Menuliskan tentang Kereta Api bagi kami sebagian besar orang Indonesia Timur (Maluku dan Papua) adalah suatu mimpi apalagi memiliki kenangan naik Kereta Api. Namun saya lebih beruntung karena saya termasuk salah seorang dari Indonesia Timur yang pernah naik Kereta Api. Yang bisa kami kenang hanyalah pengalaman saat menyanyikan lagu " Naik Kereta Api". Â
Ingin sekali saya menulis tentang pengalaman naik Kereta Api namun saya lebih memilih menulis tentang pengalaman seorang guru yang mengajar siswa pedalaman tentang materi Transportasi yang salah satu contohnya adalah Kereta Api.
Diawali dengan kegiatan pembukaan/pendahuluan guru tersebut mengisinya dengan Salam, Doa, Absensi, dan Pemberian Motivasi. Selanjutnya guru memberikan Apersepsi. Jenis Apersepsi yang diterapkan adalah menyanyikan lagu "Naik Kereta Api".
Naik Kereta Api  Â
Tut..tut..tut
Siapa hendak turut
Ke Bandung, Surabaya  ... dst
Guru tersebut dengan semangatnya mengajak para siswa untuk bernyanyi sambil menggerakan badan mereka. Kelas menjadi hidup, karena para siswa memang gemar mengikuti kegiatan pembelajaran yang menyenangkan seperti itu.
Setelah Apersepsi itu, sang guru mengajukan beberapa pertanyaan. Guru bertanya tentang Pokok Pembelajaran/Materi Ajar hari itu. Guru juga bertanya tentang jenis-jenis transportasi yang ada di daerahnya. Atas pertanyaan itu para siswa memberikan jawabannya baik per individu maupun dalam koor kelas yang membahana. Ada siswa yang  benar jawabannya namun ada juga yang salah jawabannya. Jawaban secara kelompok pun ada yang benar dan ada yang salah.
Tulisan ini tidak hendak berceritera tentang jawaban-jawaban tadi. Tulisan ini hanya hendak merefleksikan jawaban dan juga pertanyaan lanjutan berikut ini.
Salah satu pertanyaan Sang Guru adalah " Anak-anak, kamu tahu apa itu Kereta Api? Â
Kelas menjadi sunyi, para siswa saling berpandangan. Tiba-tiba kelas yang tadinya sunyi kembali riuh oleh suara mereka. Mereka saling bertanya satu sama lain. Juga kepada siswa yang sudah pernah ke kota mereka bertanya namun tidak ada jawaban karena si siswa hanya melihat jenis transportasi yang lain.
Becak, ada. Motor, ada. Mobil, ada. Bus, ada. Truk, ada. Pesawat, ada. Coper, ada (maaf kami di Timika tahunya Coper bukan Helikopter), Kapal, ada, Perahu, ada. Speed Boat, ada. Long Boat, ada. Dia memang melihat Kereta Api tapi hanya melalui pesawat televisi.
Akhirnya sang guru menampilkan gambar-gambar alat transportasi. Dengan lancar mereka menyebutkan nama-nama alat transportasi sesuai dengan gambar yang diperlihatkan guru. Setiap gambar yang diperlihatkan dijawab siswa dengan menyebutkan namanya. Kemudian guru memberikan penjelasan atas alat tranportasi tersebut.
Saat Guru memperlihatkan gambar Kereta Api siswa yang sudah pernah ke kota menyebutkan namanya "Kereta Api". Sang Guru lantas menjelaskkan tentang Kereta Api. Saat itu tiba-tiba seorang siswa mengacungkan jari sambil bertanya " Pak Guru, itu Kereta Api  jalan juga di atas aspal ka? Baru Kereta Api itu jalan cepat seperti taxi ka?  Atas pertanyaan itu Sang Guru menjawab, Kereta Api memiliki jalan sendiri yakni Rel Kereta Api (sambil memperlihatkan gambar Rel Kereta Api). Kereta Api memiliki kecepatan rata-rata 100 km/jam. Bahkan di luar negeri ada Kereta Api yang berkecepatan 300 Km/Jam.
Ha..
Para siswa tersentak tak percaya
Salah satu murid menyambung, tidur saja sudah cepat begitu apalagi berdiri, pasti secepat kilat.
Sang Guru geleng-geleng kepala sambil menahan tawa.
Kalau dibaca sekilas, kisah ini seperti MOP (ceritera lucu versi Papua). Bukan, ini bukan MOP, ini adalah kisah nyata yang benar-benar dialami dalam dunia pendidikan di Papua. Mereka belum pernah  melihat apa yang mereka pelajari. Mereka baru melihatnya sekali dalam gambar-gambar yang ditunjukan oleh sang guru.  Inilah gambaran ketertinggalan pembangunan di Papua yang ingin saya bagikan. Ketidaktahuan para siswa itu merupakan cermin ketertinggalan Papua dalam banyak hal. Maka pesan yang hendak disampaikan dari ceritera ini adalah pemerataan pembangunan yang selama ini didengung-dengungkan sebenarnya belum sampai secara merata di pelosok-pelosok negeri ini. Pembangunan yang katanya dari daerah 3T ke kota belum terjadi sebagaimana mestinya. Oleh karena itu Papua dan Indonesia Timur harus menjadi prioritas pembangunan kalau Pancasila mau dilaksanakan karena sila ke lima Pancasila berbunyi keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H