Mungkin terkesan sedikit ribet karena guru dituntut menjadi fasilitator yang mengarahkan anak agar mampu mengakulturasi pemahamannya menjadi pemahaman yang tertanan, berjangka waktu lama sehinga menjadi karakter dengan keterampilan HOTs. Sepreti kita ketahui bahwa anak usia dini adalah masa golden age yang mana pada masa ini anak perlu ditanamkan hal-hal yang positif dan berjangka panjang.Â
Mereka berada dalam proses tumbuh kembang, mengalami perubahan kemampuan belajar dengan menguasai tingkat yang lebih tinggi pada aspek gerak, berpikir, perasaan dan interaksi baik dengan sesama maupun dengan benda-benda dalam lingkungan hidupnya (Ernawulan S, 2011).Â
Seperti halnya sebuah data yang didapatkan seorang anak harus dihubungkan sehingga membawa anak tidak hanya berhenti pada knowledge, namun dapat berkembang menjadi insight, wisdom, hingga memunculkan gagasan atau pengetahuan baru (conspiracy theory). Ini yang menjadikan pentingnya untuk mempersiapkan anak usia dini untuk menyikapi perubahan yang cepat dengan memiliki keterampilan kreatif, kritis, kolaborasi dan komunikasi (Fadel 2008).
Pada model pembelajaran berbasis proyek dengan metode zettelkasten ini yang perlu kita pahami dan dalami bersama adalah upaya menghubungkan pengetahuan lama dengan pengetahuan baru secara terus-menerus agar anak mampu belajar untuk menghubungkan, memilah, menyimpulkan hingga memperoleh gagasan baru.Â
Seperti kita tahu Anderson & Krathwohl (2001) yang melakukan revisi terhadap taksonomi Bloom dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi yang meliputi menganalisis, mengevaluasi dan mencipta. Semoga sedikit ulasan ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan sumbangsih pikiran untuk kemajuan pendidikan Indonesia, terutama pada masa pandemi ini.
Artikel ini merupakan tugas mandiri perencanaan pembelajaran di masa pandemi yang diselenggarakan oleh PP Aisyiyah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H