Mohon tunggu...
Satrio Utomo
Satrio Utomo Mohon Tunggu... Penulis - Analis Pasar Modal, Analis Teknikal, Trader Saham, Penulis Buku

Saya adalah pelajar dari Jalan 'Pasar Modal' (a.k.a. seorang profesional trader). Sudah lebih dari 10 tahun malang melintang di dunia persahaman. Silakan akses profile lengkap saya di http://www.facebook.com/satrioutomo

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Pertalite: Proyek BBM Terbaru dari @Pertamina

24 April 2015   11:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:44 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Selamat pagi...

Anda mungkin sudah mendengar istilah Pertalite.  Itu loh.. BBM terbaru yang katanya mau diperkenalkan oleh Pertamina.

Saya sih awalnya setuju... mendukung.  Sampai saya kemarin membaca definisi Pertalite yang dipaparkan oleh Direktur Pemasaran Pertamina didepan DPR:

"Untuk membuat Pertalite, kita menggunakan nafta yang memiliki RON 65-70, agar RON-nya jadi RON 90 kita campurkan HOMC, HOMC ini bisa dibilang ya Pertamax, campurannya HOMC yang RON-nya 92-95, plus zat aditif EcoSAVE biar tambah halus, bersih dan irit. Pokoknya ketiga bahan ini campur-campurin sampai pas RON 90," ungkap Direktur Pemasaran PT Pertamina Ahmad Bambang di rapat dengan Komisi VII DPR, Rabu (22/4/2015).

Membaca bumbu-bumbu 'RON 92 - 95' ini... saya malah jadi curiga: Emang ini BBM Pertalite RON 90 ini modelnya seperti apa siy?

Negara Besar Butuh Suplai BBM Yang Besar Juga

Indonesia itu adalah sebuah negara yang besar.  Penduduknya sudah lebih dari 250 juta.  Kendaraan bermotornya juga sudah lebih dari 100 juta.

Untuk memenuhi kebutuhan BBM yang sangat besar itu, maka dibutuhkan suplai BBM yang sangat besar juga.  Sedemikan besar sehingga Pertamina pun, sebenarnya, sudah bertahun-tahun tidak mampu memenuhinya dari hasil produksi kilangnya sendiri.  Sebagian kemudian memang harus dipenuhi dari impor.

Karena 'kemungkinan besar kurang produksi' dan 'kemungkinan besar impor' ini... maka dalam penyediaan BBM oleh Pertamina, sebenarnya tidak cukup hanya 'bisa membuat' dan 'bisa menjual' seperti rumusan yang di  sampaikan oleh Direktur Pemasaran Pertamina tersebut.  Pertamina harus mampu menjaga kestabilan suplai dari BBM, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Untuk menjaga kestabilan suplai ini, berarti Pertamina harus bersiap untuk kalau sewaktu-waktu, terpaksa impor.

Saya jadi tertarik untuk melihat ketersediaan berbagai jenis BBM yang ada di pasar.  Saya mencoba melihat: apa saja sih BBM yang aktif diperdagangkan di Chicago Merchantile? Jawabannya sudah jelas: BBM RON 92, RON 95, dan RON 97.  BBM RON 90 itu, adalah  BBM yang jarang untuk digunakan, dan hanya merupakan standar bagi BBM yang digunakan di Jepang.

BBM RON 88 seperti Premium itu, dulu mungkin banyak yang pakai.  Tapi.. semakin lama semakin langka dan akhirnya hilang.  Karena hilang, maka Pertamina 'memproyekkan' BBM ini: membuat BBM kualitas yang lebih rendah dengan menggunakan BBM yang ada di pasar, dan kemudian menjualnya dengan harga yang tinggi kepada Pemerintah.

So... Kalau Pertamina memperkenalkan BBM Pertalite RON 90 dan berhasil... permintaannya sedemikan besar sehingga Pertamina terpaksa impor untuk memenuhi kebutuhannya, maka.. BBM ini kemungkinan juga akan menjadi 'BBM Yang Diproyekkan'... sama seperti BBM jenis Premium itu tadi.  Yang untung tentu saja bukan Pemerintah, bukan rakyat, dan (kemungkinan besar) juga bukan Pertamina.  Hanya segelintir orang-orang, seperti yang terjadi pada Premium kemarin dimana hanya Petral dan sebagian orang yang untung.

BBM Pertalite hanya bisa menciptakan permasalahan yang sama dengan BBM Premium.  Jadi... ngapain diterusin? ngapain didukung?

Kalau Pemerintah mau menghapus BBM Premium RON 88, alangkah baiknya jika BBM RON 92 diperkenalkan sebagai 'New Premium', dan Pertamax naik ke RON 95, dan Pertamax Plus tetap di 98.

Happy trading... semoga barokah!!!

Satrio Utomo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun