Mohon tunggu...
Rendi Septian
Rendi Septian Mohon Tunggu... Guru - Founder Bimbel The Simbi

Seorang pengajar yang ingin berbagi ilmu, kisah dan pengalaman

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kembali

30 Juni 2022   11:56 Diperbarui: 30 Juni 2022   12:11 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Maafkan atas perilaku ayahku, Kak," jawab perempuan tadi sambil membersihkan bercak darah yang menetes di pelilis kiri dan bibir bawah remaja itu.

"Tak mengapa, aku diajarkan oleh mendiang orang tuaku untuk tidak memiliki rasa dendam. Semoga ayahmu mendapat jalan hidayah."

            "Aamiin, terimakasih."

Sejak kejadian itu, dua insan ini selalu terlihat bersama. Bahkan tak jarang Si Perempuan tadi membantunya berjualan di pasar mencuri-curi pandang dari CCTV komplotan anak buah ayahnya. Karena Si Preman itu jarang sekali turun ke dalam pasar, kecuali jika terjadi masalah yang mau tak mau harus ia hadapi sendiri. Seperti kasus pengeroyokan pada Si Remaja Tanggung itu.

Walaupun Si Perempuan tadi sudah tidak tinggal bersama ayahnya, akan tetapi si Ayah tetap memberikan hak-haknya. Uang jajan selalu datang setiap hari melalui petugas yang diutus oleh ayahnya. Perlindungan dan pendidikannya tetap ia terima dari Ayahnya itu. Karena Si Preman Pasar tadi berkeyakinan jika anak perempuannya itulah kelak yang akan menyelamatknnya dari azab neraka sebab perbuatannya di dunia.

...

Selama sakit, ia tidak tinggal di rumahnya tetapi di markas besarnya yang tidak jauh dari pasar. Demi meluapkan rasa sakit yang sedang dideranya, ia senantiasa berteriak seperti orang sedang kesetanan. Berbagai bahasa makian ia keluarkan. Tidak ada satupun yang peduli dengan rasa sakit yang ia rasakan. Kemana kawan-kawan dalam komplotannya ?

"Kita tidak bisa menunggu Bos besar," ucap salah seorang member senior yang memang dari dahulu menunggu momen ini untuk ia naik tahta.

"Tidak bisa, kita mesti menghormati Bos Besar sepanjang hidup kita dan sepanjang Bos Besar masih hidup," jawab salah satu tokoh yang disegani dalam komplotan itu.

"Omong kosong! Lihatlah komplotan lain sedang bersiap menyerang kita, mengambil alih sumber pemasukan kita, apakah kalian mau menjadi gelandangan, Hah?!"

Lagi pula, Member Senior dengan muka yang memerah melanjutkan orasinya " Apakah kalian tidak merasa lelah dipimpin oleh Bos Besar? Setiap hari kita melakukan apa yang diperintahkannya. Tapi, apa yang kita dapat selain dari umpatan, cacian dan kata-kata kasar. Bahkan tak jarang, jika gagal dalam misi mengambil jatah, muka dan perut kita menjadi sasaran. Aku berjanji jika kalian memilih aku menjadi Bos besar, kalian akan terhindar dari hal seperti itu, camkan itu!" menutup orasinya dengan yakin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun