Mohon tunggu...
Imroah
Imroah Mohon Tunggu... Lainnya - Hidup dalam ketenangan

Seneng Ghibahahahaha

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Salah Bukan untuk Ditutupi, tapi Diakui

22 Mei 2021   19:49 Diperbarui: 22 Mei 2021   23:54 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar : Hanya Ilustrasi Sebuah Permenungan

Di suatu hari disebuah teras alun-alun Kota Kembang, seorang laki-laki tampak merenung sendiri dengan sebatang kretek yang disulut bersama secangkir kopi. 

Ia menceritakan tentang pengalamannya beberapa waktu lalu yang ditinggal tunangannya karena alasan yang tidak bisa terduga sebelumnya.

Ia menceritakan dengan detail pengalamannya untuk mempertingatkanku agar tidak terpedaya dengan sebuah janji. Ceritanya berapi-api seperti masuk kembali pada waktu yang telah meruntuhkan harga dirinya sebagai laki-laki. Matanya memerah ketika mendengar Mariam memutuskan pertunangan mereka yang telah digelar satu bulan yang lalu.

Modus cinta yang dilandasi dengan kedustaan yang tidak pernah diceritakan pada Adam sebelumnya. Adam adalah laki-laki malang yang hari ini mempercayakan sampah-sampahnya untuk ku olah menjadi bait sajak yang akan kutulis suatu hari nanti. Ia menceritakan awal mula pertemuan dengan Mariam di sebuah lembaga kursus bahasa hingga cerita perpisahannya. 

Menurut Adam, Mariam adalah salah seorang wanita yang sering diperebutkan oleh laki-laki di lembaga tersebut. Karena dia anak yang cantik, lembut, cerdas dan komunikatif.

"Siapa yang tidak tergila-gila dengan wanita itu, orang buta saja bisa terbius dengan kelembutan tutur-katanya", pungkas Adam sembari meniupkan gelembung kretek yang telah dihisap.

Dia menggiring lamunan kedalam gelombang alfa melalui tempat dan suasana yang telah terjadi kala itu. Semua paham jika pikiran bawah sadar sembilan kali lebih kuat dari pada pikiran-pikiran sadar. 

Pikiran sadar yang kritis dan logis menjadi tersamping ketika Mariam mengirimkan pesan kepadanya bahwa dia memiliki perasaan yang sama dengan Adam; yang telah lebih dulu mengungkapkan isi hatinya melalui pesan singkat.

Adam sangat kegirangan dan jiwa kelelakiannya sebagai petarung muncul dan merasa menang telah mendapatkan seorang "kembang desa" yang diperebutkan banyak laki-laki di lembaga kursus itu. Maka ia menceritakan kepada teman sekamarnya jika Mariam telah menerima cinta dan memenangkan pertarungan dengan para "laki-laki gurun"

Setelah penggalan cerita itu, tiba-tiba air matanya meleleh. Aku baru tahu seorang Adam yang kukenal sangat garang, menitihkan air mata untuk seorang perempuan. Menurutku, sangat wajar dan itu adalah bentuk ketulusan hati yang terdalam terhadap pemaknaan sebuah cinta. Ia menunduk mengusap pipinya sembari tersenyum dan menyruput kopi yang telah tersedu dihadapan sebuah asbak.

"Mariam wanita yang baik, dia memperlakukan aku sebagaimana kekasihnya, memberi kepercayaan diri sebagai seorang laki-laki beruntung. Banyak laki-laki di lembaga itu merasa iri dengan kedekatan kami".

"Suatu saat salah seorang laki-laki yang pernah mendekati Mariam menyampaikan bahwa Mariam sudah tidak perawan".

"Sontak aku marah, sangat begitu marah bahkan dengan sengaja kupukul pipinya hingga terpental ke jalan raya. Aku tahu bahwa dia sangat iri dengan kedekatan kami, pasalnya dia pernah ditolak mentah-mentah oleh Mariam", Tambahnya.

Aku mencoba menelisik matanya yang nanar; memerah. Namun tidak ku pahami seperti ada dendam dari dua bola mata itu. Tanpa menyelah, aku dengan sabar mendengar setiap kalimat yang tertuang bersama prasangka-prasangka terhadap hubungan orang yang dipukul, Adam dan Mariam. 

Namun tidak ada sepatah kata yang bisa terucap untuk memotong emosi Adam yang telah masuk pada kejadian masa lalu. Ia kembali menitihkan air mata, kali ini dia tidak bisa menahan emosi menggebu.

"Selepas aku memukulnya,dia malah terkekeh seolah mengetahui dan yakin tentang yang diucapkan. Aku semakin marah. Kuucapkan padanya bahwa Mariam adalah wanita baik yang akan kunikahi". 

"Dia pun mengakhiri perkelahian dengan meninggalkan parkiran tempat aku dan dia beradu pukulan. Kala itu aku sangat ketakutan akan kehilangan Mariam", Sambungnya.

Aku semakin bingung dengan cerita Adam, sehingga kuberanikan diri memotong dengan pertanyaan "Apa hubungan Mariam, laki-laki itu dan ketakutanmu ?", tanyaku dengan rasa kebingungan.

"Tin, aku tidak berani menceritakan ini. Namun semakin ku pendam, maka semakin rasa ini tidak karuan. Aku harap kamu bisa menjaga amanah untuk tidak menceritakan ini kepada siapapun". 

"Biaran aku, Mariam, Tuhan dan kamu yang mengetahui ceritaku ini. Aku yang memprawani Mariam, dan kala itu aku sangat ketakutan jika hubungan kami didengar oleh orang lain. Aku mencintai Mariam Tin, bahwa perjakaku telah kuberikan padanya dengan senang hati", Ucapnya dengan penuh penyesalan.

Aku sangat syok mendengar pengakuan Adam dan entah apa yang ku dengar ini adalah sebuah kenyataan. Aku mencoba menenagkan diri dan tidak menanyakan apapaun kepada Adam. Secara khusyuk kudengar pengakuan yang membuat diri ini terkaget-kaget.

"Aku mempercayakan keperjakaanku karena aku ingin mengikatnya. Aku belum mempu menikahinya kala itu. Karena aku harus menyelesaikan kursus begitu pula dengan dia selain itu aku juga belum punya penghasilan". 

"Maka caraku untuk mengikat cinta adalah dengan memprawaninya. Dia tidak sedikitpun memberontak dan aku merasa dia juga menikmati hubungan terlarang ini". 

"Maka aku ketakutan ketika salah seorang menyampaikan jika Mariam tidak perawan. Ketika kita berhubungan selayaknya suami-istri, aku menyampaikan kepadanya jangan saling meninggalkan apapun yang terjadi. Ia mengangguk dengan senyum yang membuat aku semakin terlena", tandasnya.

Mataku melotot, alisku mengerut mendengar sesuatu yang bagiku tabu. Namun harus ku sembunyikan ketidakpercayaan tentang pengakuan seorang laki-laki yang berani menceritakan kekilafan kepada seorang Tina, perempuan kutu buku yang tidak mempunyai banyak teman di Kota Metropolitan ini selain Adam laki-laki yang kupercaya menjadi seorang teman baik.

(lanjut ---->)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun