Mohon tunggu...
Naries
Naries Mohon Tunggu... Lainnya - PNS

PNS .

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Merefleksikan Realita di Balik Nyanyian "Naik Kereta Api"

29 September 2022   12:23 Diperbarui: 29 September 2022   12:41 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kelas menjadi sunyi, para siswa saling berpandangan. Tiba-tiba kelas yang tadinya sunyi kembali riuh oleh suara mereka. Mereka saling bertanya satu sama lain. Juga kepada siswa yang sudah pernah ke kota mereka bertanya namun tidak ada jawaban karena si siswa hanya melihat jenis transportasi yang lain.

Becak, ada. Motor, ada. Mobil, ada. Bus, ada. Truk, ada. Pesawat, ada. Coper, ada (maaf kami di Timika tahunya Coper bukan Helikopter), Kapal, ada, Perahu, ada. Speed Boat, ada. Long Boat, ada. Dia memang melihat Kereta Api tapi hanya melalui pesawat televisi.

Akhirnya sang guru menampilkan gambar-gambar alat transportasi. Dengan lancar mereka menyebutkan nama-nama alat transportasi sesuai dengan gambar yang diperlihatkan guru. Setiap gambar yang diperlihatkan dijawab siswa dengan menyebutkan namanya. Kemudian guru memberikan penjelasan atas alat tranportasi tersebut.

Saat Guru memperlihatkan gambar Kereta Api siswa yang sudah pernah ke kota menyebutkan namanya "Kereta Api". Sang Guru lantas menjelaskkan tentang Kereta Api. Saat itu tiba-tiba seorang siswa mengacungkan jari sambil bertanya " Pak Guru, itu Kereta Api  jalan juga di atas aspal ka? Baru Kereta Api itu jalan cepat seperti taxi ka?  Atas pertanyaan itu Sang Guru menjawab, Kereta Api memiliki jalan sendiri yakni Rel Kereta Api (sambil memperlihatkan gambar Rel Kereta Api). Kereta Api memiliki kecepatan rata-rata 100 km/jam. Bahkan di luar negeri ada Kereta Api yang berkecepatan 300 Km/Jam.

Ha..

Para siswa tersentak tak percaya

Salah satu murid menyambung, tidur saja sudah cepat begitu apalagi berdiri, pasti secepat kilat.

Sekolah Pantai (Dokpri)
Sekolah Pantai (Dokpri)

Sang Guru geleng-geleng kepala sambil menahan tawa.

Kalau dibaca sekilas, kisah ini seperti MOP (ceritera lucu versi Papua). Bukan, ini bukan MOP, ini adalah kisah nyata yang benar-benar dialami dalam dunia pendidikan di Papua. Mereka belum pernah  melihat apa yang mereka pelajari. Mereka baru melihatnya sekali dalam gambar-gambar yang ditunjukan oleh sang guru.  Inilah gambaran ketertinggalan pembangunan di Papua yang ingin saya bagikan. Ketidaktahuan para siswa itu merupakan cermin ketertinggalan Papua dalam banyak hal. Maka pesan yang hendak disampaikan dari ceritera ini adalah pemerataan pembangunan yang selama ini didengung-dengungkan sebenarnya belum sampai secara merata di pelosok-pelosok negeri ini. Pembangunan yang katanya dari daerah 3T ke kota belum terjadi sebagaimana mestinya. Oleh karena itu Papua dan Indonesia Timur harus menjadi prioritas pembangunan kalau Pancasila mau dilaksanakan karena sila ke lima Pancasila berbunyi keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun