"Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain."
8. Hak atas Kehidupan yang Seimbang dan Bermartabat (Pasal 28H)
- Ayat (1):
"Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan."
- Ayat (2):
"Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan."
- Ayat (3):
"Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat."
- Ayat (4):
"Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun."
9. Kewajiban dan Batasan HAM (Pasal 28I dan 28J)
- Pasal 28I:
- Ayat (1): Hak atas hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
- Ayat (2): Setiap orang berhak bebas dari diskriminasi atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap tindakan diskriminatif.
- Ayat (4): Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
- Pasal 28J:
- Ayat (1): Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
- Ayat (2): Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain.
Bahkan UUD 1945 sebagai konstitusi negara pun mengakui keberadaan HAM dan menghargai setiap HAM yang melekat pada setiap perorangan. Ada lampiran yang bernama "Piagam Hak Asasi Manusia" yang tertuang dalam TAP MPR No. XVII Tahun 1998 , yang menguraikan hak-hak dasar yang harus dijamin oleh negara, seperti:
- Hak untuk hidup.
- Hak atas kebebasan dan keamanan pribadi.
- Hak atas perlindungan hukum.
- Hak untuk tidak disiksa, diperbudak, atau diperlakukan secara tidak manusiawi.
- Hak atas pendidikan, pekerjaan, dan standar hidup layak.
- Hak atas kebebasan beragama, berekspresi, dan berorganisasi.
Ini menandakan bahwa Indonesia mengakui dan menghargai keberadaan HAM, lalu bagaimana dengan penerapan hukuman mati didalam pidana pokok yang bisa saja dijatuhkan kepada pelaku yang melakukan tindak pidana berat seperti korupsi dengan didukung dalam keadaan tertentu sebagaimana pada UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, tindak pidana pembunuhan berencana ,pembunuhan lebih dari 2/3 nyawa, tindak pidana terorisme, yang merugikan HAM orang lain juga karna tindakannya.
      Jika didalam teori pemidaan absolut yaitu teori pembalasan mungkin hal tersebut wajar saja untuk dilakukan, namun kita menganut teori pemidanaan gabungan yaitu memberikan suatu sanksi namun memberikan juga suatu kemanfaatan sehingga hukuman mati masih menjadi perdebatan dikalangan aparat penegak hukum khususnya Hakim sebagai Wakil Tuhan yang bisa mencabut hak hak setiap individu. Hukuman mati sebenarnya bisa saja dilakukan dengan melihat pada pertimbangan pertimbangan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku apakah tindakan nya bertentangan dengan rasa kemanusiaan yang hidup dalam masyarakat, apakah tindakan nya bertentangan dengan nilai norma kesusilaan, norma kesopanan, norma agama dan norma hukum, dan apakah tindakan nya tersebut merenggut dan merugikan hak orang lain. Kita bisa melihat pada kasus kasus yang dijatuhan hukuman pidana mati seperti :
- Pemberontakan DI/TII
- Kasus M Delfi sebagai calon dukun
Dan hal itu tidak memunculkan dampak perlawanan atas HAM, maka dapat kita simpulkan bahwa segala tindakan yang bertentangan dengan rasa kemanusiaan yang hidup didalam hati nurani masyarakat dan diberikan sanksi pidana mati tidak akan memunculkan pemikiran bahwa pidana mati melanggar HAM karna di Indonesia kita menganut dua sistem hukum yaitu Civil Law dan Common Law.