Mohon tunggu...
Renal Wijaya Kusuma
Renal Wijaya Kusuma Mohon Tunggu... Jurnalis - Author and connoisseur of literature

A fictional reader, who doesn't like to socialize, and lives in crowds. Not as complicated as imagined.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kia Lumowa, Covid-19 di Balik Konspirasi yang Menyertainya

19 Juni 2020   01:02 Diperbarui: 29 Juni 2020   12:09 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu hal yang menarik dari pandemi Covid-19 ini ialah isu konspirasi dibaliknya. Para penganut teori Konspirasi, mengaitkan Pandemi Covid-19 sebagai sebuah konspirasi para elite global. Menariknya, nama Bill Gates menjadi sasaran dari tudingan sebagai salah satu otak dibalik Covid-19 ini. Tudingan itu dilatarbelakangi oleh sebuah pidatonya pada 2015 silam dalam konferensi TED di Vancouver, Kanada, yang memperingatkan adanya virus di masa depan.

"Jika ada yang membunuh lebih dari 10 juta orang selama beberapa dekade ke depan, itu kemungkinan merupakan virus yang sangat menular daripada perang," Ujarnya kepada audiens.

Beberapa pihak menuduhnya memimpin kelas elit global, yang lain percaya dia memimpin upaya untuk mengurangi populasi dunia.

Menurut survei dari Yahoo News dan YouGov, lebih dari seperempat dari semua orang Amerika Serikat dan 44% dari Partai Republik percaya bahwa Bill Gates ingin menggunakan vaksin Covid-19 untuk menanamkan microchip di bawah kulit manusia.

Melansir dari BBC, Profesor Joseph Uscinski, pakar ilmu politik di Universitas Miami dan penulis buku tentang teori konspirasi, meyakini itu disebabkan karena dia kaya dan terkenal.

"Teori konspirasi adalah tentang menuduh orang kuat yang melakukan hal-hal buruk, Teori-teori ini pada dasarnya sama saja, hanya namanya yang berbeda. Sebelum Bill Gates, ada George Soros dan Koch bersaudara dan anggota keluarga Rothchilds dan Rockefellers." Ujarnya kepada BBC.

Sebagai orang yang berada ditengah-tengah dalam lingkaran isu konspirasi ini, Kia Lumowa merasa penting untuk melihat semuanya dengan logis. Menurutnya, semua harus didasarkan pada fakta dan logika berpikir yang baik.

"Kalo menurut saya, Fakta itu kertas besar, dan konspirasi ialah lubang di balik kertas besar itu. Sebuah fakta yang lemah bisa digiring menjadi konspirasi." Ujar Kia Lumowa.

Lelaki kelahiran 1997, yang juga mahasiswa di Universitas Negeri Manado ini, merasa masih banyak orang-orang yang terjerumus pada sebuah hal-hal berbau konspirasi hanya untuk terlihat keren di lingkungan Circle-nya.

"Karena masih banyak orang percaya konspirasi itu hanya untuk terlihat keren aja, jadi edgy. Rata-rata orang yang percaya konspirasi itu kayak bener sendiri, karena percaya mereka selangkah lebih maju." Katanya.

Mengutip dari CNBC, sebuah lembaga penelitian riset Ipsos Mori yang berbasis di Inggris, memaparkan kesalahpahaman masyarakat mengenai informasi wabah virus corona COVID-19.

Menurut penelitian yang dipublikasikan Kamis (18/6/2020) ini, mereka yang menggunakan platform sosial media Facebook dan YouTube biasanya mendapatkan informasi yang menyesatkan, dan cenderung lebih percaya pada teori konspirasi mengenai virus dengan nama resmi SARS-CoV-2 ini.

Dalam sebuah  survei yang dilakukan pada bulan Mei, sebanyak 30% warga Inggris berpikir bahwa virus corona kemungkinan dibuat di laboratorium. Angka ini naik 25% pada April. Sebanyak 8% warga percaya bahwa COVID-19 hadir akibat radiasi jaringan seluler 5G, sedangkan 7% warga percaya bahwa tidak ada bukti kuat bahwa COVID-19 ada.

Mahasiswa akhir di Universitas Negeri Manado ini juga, menegaskan untuk setiap orang yang percaya atau penganut teori Konspirasi atau isu-isu semacamnya untuk lebih kritis dalam melihat suatu berita dan isu yang ada.

"Percaya teori konspirasi Corona enggak apa-apa, tapi jangan mengabaikan fakta yang ada di lapangan juga." Katanya.

Ia juga menegaskan bahwa ia tidak anti Teori Konspirasi, namun lebih kepada Possibillity atau Kemungkinan yang terjadi.  

Kini sudah ada 8.408.883 kasus terjangkit COVID-19 di seluruh dunia, dengan 451.472 kasus kematian, dan 4.418.788 pasien berhasil sembuh per Kamis (18/6/2020), menurut Worldometers.

AS menduduki posisi pertama dengan kasus terjangkit terbanyak, yakni 2.234.475 kasus positif, 119.941 kasus kematian, dan 918.796 kasus sembuh. Sedangkan Inggris menduduki posisi kelima dengan 299.251 kasus positif, dan 42.153 orang meninggal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun