[caption caption="Senam Pagi Untuk Sehat Bersama di Ruang Publik untuk Semua "][/caption]
Planet bumi punya ruang yang tetap tidak bertambah artinya ruang yang kita tempati sekarang adalah ruang yang sama pernah ditempati oleh Dinosourus di Jaman Jurassic jutaaan tahun lalu. Kita hanya punya satu bumi oleh karena itu kita semua dituntut agar lebih bijaksana dalam mengelola ruang dengan sumber dayanya saat ini hingga dapat dinikmati generasi mendatang secara berkelanjutan.
Beberapa waktu lalu (27/09/15), Wakli Presiden Yusuf Kalla menghadiri konsensus negara-negara anggota PBB mengenai Sustainable Development Goals (SDGs). Khusus terkait dengan ruang publik, pada Goals SDGs kesebelas disebutkan mendorong upaya membuat kota dan permukiman manusia yang aman, inklusif, tangguh dan berkelanjutan dimana salah satu targetnya adalah pada tahun 2030, menyediakan ruang publik yang aman, terbuka bebas dikunjungi, ramah lingkungan dan mudah diakses serta dapat dimanfaatkan oleh semua lapisan masyarakat khususnya bagi perempuan dan anak-anak, orang tua dan masyarakat difabel.
 RUANG PUBLIK KITA
Ruang publik adalah tempat yang ditujukan untuk penggunaan publik dan dapat dinikmati secara cuma-cuma dengan tidak mengambil keuntungan di setiap penggunaannya (UN-Habitat Issue Papers, 2015) seperti jalan, pedestrian, taman kota, hutan kota, taman bermain, lapangan olahraga dan fasilitas publik lainnya.
Diakui bersama bahwa penyediaan ruang publik di tempat kita masih minim baik secara kuantitas maupun kualitas. Berikut hal-hal yang sering kita temui terkait dengan ruang publik:
- Minimnya taman kota dan hutan kota
Bila kita perhatikan tak banyak kota yang mempunyai banyak taman atau hutan kota. Kalaupun ada areanya tidak begitu luas dan biasanya kondisinya kurang terawat, sampah disana disini dan beberapa fiturnya rusak. Rata-rata Ruang Terbuka Hijau (RTH) hanya 10% dari luas kota (Kementerian PU, 2006).
Untuk meningkatkan luasan RTH tersebut diterbitkanlah Undang-undang RI Nomor 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang yang mensyaratkan setiap kota harus menyediakan luasan ruang terbuka hijau minimal 30% dari luas total wilayah kota. Sayang hal ini tidak diikuti alokasi anggaran yang cukup sehingga sampai saat ini ruang publik masih belum dianggap suatu hal yang prioritas.
- Minimnya taman bermain anak
Undang-undang RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan bahwa anak-anak Indonesia berhak memperolah sarana bermain yang memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan.
Pemerintah telah berupaya memenuhi amanat UU tersebut dalam menyediakan sarana dan kawasan bermain namun diakui ketersediaanya masih belum memadai sehingga masih banyak anak-anak yang terpaksa bermain di area pemakaman, di jalan dan rel kereta api, di bantaran sungai, bermain bola bukan di lapangan bola.
Anak harus diberi ruang udara yang bebas dan ruang yang luas untuk bergerak untuk memicu sistem motoriknya jangan sampai anak kita kecanduan bermain gadget hanya karena kekurangan tempat bermain di luar rumah. Memang saat ini banyak Mall atau Supermarket yang menyediakan tempat bermain anak tetapi ia bukan ruang pubilk karena hanya dapat diakses kalangan tertentu, dibuka pada jam tertentu dan harus mengeluarkan uang minimal membayar jasa parkir.
- Minimnya fasilitas olahraga
Undang-Undang Nomor 3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional menyebutkan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin ketersediaan prasarana olahraga sesuai dengan standar dan kebutuhan Pemerintah dan pemerintah daerah. Namun juga kita akui bahwa ketersediaan fasilitas olahraga di ruang publik masih kurang. Kalau pun ada, kondisinya sering kurang terawat.
Lapangan olaharga tentu memerlukan lahan luas yang menjadi kendala sedangkan di kota harga lahan tentu sangat tinggi yang lebih memberi tempat kepada pemilik modal besar lalu muncullah fasilitas olahraga yang dikelola olah swasta (lapangan futsal, gedung bulu tangki dan lain-lain) yang tentu bukan ruang publik karena kita harus mengeluarkan biaya untuk dapat olah tubuh di sana.
- Minimnya jalur pejalan kaki.
Dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dicantumkan bahwa Pejalan Kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lain.
Kondisi jalur penjalan kaki/pedestrian/trotoar di kota kita tidak ramah bagi para pejalan kaki. Ruang pedestrian terus menyempit terdesak oleh keberadaan mobilitas kendaraan yang semakin diberi tempat, sektor informal (pedagang kaki lima) turut menyesaki pedestrian sehingga pejalan kaki terpaksa mengalah berjalan di tepi jalan yang dari segi keselamatan tentu berbahaya, kematian atau cacat permanen bisa mengancam setiap saat. Pedestrian menjadi hilang kemanfaatannya.
APA YANG HARUS DILAKUKAN
- Langkah Pertama : Pilihlah Pemimpin yang peduli ruang publik
Indonesia akan melaksanakan pilkada serentak maka saatnya kita memilih pemimpin yang memihak kepada kepentingan rakyat termasuk yang punya komitmen untuk membangun ruang publik. Contoh-contoh pemimpin yang peduli ruang publik dapat kita lihat pada sosok-sosok orang berikut ini.
Kita dapat belajar kepada Walikota Surabaya, Ibu Tri Rismaharini yang selalu masuk nominasi pemimpin terbaik dunia berkat keberhasilannya menata dan memperbanyak ruang publik di Kota Surabaya. Sekarang di kota pahlawan ini banyak terdapat area bermain bagi anak dan remaja serta taman-taman kota yang indah dan warga Kota Surabaya merasa bangga akan kota dan walikotanya.
Kalau kita saksikan sinetron Preman Pensiun, biasanya mengambil setting tempat di sekitar Kota Bandung. Ruang-ruang publik seperti taman dan trotoar dijadikan latar akting Kang Mus dkk. Sejak di bawah kepemimpinan Ridwal Kamil, Kota Bandung tambah kinclong kayak Syahrini. Taman bertema tematik terus dibangun, ada taman fotografi, taman film, taman musik dan masih banyak lagi. Warga Bandung sekarang lebih banyak berinteraksi, bersosialisasi dan yang terpenting berdiskusi unjuk aksi turut membangun kota. Kang Emil ingin warga Bandung bahagia lahir dan batin, untuk itu ruang publik terus ditambah.
Kepemimpinan Kang Emil dan Bu Risma dan menjadi contoh bahwa dalam mengelola kota tidak hanya ditentukan oleh regulasi dan sistem tetapi juga dapat ditentukan oleh kemampuan personal figur seorang pemimpin.
- Langkah Kedua : Penegakan Regulasi
Di republik yang sama-sama kita cintai ini, sudah terlalu banyak regulasi yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara, namun kurang di ranah penegakannya. Sampai-sampai ada ungkapan di masyarakat kita bahwa peraturan itu buat untuk dilanggar.
Wakil Presiden JK pernah mengatakan bahwa pelaksanaan hukum harus benar dan sesuai aturan. Beberapa hal pokok untuk merealisasikan penegakan dan kepastian hukum, maka hukum harus dipandang sebagai ketentuan umum, dan tentu membutuhkan ketauladanan dari pemimpin.
Kita sebenarnya dapat patuh dan taat hukum namun sistem yang kita miliki belum mengarahkan rakyat untuk menaati hukum dalam prakteknya. Sebagai contoh, saat di Indonesia kita dengan enaknya buang sampah sembarangan namun ketika berada di negara orang lain katakanlah di Singapura maka seketika itu juga kita malah disiplin menaati aturan membuang sampah pada tempatnya. Itu karena kita takut mendapat sanksi, hal seperti ini yang belum lumrah kita temui di Indonesia yakni sanksi yang tegas ketika terjadi suatu pelanggaraan peraturan.
Ketika langkah pertama, kita sudah memilih pemimpin yang tepat dan dapat dijadikan suri tauladan dan tegas menegakkan aturan maka saat pemimpin kita punya program, apapun itu termasuk membangun ruang publik pasti akan didukung oleh rakyat sepenuh hati, tentu sebagai rakyat pasti segan dan menghormati peraturan tersebut karena ada kepercayaan di situ.
- Langkah Ketiga : Pembangunan ke Atas (Vertikal)
Permasalah utama dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia adalah masalah lahan termasuk penyediaan ruang publik di perkotaan. Seiring dengan pertambahan penduduk kota dan pertumbuhan ekonomi, tingkat permintaan lahan pun meningkat sehinga pasokan ruang kota menjadi terbatas.
Sudah saatnya kota-kota di Indonesia untuk merancang kotanya berorientasi pada pembangunan vertikal untuk mengatasi keterbasan lahan ini. Dengan pembangunan ke atas akan terdapat lahan-lahan lebih luas yang dapat dipergunakan untuk membangun fasilias publik termasuk ruang publik.
Pengembangan kawasan kota ke arah vertikal akan mendorong pembangunan kawasan kota yang lebih kompak. Fasilitas umum dan tempat bekerja berdekatan dengan tempat tinggal sehingga memungkinkan orang berjalan kaki atau bersepeda. Ada kesempatan untuk bertegur sapa dengan tetangga lainnya sehingga dapat menciptakan komunitas dengan kekerabatan yang lebih erat. Mereka pun rajin berkumpul dan mengadakan acara di ruang publik, interaksi dan kreasi pun tercipta, masyarakat akan lebih sehat lahir dan batin.
Kota-kota di Indonesia pola pengembangannya sudah terlanjur tidak beraturan dan terus melebar secara horizontal dengan ditandai bermunculannya aktivitas di pinggiran kota. Urban Sprawl tidak bisa dihindari, sekarang tinggal bagaimana membenahinya. Pertama, harus ada pemimpin yang baik dan cakap dalam mengelola kota, kedua, penegakan regulasi yang tegas; ketiga pembangunan berorientasi vertikal didukung dengan transportasi publik yang efesien, murah, aman dan nyaman. Apabila ketiga dapat disatupadukan permasalahan kota dan minimnya ruang publik selama ini dapat diatasi tentunya semua itu memerlukan waktu dan dukungan dari kita semua.
MASYARAKAT YANG BERKELANJUTAN
Kota tanpa berpenghuni adalah kota mati. Kota ada pemimpinnya tapi bila tidak ada rakyatnya maka fungsi kota tidak dapat berjalan juga. Jadi keberadaan masyarakat kota mempunyai peranan sangat penting dalam menentukan arah pembangunan kota dan menjalankan fungsi kota.
Faktor paling penting yang membuat kita merasa nyaman untuk hidup adalah masyarakat yang ada di sekitar kita. Kita tahu sumber daya bumi terbatas dan kita harus memikirkan cara supaya dapat berkesinambungan apabila kita tidak ingin punah seperti dinosaurus yang dulu pernah hidup di muka bumi ini. Jadi untuk hidup selanjutnya kita dan masyarakat harus mau berbagi sumber daya.
Berbagi sumber daya hanya dapat terwujud apabila antar manusia ada hubungan emosional dan merasa punya kepentingan bersama. Semua itu hanya dapat terjalin ketika kita sering bertemu bercekrama di ruang publik. Penyediaan ruang publik yang memadai secara kuantitas dan kualitas akan mampu menciptakan masyarakat yang berkelanjutan yaitu tempat orang bekerja sama untuk membuat sesuatu demi kepentingan bersama yang lebih berkelanjutan. AYO KITA BANGUN RUANG PUBLIK UNTUK SEMUA.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H