Perkembangan Awal Perfilman di Arab (1900-1940 M)
Sejarah film di Arab merupakan sejarah yang kaya akan cerminan evolusi budaya, sosial, dan politik di kawasan tersebut. Pengenalan sinema ke dunia Arab dimulai pada akhir abad ke-19, bertepatan dengan pengaruh kolonial dan munculnya identitas nasional.
Pemutaran film pertama di dunia Arab terjadi tak lama setelah ditemukannya sinema. Pada tahun 1896, film-film karya Lumire bersaudara ditayangkan untuk penonton di Alexandria, (Mesir) dan Aljazair, diikuti oleh pemutaran di Tunisia dan Maroko pada tahun 1897, dan Palestina pada tahun 1900. Pada tahun 1906, Mesir telah mendirikan sinema pertamanya, dan pada tahun 1908, beberapa negara Arab telah mengembangkan sinema mereka sendiri.
Selama periode kolonial, sebagian besar bioskop dimiliki oleh orang asing atau pengusaha Yahudi lokal. Mesir memiliki keunikan dalam mengembangkan industri film lokal sejak awal, dengan memproduksi film bisu pertama yaitu "Layla" pada tahun 1927, yang disutradarai oleh Stephane Rosti.
Pada akhir tahun 1920-an, Mesir memproduksi rata-rata dua film layar lebar setiap tahunnya, dengan pertumbuhan yang signifikan sepanjang tahun dari 1930-1950-an, dan pada tahun 1952, produksi film Mesir mencapai 48 film per tahun dan industri film menjadi sektor yang paling menguntungkan kedua setelah manufaktur tekstil.
Perkembangan Masa Keemasan Sinema di Mesir (1940-1960 M)
Periode setelah kemerdekaan bagi banyak negara Arab menyaksikan lonjakan pembuatan film nasional. Negara-negara seperti Aljazair, Suriah, Irak, dan Lebanon mulai memproduksi film secara teratur pada pertengahan tahun 1960-an. Era ini menandai pergeseran yang signifikan karena para pembuat film berusaha untuk menceritakan kisah-kisah lokal melalui pandangan nasional.
Mesir secara historis telah menjadi pusat kekuatan sinema Arab, memproduksi sekitar tiga perempat dari semua film Arab. Hingga Mesir dikenal sebagai "Hollywood dari Timur" karena dominasi dan kualitas produksinya.
Pada masa ini, Mesir memproduksi antara 60-70 film per tahun dan menjadi pusat perfilman bagi negara-negara Arab lainnya. Pendirian Nahas Film Company (1946), Al-Ahram Studio (1944) dan Studio Misr (1935) menandai momen penting dalam melembagakan produksi film di Mesir. Akhir tahun 1940-an hingga awal 1960-an sering disebut sebagai "masa keemasan" sinema Arab, ditandai dengan berkembangnya bakat dan produksi.
Perkembangan Sinema di Arab pada Era Modern (1960-Sekarang)
Setelah kekalahan dalam Perang Arab-Israel pada tahun 1967, industri film Mesir mengalami penurunan, namun mulai bangkit kembali pada tahun 1973 dengan banyaknya produksi film bertema perang.
Meskipun menghadapi tantangan dari film asing, industri film Mesir tetap bertahan dan terus memproduksi film hingga saat ini. Di era modern, terdapat kebangkitan sinema di negara-negara lain seperti Arab Saudi, yang mulai membuka bioskop kembali pada tahun 2018 setelah puluhan tahun larangan. Selain itu, tren baru dalam sinema Arab mencakup eksplorasi genre seperti fantasi dan horor serta peningkatan produksi film yang lebih politis sejak Arab Spring.
Sepanjang sejarahnya, sinema Arab telah menghadapi berbagai tantangan termasuk sensor dan tekanan politik. Banyak film yang tunduk pada peraturan ketat terkait konten, terutama yang membahas isu-isu politik atau sosial yang sensitif. Di beberapa negara seperti Arab Saudi, bioskop sangat dibatasi hingga saat ini; bioskop umum baru diperkenalkan kembali di Riyadh pada tahun 2018 setelah beberapa dekade pelarangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H