Mohon tunggu...
RE Nainggolan
RE Nainggolan Mohon Tunggu... Lainnya - Medan, Sumatera Utara

Pemerhati pemerintahan, sosial, dan kemasyarakatan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pak Luhut yang Saya Kenal

8 Mei 2020   10:16 Diperbarui: 8 Mei 2020   10:13 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Siapa pun yang mengenal pribadi Pak Luhut Binsar Pandjaitan dengan cukup baik pastilah merasakan keresahan melihat banyaknya komentar negatif yang dialamatkan ke beliau akhir-akhir ini.

Saya beruntung mengenal beliau dengan baik, mengikuti kiprahnya, baik dalam karier militer, pemerintahan, maupun di bidang sosial dan kemasyarakatan. Saya yakin, siapa pun yang mengenal dan mengamati tokoh nasional asal Sumatera Utara ini akan sepakat bahwa beliau adalah figur nasionalis yang mencintai bangsa ini lebih daripada kepentingan mana pun.

Pak Luhut memang bukan tipikal orang yang terlalu mementingkan basa-basi. Dia akan memilih kata-kata paling lugas untuk menyampaikan buah pikirannya. Bisa saja memang terasa terlalu pedas bagi orang yang sudah "terlanjur nyaman" dengan basa-basi.

Salah satu karakter yang paling menonjol, Pak Luhut akan spontan menolong orang yang membutuhkan atau meminta pertolongan kepadanya. Jika beliau katakan, "Saya akan bantu," maka dia akan bantu pada kesempatan pertama. Bila perlu, tanpa tedeng aling-aling beliau akan langsung menghubungi pihak-ihak yang beliau tahu bisa menyelesaikan persoalan itu, segera dan langsung di hadapan kita sendiri. Tidak ada istilah menunda-nunda.

Rasa hormatnya kepada senior dan pendahulu juga luar biasa. Bukan tipikal orang yang membuang sepah setelah manisnya habis. Sangat sering terlontar ucapannya dan tindakannya di berbagai forum tentang hal itu. Dia selalu menyempatkan untuk berziarah ke makam orang tuanya, juga orang-orang yang pernah menjadi atasannya seperti Jenderal TNI LB Moerdani. Dia juga seorang yang sangat loyal dan punya kesetiaan yang teruji. Beliau bertahan mendampingi Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur), sampai detik detik terakhir meskipun Pak Luhut sdh sangat tahu, bahwa arah politik saat itu sudah pasti tidak menguntungkan bagi pilihannya tersebut. 

Dia tidak mau meninggalkan seorang sahabat, terutama jika mereka berada dalam situasi sulit. Beliau memahami betul bahwa seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran.

Obsesinya terhadap kemajuan bangsa dan kampung halamannya sungguh seperti hasrat yang selalu menyala. Bagaimana Pak Luhut memberi hati, waktu, dan apa yang ada padanya agar anak anak bangsa ini menjadi manusia yang cerdas, berakhlak, dan mencintai negerinya. Semangat luar biasa itu yang kadang membuatnya mengeluarkan pernyataan atau tindakan yang terasa "menyengat", khususnya bagi mereka yang terbiasa santai dan bermalas-malasan.

Beliau mendirikan Yayasan Del yang  bergerak di sektor pendidikan, teknologi, kesehatan, kemanusiaan, dan membangun panti asuhan. Selain itu, Del juga memberikan program beasiswa tanpa membedakan status maupun golongan.

Pak Luhut sendiri sudah membuktikan dirinya bertabur prestasi sejak masih belia. Pengurus Kesatuan Aksi Pelajar di Bandung, peraih Adhi Makayasa Akabri 1970, dan pernah pula menjadi Danrem terbaik, dan Komandan pertama Detasemen 81 Kopassus yang sangat disegani.

Seperti dikatakan oleh Carl Von Clausewitz, ahli strategi perang Jerman yang sangat terkenal itu, _"Courage, above all things, is the first quality of a warrior."_ Di atas semuanya, keberanian adalah kualitas utama seorang pejuang. Pak Luhut adalah simbol pejuang yang berani itu. Dia tidak ragu-ragu mengatakan apa yang diyakininya benar, yang diyakininya akan menjadi yang terbaik bagi bangsa. Meskipun dia sadar pernyatannya itu tidak populer, dia tidak memikirkannya. Yang menjadi fokusnya adalah kepentingan dan kemajuan bangsa, bukan popularitasnya.

Akan tetapi, Pak Luhut tidak berani sekadar berani. Dia juga punya wawasan dan intelektualitas. Paduan kedua hal itu, keberanian dan intelektualitas adalah dua kualitas langka yang dibutuhkan bangsa kita. Keberanian, intelektualitas, dan ketulusan, yang mengantarkan karier Pak Luhut begitu cemerlang, dan tumbuh menjadi sosok yang disegani, baik saat dia memimpin unit-unit kecil di awal kariernya, maupun ketika sudah menjadi tokoh nasional saat ini.

Sekarang pertanyaannya, kita lebih suka orang yang bicara apa adanya dan berbuat sesuai dengan yang dia ucapkan, atau mereka yang senantiasa bermanis-manis tetapi kadang tidak ada isinya? Pak Luhut sadar bangsa ini sudah teramat jauh tertinggal. Karena itu, beliau merasa tidak waktunya lagi berleha leha, memutar lagu "Nina Bobo". Bangsa ini memang harus disentak bahkan dilecut biar bergegas maju. Jangan sampai merasa nyaman dengan ketertinggalan.

Andai mereka yang mencaci itu mengenal beliau dengan baik, atau merenung sejenak, atau melakukan koreksi terhadap dirinya, mereka pasti akan menyesali perbuatan dan ucapannya. Saya yakin itu. _*(Dr RE Nainggolan, MM, Bupati Tapanuli Utara 1999- 2004)*_

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun