suatu undang-undang yang bersangkutan; (iv) para saksi fakta; (v) para politisi wakil rakyat atau calon wakil rakyat; (vi) para pejabat pemerintah pusat dan pejabat pemerintah daerah; (vii) para anggota DPR; (viii) para anggota DPD; (ix) para pejabat tinggi negara atau anggota lembaga tinggi negara; (x) biro-biro dan divisi-divisi hukum badan-badan hukum publik dan privat; (xi) kalangan perguruan tinggi, khususnya fakultas-fakultas hukum dan pusat-pusat kajian konstitusi di seluruh Indonesia; (xii) kalangan tokoh-tokoh aktivis lembaga swadaya masyarakat di bidang hukum dan hak asasi manusia; (xiii) dan lain sebagainya. Sebagai contoh, para advokat yang bekerja di bidang litigasi sering kali menghadapi persoalan dalam beracara di Mahkamah Konstitusi, karena sifat acaranya yang sama sekali ber- beda dengan pengadilan biasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun