Tiba-tiba gus Rofak berubah, tidak hangat seperti dulu. Jarang pula terlihat mengajar di kelas alfiyah putra. Saya memberanikan diri menanyakan hal tersebut pada adik bungsunya, Ning Nifa. Menurut pengakuan nin Nifa, gus Rofak sudah memberi tahu abah dan umik (panggilan keluarga) jika dia hendak meminangku. Namun abah tidak setuju, karena abah sudah menjodohkan gus Rofak dengan Ning Nisa dari Pondok daerah Banten. Dulu, gus Rofak sudah tau jika hendak dijodohkan namun dia berdalih ingin modok di Lirboyo sebelum dijodohkan.
Hati saya sangat terpukul mendengar pengakuan ning Nifa. Hari pun berlanjut, saya di panggil untuk menghadap kyai ke ndalem (rumah beliau). Tiba-tiba Kyai Mahsum ngendikan.
"Nduk, abah ngerti kowe lan Rofak podo senenge. Ning sing dadi mantuku lek iso kudu apal qur'an. Supoyo bisa nganteni umik mimpin pondok putri." (Nak, abah ngerti kamu dan Rofak saling mencintai, tapi kalau bisa yang menjadi menantu minimal harus hafidz, agar bisa menggantikan umik memimpin pondok putri).
"Sampean wes apal 30 juz nduk ?" ( kamu hafal 30 juz ?)
"Dereng yai, namung 5 juz ingkang sampun kula hafalaken." ( belum yai, hanya 5 juz yang sudah hafal)
"Kira-kira, sanggup lek wulan januari sesuk apal 30 juz ?" (kira-kira januari bisa hafal 30 juz ? )
"Ampun yai, sakmenika kula dereng saget menawi setunggal wulan mawon damel hafalan." (maaf yai, saya tidak bisa menghafalkan jika hanya dalam satu bulan)
Betapa hancur mendengar kalimat itu, kalimat yang tidak bisa saya terima adalah sebuah kedustaan yang dibalut dengan dalih hafidz. Ketika orang tua yang sudah menjodohkan anaknya dengan anak pemuka yang lain, mengapa semua membodohi saya. Disaat cinta ini terlarang. Mengapa memberi harapan, dan ketika saya terlanjur membangun istana megah di hati ini. Dengan menguatkan hati, saya ucapkan
"Njeh kyai, menawi niku ingkang terbaik damel Guse, kula sakmenika nderekaken mawon." (iya kyai, jika itu terbaik untuk gus, saya ikut saja)
"iya, nduk" (iya nak)
Januari telah berlalu, bulan februari pun menyapa. Bulan yang tidak pernah saya duga, di sore itu, saat senja menjingga. Gus Rofak meminta Ning Nifa memberikan sepucuk surat untukku.