Model Pembelajaran Berbasis Proyek ( Project Based Learning) Metode Zettelkasten
Masa pandemi covid-19 merupakan pukulan besar bagi pendidikan. Kegagapan atas hal yang belum pernah terjadi menjadikan semua pihak mencari solusi bersama untuk mengatasi kesulitan pada proses pembelajaran yang dipaksa harus dilaksanakan secara daring. Setiap sekolah diberi keleluasaan untuk mencari metode yang tepat untuk peserta didik agar mampu belajar dengan optimal. Seperti kita tahu pada akhir Agustus 2020 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menerbitkan  Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam kondisi Khusus. Seperti yang dilansir oleh tirto.id terdapat tiga pedoman pelaksanaan pembelajaran dalam kondisi khusus yaitu :
1. Â Â Â Â Tetap mengacu pada Kurikulum nasional
2. Â Â Â Â Menggunakan kurikulum darurat
3. Â Â Â Â Melakukan penyederhanaan kurikulum secara mandiri.
Sebagai pendidik, secara pribadi saya memiliki tanggung jawab memberi sumbangsih pemikiran, baik diterima ataupun tidak. Tanggung jawab ini merupakan bentuk ikhtiyar sebagai pendidik untuk memberikan pendidikan optimal kepada peserta didik. Model pembelajaran berbasis proyek dengan metode zettelkasten menjadi gagasan yang mungkin dapat dikaji ulang dan dapat diperdalam sebagai salah model dan metode pembelajaran yang dapat diterapkan pada masa pandemi ini.
Metode ini merupakan salah satu dari Personal Knowledge Management Using Roam Research atau sering dikenal dengan PKM ( Personal Knowladge Management) adalah  kumpulan proses yang digunakan seseorang untuk mengumpulkan, memilah, menyimpan, mencari dan mempergunakan kembali pengetahuan dalam kehidupan mereka sehari-hari (Grundspenkis 2007). Metode ini sebenarnya digunakan oleh orang dewasa untuk  menampung mind map dari pikirannya.Â
Yakni menggunakan note untuk menuliskan agenda, rencana atau hal penting. Namun lebih lanjut dapat digunakan untuk anak, anak tidak hanya dapat melaksanakan proyek dengan indikator yang telah ditentukan oleh guru, namun anak juga dapat ditanamkan mind map sejak usia dini. Ini dapat membantu anak untuk memiliki keterampilan Â
Berpikir Tingkat Tinggi atau Higher Order Thingking Skills (HOTs). Tingkatan ini terjadi ketika anak dapat mengambil informasi baru, menyimpan dalam memori yang saling terkai melakukan pengaturan ulang dan memperluas informasi untuk mencapai tujuan atau menemukan kemungkinan jawaban dalam situasi membingungkan (Lewis Smith, 1993).
Pada proses mind map, anak dengan pendampingan guru dapat menghubungkan pengetahuan lama dengan pengetahuan baru pada proses penyelesaian proyek. Misalnya pada minggu pertama anak diberikan proyek membuat gambar sebuah rumah (tema lingkungan). Pada proyek ini harus mencakup enam aspek perkembangan anak.Â
Sedangkan metode zettelkasten dipergunakan untuk meramu intisari dari proyek tersebut dengan cara guru menggunakan HOTs dan anak memahami dan memunculkan satu kata atau dua kata dan menuliskan pada note. Pada intinya ketika anak mengingat kata tersebut maka anak akan mengingat pembelajaran yang dilakukan. Proses ini akan terus berulang sehingga dapat mengkaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan sebelumnya. Setiap anak dapat menuliskan satu kata yang berbeda dan setiap anak memiliki box sendiri untuk menyimpan note yang telah dituliskan.
Mungkin terkesan sedikit ribet karena guru dituntut menjadi fasilitator yang mengarahkan anak agar mampu mengakulturasi pemahamannya menjadi pemahaman yang tertanan, berjangka waktu lama sehinga menjadi karakter dengan keterampilan HOTs. Sepreti kita ketahui bahwa anak usia dini adalah masa golden age yang mana pada masa ini anak perlu ditanamkan hal-hal yang positif dan berjangka panjang.Â
Mereka berada dalam proses tumbuh kembang, mengalami perubahan kemampuan belajar dengan menguasai tingkat yang lebih tinggi pada aspek gerak, berpikir, perasaan dan interaksi baik dengan sesama maupun dengan benda-benda dalam lingkungan hidupnya (Ernawulan S, 2011).Â
Seperti halnya sebuah data yang didapatkan seorang anak harus dihubungkan sehingga membawa anak tidak hanya berhenti pada knowledge, namun dapat berkembang menjadi insight, wisdom, hingga memunculkan gagasan atau pengetahuan baru (conspiracy theory). Ini yang menjadikan pentingnya untuk mempersiapkan anak usia dini untuk menyikapi perubahan yang cepat dengan memiliki keterampilan kreatif, kritis, kolaborasi dan komunikasi (Fadel 2008).
Pada model pembelajaran berbasis proyek dengan metode zettelkasten ini yang perlu kita pahami dan dalami bersama adalah upaya menghubungkan pengetahuan lama dengan pengetahuan baru secara terus-menerus agar anak mampu belajar untuk menghubungkan, memilah, menyimpulkan hingga memperoleh gagasan baru.Â
Seperti kita tahu Anderson & Krathwohl (2001) yang melakukan revisi terhadap taksonomi Bloom dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi yang meliputi menganalisis, mengevaluasi dan mencipta. Semoga sedikit ulasan ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan sumbangsih pikiran untuk kemajuan pendidikan Indonesia, terutama pada masa pandemi ini.
Artikel ini merupakan tugas mandiri perencanaan pembelajaran di masa pandemi yang diselenggarakan oleh PP Aisyiyah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H