Mohon tunggu...
Remegises Danial Y Pandie
Remegises Danial Y Pandie Mohon Tunggu... Editor - Editor

Saya adalah orang yang suka dengan tantangan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Harmoni dalam Keberagaman: Peran Pendidikan Agama Kristen Multikultural dalam Membangun Kedamaian di Indonesia

12 Desember 2023   22:19 Diperbarui: 12 Desember 2023   22:48 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Robet W.Pazmino sebagaimana dikutip oleh Sidjabat mengungkapkan bahwa Pendidikan Kristen (Christian Education) merupakan usaha bersahaja dan sistematis, ditopang oleh upaya rohani dan manusiawi untuk mentransmisikan pengetahuan, nilai-nilai, sikap-sikap, keterampilan-keterampilan, dan tingkah laku yang sesuai dengan iman Kristen; mengupayakan perubahan, pembaharuan dan reformasi pribadi, kelompok bahkan struktur oleh kuasa Roh Kudus sehingga peserta didik hidup sesuai dengan kehendak Allah sebagaimana dinyatakan oleh Alkitab terutama dalam Yesus Kristus.Jadi dari pernyataan ini dapat  disimpulkan bahwa fokus Pendidikan Agama Kristen itu adalah mengenai pembaharuan hidup seseorang supaya sejalan dengan kehendak Kristus dengan berlandaskan firman Tuhan yang tertuang dalam Alkitab.Dengan  kata  lain, Pendidikan Agama Kristen dapat disebut sebagai pendidikan berbasis Alkitab.[11] Sejarah pendidikan agama Kristen dimulai dari persekutuan Allah dan manusia dalam Perjanjian Lama. Bermula saat Tuhan telah memilih dan memanggil Abraham dari jauh untuk melayani kehendak-Nya yang agung guna keselamatan seluruh umat manusia. Bimbingan dan maksud Tuhan itu perlu dijelaskan kepada anak cucunya. Ishak meneruskan ajaran yang penting itu dan kemudian anaknya Yakub pula menanamkan segala perkara ini ke dalam batin anak-anaknya.Dalam Perjanjian Baru pendidikan Kristen pertama-tama berpusat pada Tuhan Yesus.Di samping jabatan-Nya sebagai Penebus dan Pembebas, Tuhan Yesus juga menjadi seorang Guru yang Agung.[12]

Pendidikan agama Kristen bertujuan untuk menyatakan kehendak Allah dengan mengajarkan, mendidik, membina, menasihati dan menuntun warga gereja atau warga kristiani maupun naradidik untuk mengenal Allah dan kehendakNya, menyatakan kasih, pengampunan, perdamaian, keadilan, kebenaran dalam mewujudkan Kerajaan Allah ditengah dunia.Sebagaimana maksud dan tujuan Kristus dalam memproklamasikan pekerjaanNya di tengah dunia dan sesama manusia.Yesus menyatakan bahwa "Roh Tuhan ada padaKu, oleh sebab Ia  telah mengurapi  Aku  untuk  menyampaikan kabar  baik  kepada orang-orang  miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang" (band. Lukas 4:18-19; Yesaya 61:1-2; Matius 13:57; Markus, 6:4; Yohanes 4:44).[13] Pendidikan Kristiani berupaya/bertujuan untuk mendampingi, memperlengkapi manusia agar mengalami pertumbuhan imannya secara utuh mengalami perkembangan secara fisik, jiwa dan roh.[14]

Menurut Miler, tujuan Pendidikan Kristen adalah mengantar pelajar sehingga mengalami pengalaman yang benar dengan Allah, Bapa Tuhan Yesus Kristus, dengan kata lain tujuan merupakan usaha menjadikan peserta didik sebagai murid sejati. Lain halnya dengan Brian Hill dalam Pazmino mengatakan bahwa Pendidikan Kristen bukan sekedar kegiatan yang membawa manusia memiliki pengetahuan, tetapi tidak terpisah dari Allah. Sedangkan Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 55 tahun 2007 Pendidikan keagamaan bertujuan memberikan pengetahuan dan membentuk sikap,kepribadian,dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya,yang dilaksanakan sekurang-kurangnya dalam mata pelajaran/kuliah pada semua jalur,jenjang dan jenis pendidikan. Dan ini berlaku untuk semua agama, termasuk pendidikan agama Kristen. Selanjutnya, didalam peraturan tersebut, mengemukakan fungsi pendidikan agama ialah membentuk manusia Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan yang maha esa,berakhlak mulia mampu menjaga kedamaian dan kerukunan, sedangkan pendidikan keagamaan yang terdiri dari pendidikan keagamaan/Agama dan Pendidikan Teologi berpungsi mempersiapkan peserta didik menjadi masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya, atau menjadi ahli ilmu agama.[15] Dengan demikian maka, hakikat dan tujuan pendidikan agama Kristen membutuhkan manusia untuk mencapai tujuannya dan merubah pola pikir, pola hidup, pola tingkah laku dan pola sosial masyarakat dalam bersosialisasi.

 Multikultural dalam sejarah Indonesia

Multikultural di Indonesia khususnya di ranah pendidikan merupakan sebuah isu yang hangat untuk diperbincangkan. Sementara itu masyarakat di Indonesia yang bersifat plural atau beragam, baik itu suku, ras, dan agama (SARA). Kondisi bangsa Indonesia yang mempunyai ragam suku dan agama dapat memperkaya bangsa ini apabila dari setiap suku dan agama dapat hidup rukun dan saling berdampingan. Namun di lain pihak, perbedaan ini juga dapat menyebabkan adanya konflik antar suku dan agama. Terjadinya konflik suku, ras, agama, dan antar golongan diberbagai daerah di Indonesia seperti di Ambon, Aceh, Poso, Sampit, dan beberapa daerah lain menjadi bukti kebenaran pendapat ini. Simao de Assuncao juga mengatakan, "Kemajemukan dalam masyarakat dapat menimbulkan potensi konflik yang pada situasi tertentu dapat muncul ke permukaan kehidupan menjadi masalah yang krusial, bahkan dapat memecah belah bangsa Indonesia."[16] Provinsi Kalimantan Barat merupakan salah satu wilayah yang banyak mencatat pertikaian etnis yang berujung pada konflik. Konflik-konflik tersebut melibatkan beberapa etnis di dalamnya. Beberapa tulisan bahwa suku Dayak dan suku Madura adalah suku yang sering terlibat dalam pertikaian di Kalimantan Barat. Edi Patebeng dalam bukunya yang berjudul Dayak Sakti, Ngayau, Tariu, Mangkok Merah, Konflik Etnis di KalBar 1996/1997 mencatat berdasarkan data baik tulisan maupun lisan dalam versi Dayak, sudah sebelas kali terjadi konflik Dayak-Madura di Kalimantan Barat hingga tahun 1997.[17]

Melihat pada banyaknya jumah peristiwa yang terjadi, tercetuslah berbagai pendapat untuk menemukan penyebab-penyebab konflik. Ada tiga argumen yang dikemukakan komentator lokal untuk menjelaskan pertikaian yang terjadi di antara Dayak dan Madura, yaitu argumen Budaya, Ekonomi, dan Politik.[18] Argumen pertama menyebutkan sifat kesukuan/kultur budaya masing-masing etnis dan perbedaan adat istiadat memudahkan terjadinya gesekan atau perselisihan. Argumen kedua, timbulnya kesenjangan sosial di antara masyarakat pribumi dengan masyarakat pendatang khususnya etnis Madura. Kesenjangan sosial muncul ke permukaan akibat adanya peminggiran suku pribumi, dimana lahan pertanian mereka perlahan berubah menjadi area perkebunan komersil atau kawasan pertambangan yang lama-kelamaan diambil alih oleh para pendatang ataupun para transmigran. Argumen ketiga dengan melihat adanya penggunaan kekuasaan di daerah konflik dan kepentingan politik yang mungkin disebabkan oleh pertikaian etnis.[19] Berbagai pertikaian atau konflik terjadi karena pertentangan atau perbedaan pendapat paling tidak antara dua orang atau kelompok. The British Council mendefinisikan konflik sebagai hubungan dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki atau merasa memiliki sasaran-sasaran yang tidak sejalan.[20] 

Beberapa faktor yang memungkinkan konflik etnis muncul ke permukaan menjadi konflik terbuka adalah pertama, perubahan konstelasi politik pada masa reformasi dan iklim kebebasan yang dijunjun tinggi menjadi ladang subur untuk mengungkapkan keresahan beberapa kelompok etnik. Kedua, ketidakmerataannya pembangunan di berbagai wilayah di Indonesia disadari atau tidak terpolarisasi berdasarkan kelompok etnik. Ketiga, tidak dapat dipungkiri bahwa dalam masyarakat Indonesia identitas etnik menjadi faktor penting dalam kehidupan masyarakat, terutama pedesaan.[21] Konflik juga terjadi di Poso pada tahun 1998, dimana Indonesia memasuki era reformasi denganditandai jatuhnya rezim Orde Baru pimpinan Presiden Soeharto. Wilayah Poso merupakan sebuah Kabupaten di Sulawesi Tengah. Kabupeten Poso secara administratif terbagi menjadi 19 Kecamatan, yang terdiri dari 23 Kelurahan dan 133 desa, dengan total jumlah penduduk 209. 228 jiwa.[22] Salah satu penyebab konflik Poso adalah permasalahan yang berkaitan dengan problema historis yang menyangkut masalah penduduk asli Poso yang merasa termarjinalkan dengan keberadaan penduduk pendatang dari luar Poso. Keadaan ini merujuk pada pengertian konflik sosial menurut Coser yang menyatakan bahwa penyebab latar belakang dari konflik biasanya karena pertentangan atau pertikaian antar kelompok dengan identitas yang jelas terlibat konflik dalam mengejar ataumemperebutkan isu-isu tertentu, seperti pertentangan nilai atau menyangkut klaim terhadap status (jabatan politik/sosial), kekuasaan, pertentangan, dan sumber daya alam.[23] Penduduk asli Poso merasa termarjinalkan di bidang sosial ekonomi karena para pendatang lebih sukses karena mempunyai bidang tanah yang lebih luas dari keuntungan hasil panen cokelat, di bidang politik penduduk asli Poso merasa tersingkirkan karena pada masa lalu elit Kristen kekuasaannya dominan di pemerintahan Kabupaten Poso akan tetapi kondisi berbalik setelah Islam lebih banyak penganutnya di Poso. Perbedaan agama ini akhirnya menjadi senjata ampuh bagi para elit untuk menjadikan kendaraan politiknya untuk bersaing dan konflik untuk mendapatkan jabatan kekuasaan dalam mencapai kepentingan politiknya tersebut dan dilakukannya dengan cara memobilisasi massa melalui isu sensitif yaitu isu etnis dan agama.[24]

Mengingat begitu beragamnya latar belakang dan tingkat sosial masyarakat, maka persoalan hak dan kewajiban senantiasa muncul menjadi konflik sosial yang berkepanjangan dan terjadi di berbagai daerah. Konflik-konflik yang sering terjadi karena persoalan menggunakan simbol-sibol ras, etnis, agama, dan golongan yang mengakibatkan banyak korban jiwa yang berjatuhan. Keragaman adalah realitas Indonesia yang tidak dapat ditolak. Keragaman elemen yang membentuk masyarakat politik (negara) Indonesia terlihat jelas dalam sejarah berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Semboyan Bhineka Tunggal Ika (Berbeda-beda tetapi tetap satu) secara jelas menyatakan bahwa keragaman yang ada di dalam bangsa Indonesia tidak bisa dihomogenisasi.

Peran PAK dalam menciptakan kedamaian

Bangsa Indonesia merupakan salah satu bangsa yang multikultur. hal ini dapat dilihat dengan keberagaman yang ada didalamnya mulai dari suku, agama, budaya, dan bahasa, harus nya sebagai warga Negara Indonesia kita harus memandang atau membentuk pola pikir dalam minset kita bahwa ini merupakan suatu kekayaan yang dimiliki oleh Indonesia dimana didalamnya harusnya terdapat penerimaan satu antara yang lain. Namun berbanding terbalik dengan realita yang terjadi malah tak sedikit keberbedaan ini yang menjurus kepada sebuah konflik seperti yang pernah terjadi didalam sejarah kelam Indonesia seperti pada tahun 1998 kekerasan terhadap etnis china di Jakarta, tahun 1999 islam-kristen di Maluku Utara, tahun 1931 perang etnis dayak dan Madura serta peristiwa tahun 2020 dimana terjadi penolakan terhadap orang papua dan banyak lagi. Bila keadaan ini terus menerus diwarisi kepada generasi berikutnya tentu ini merupakan sebuah keadaan buruk yang yang dapat merusak banyak hal, mulai dari keditak nyamanan untuk tinggal di bangsa ini karena merasa hak atau kebebasannya dirampas dan tentu juga ini akan mengakibatkan kerusakan kepada Negara ini tentunya.

Dengan adanya konflik-konflik yang sudah sempat disinggung oleh penulis maka itu merupakan sebuah masalah yang dimana didalamnya perlu menemukan sebuah solusi, demi memutus konflik tersebut untuk tidak terus menerus berlangsung dibangsa ini. Pendidikan Multikultural menawarkan alternative melalui penerapan setrategi dan konsep pendidikan yang berbasis pada pemanfaatan keragaman yang ada dimasyarakat khususnya yang ada pada siswa seperti keragaman etnis, budaya, bahasa, agama, status sosial, gender, kemampuan, umur, dan ras.[25]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun