Mohon tunggu...
Rendi Wirahadi Kusuma
Rendi Wirahadi Kusuma Mohon Tunggu... Penulis - Universitas Pakuan

Seorang mahasiswa Hukum di Universitas Pakuan, gemar dalam membaca, belajar, dan mendalami setiap seluk belum ilmu pengetahuan terkait hukum, penelitian dan penulisan sudah menjadi kewajiban, penuangan argumentasi dalam berdebat sudah menjadi kebutuhan dalam kehidupan, mengkritisi dan memahami adalah kegiatan keseharian.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Sejarah Hukum Tata Negara : Pergeseran Orientasi Politis Ke Teknis Selama Lebih 50 Tahun Pasca Kemerdekaan Indonesia

12 Januari 2025   20:04 Diperbarui: 12 Januari 2025   20:04 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun demikian, di antara semua fungsi dan lembaga-lembaga tersebut di atas, yang paling berpengaruh terhadap palubhag orientasi ilmu hukum tata negara adalah pembentukan lembaga peradilan konstitusi, yaitu Mahkamah Konstitusi. Dengan telah ter bentuknya Mahkamah Konstitusi berdasarkan ketentuan Pasal 24C ayat (1) di pengadis, sesudah reformasi, tersedialah lahan pl24 beracara di pengadilan bagi ilmu hukum tata negara. Bidang kajian yang semula hanya bersifat teoretis-politis berkembang menjadi bidang kajian yang dapat dipraktikkan di pengadilan dengan orientasi juristik. Dengan adanya lembaga ini, yang pada hakikatnya berfungsi sebagai pengawal demokrasi dan konstitusi, sangat dirasakan perlu- nya banyak ahli hukum tata negara di seluruh tanah air.

Sebagai akibat adanya mekanisme peradilan konstitusi dengan berbagai putusan-putusannya yang bersifat final dan mengikat untuk umum itu, tersedia pula bahan-bahan hukum yang timbul dari pengalaman praktik yang bersifat empiris dalam bangsa kita. Apa- lagi oleh Mahkamah Konstitusi, putusan-putusannya itu diedarkan secara luas dan dapat pula diakses secara mudah melalui internet, sehingga secara mudah dapat dijadikan bahan bagi para mahasiswa dan para peneliti dalam melakukan pengkajian hukum tata negara. Hal ini dapat mendorong pengkajian yang dilakukan di perguruan tinggi dan lembaga-lembaga pendidikan lainnya tidak lagi terpaku pada teks-teks undang-undang dasar dan peraturan perundang- undangan yang berlaku di bidang hukum tata negara, tetapi juga diperkaya oleh kasus-kasus yang tercermin dalam putusan-putusan Mahkamah Konstitusi.

  • Praktik Peradilan Tata Negara
  • Peradilan Tata Negara

Seperti telah dikemukakan sebelumnya, dengan terbentuknya Mahkamah Konstitusi, bidang kajian hukum tata negara mendapat kan lahan praktik yang sangat efektif dan berarti. Jika hukum tata negara dilihat secara luas mencakup bidang hukum administrasi negara, maka sebenarnya lahan praktik peradilan tata negara itu mencakup peradilan tata negara di Mahkamah Konstitusi dan peradilan tata usaha negara di Mahkamah Agung serta badan-badan peradilan tata usaha negara yang ada di bawahnya. Namun, apabila peradilan tata negara itu kita persempit maknanya dengan tidak mencakup peradilan tata usaha negara yang dilembagakan secara tersendiri di dalam lingkungan Mahkamah Agung, maka peradilan tata negara dimaksud dapat kita kaitkan dengan fungsi Mahkamah Konstitusi dan fungsi tertentu dari Mahkamah Agung.

Oleh sebab itu, peradilan tata negara itu sendiri dapat kita be- dakan dalam tiga pengertian, yaitu: (i) peradilan tata negara dalam arti yang paling luas di mana mencakup peradilan tata negara (constitutional adjudication) yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi dan peradilan tata usaha negara (administrative adjudication) yang dilakukan oleh Mahkamah Agung serta badan-badan peradilan tata usaha negara; (ii) peradilan tata negara dalam arti yang lebih sempit tetapi masih tetap luas adalah peradilan tata negara (constitutional adjudication) yang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi ditambah peradilan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang- undang yang dilakukan oleh Mahkamah Agung menurut Pasal 24A ayat (1) UUD 1945. 10 Pengujian peraturan perundang-undangan itu juga termasuk lingkup peradilan tata negara dalam arti luas; (iii) peradilan tata negara dalam arti yang paling sempit, yaitu peradilan yang dilakukan di dan oleh mahkamah konstitusi menurut ketentuan pasal 24C ayat (1) dan pasal 7B khususnya ayat (4) UUD 1945.

  • Pengujian Konstitusionalitas Undang-Undang

 Pihak yang berhak mengajukan permohonan pengujian undang-undang adalah: (i) perorangan atau kelompok warga negara; (ii) kesatuan masyarakat hukum adat yang masih hidup, sesuai dengan perkembangan dan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang; (iii) badan hukum privat atau badan hukum publik; atau (iv) lembaga negara, 13 Syarat-syarat yang harus dipenuhi menurut UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahka- mah Konstitusi adalah bahwa keempat subjek hukum tersebut dapat membuktikan dirinya mempunyai hak atau kewenangan konstitusional yang dirugikan oleh berlakunya suatu undang-undang atau ketentuan undang-undang yang bersangkutan sehingga ia Memohon agar undang undang atau bagian dari ketentuan undang undang dimaksud dinyatakan tidak mengikat untuk umum.

  • Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara

Kewenangan konstitusional lembaga negara adalah kewenang- an-kewenangan yang ditentukan oleh atau dalam undang-undang dasar berkenaan dengan subjek-subjek kelembagaan negara yang diatur dalam UUD 1945. Apabila dipandang dari sudut kewenangan ataupun fungsi-fungsi kekuasaan yang diatur dalam UUD 1945. akan tampak jelas bahwa organ-organ yang menyandang fungsi dan kewenangan konstitusional dimaksud sangat beraneka ragam. State institutions atau staatsorgan dapat dibedakan dari organisasi civil soci- ety atau badan-badan usaha dan badan hukum lainnya yang bersifat perdata. Organ yang bergerak di lapangan civil society biasa disebut organisasi nonpemerintah (Ornop), lembaga swadaya masyarakat (LSM), atau organisasi kemasyarakatan (Ormas). Sementara itu, badan-badan usaha swasta dan koperasi merupakan organisasi yang bergerak di lapangan dunia usaha atau market.

  • pembubaran Partai Politik

Partai politik (parpol) dan pemilihan umum (pemilu) merupakan pilar atau tiang utama demokrasi. Rumah dan bangunan demokrasi akan runtuh apabila partai politik dan pemilu tidak sehat dan kuat. Partai politik (parpol) juga merupakan cermin kemerdekaan ber serikat (freedom of association) dan berkumpul (freedom of assembly) sebagai perwujudan adanya kemerdekaan berpikir dan berpendapat (freedom of thought) serta kebebasan berekspresi (freedom of expres sion). Oleh karena itu, kemerdekaan berserikat dalam bentuk partai politik sangat dilindungi oleh setiap undang-undang dasar negara demokrasi konstitusional (constitutional democracy) atau negara hukum yang demokratis (democratische rechtsstaat).

  • Perselisihan Hasil Pemilu

Pemilihan antar peserta umum merupakan hasil dari suatu kompetisi pemilihan umum. Kualitas demokrasi sangat tergantung kepada kualitas hasil pemilihan umum, dan kualitas politik hasilnya tergantung pula pada kualitas proses penyelenggaraan pemilihan umum itu sendiri. Oleh sebab itu, Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 menentukan, "Pemilihan umum dilaksanak 22 ayat (1) sung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali". Jika sebelum asas pemilihan umum hanya ditentukan harus langsung, umum, bebas, dan rahasia (luber), maka sekarang ditambah dengan dua asas lagi, yaitu jujur dan adil.

Jika dalam penyelenggaraan penghitungan suara hasil pemilihan umum itu timbul perselisihan pendapat di antara peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu, perselisihan semacam itu tidak dapat lagi diatasi melalui upaya-upaya yang bersifat administratif, akan diselesaikan melalui perkara di Mahkamah Konstitusi.

  • Pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden

Kewenangan lain yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi adalah peradilan atas tuntutan pemberhentian atau pemakzulan adalah pedan/atau Wakil Presiden. Menurut ketentuan Pasal 7A UUD 1945 yaitu:

"Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun