Mohon tunggu...
Rembulan Pagi
Rembulan Pagi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pengkhianatan Ahok, Akankah Terulang pada Jokowi dan Megawati?

12 Agustus 2016   23:03 Diperbarui: 12 Agustus 2016   23:47 2296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

AHOK, sosok yang saat ini dicitrakan konsisten & bersih, seolah menjadi tumpuan atas berbagai persoalan di Ibukota negara ini. Namun apakah demikian fakta-faktanya yang mengikutinya sepanjang sejarah politiknya sejak muncul di hadapan publik?

Ahok mulai muncul di publik ketika menjadi anggota DPRD (2014-2009) Kab Belitung Timur dari Partai Perhimpunan Indonesia Baru (PPIB). Merasa memiliki kesempatan dari perubahan situasi politik yang tersedia saat itu, yaitu pemilihan kepada daerah langsung untuk pertama kalinya, AHOK mencoba untuk maju sebagai calon Bupati Belitung Timur.

Ditengah situasi kejenuhan politik di publik yang muak kepada partai politik, AHOK mencoba mengambil momentum tersebut untuk memperoleh kedudukan eksekutif yang membuka kesempatan lebih besar terhadap ambisinya terhadap kekuasaan.  

AHOK akhirnya memilih melepaskan jabatan anggota DPRD Belitung Timur dan menyatakan diri maju sebagai Calon Bupati dengan dukungan PPIB, PNBK dan beberapa partai kecil lainnya. Dan akhirnya AHOK terpilih sebagai Bupati Belitung periode 2005-2010 bersama wakilnya Khairul Efendi dari partai Nasional Banteng Kemerdekaan (PNBK).

Kemenangan AHOK saat itu, sesungguhnya bukanlah sesuatu luar biasa karena memang momentum pilkada langsung membuka kesempatan sama bagi bagi siapapun yang didukung partai politik untuk berlaga. Apalagi pada saat itu adalah masa dimana keberadaan parpol sedang dalam situasi kejenuhan. Sehingga kemunculan figur-figur baru dalam kancah politik seolah menjadi jawaban atas kegelisahan publik. Karena pada saat ini pula kemunculan sosok JOKOWI yang fenomenal juga dimulai. Jokowi pertama kali muncul di dunia politik setelah terpilih sebagai Walikota Solo pada 2005.

Beda AHOK dan JOKOWI. JOKOWI yang terpilih sebagai Walikota SOLO untuk periode 2005-2010 terus menjalankan amanah hingga akhir jabatan dan terpilih untuk periode keduanya, namun AHOK berbeda.

Sejak terpilih sebagai Bupati Belitung Timur periode 2005-2010, AHOK merasa bahwa popularitasnya yang terdongkrak harus dimanfaatkan untuk jabatan politik yang lebih tinggi. AHOK tinggalkan posisinya sebagai Bupati Belitung Timur pada Desember 2006 untuk mencalonkan diri sebagai Calon Gubernur Bangka Belitung pada Pigub 2007.

Keputusan Ahok untum maju sebagai Gubernur Bangka Belitung pada 2006 dilandasi oleh penilaian pribadinya bahwa selama menjabat sebagai Bupati Belitung Timur ia merasa telah berhasil dan harus ditularkan ke wilayah yang lebih besar.

Namun apa yang terjadi? AHOK Kalah dalam Pilgub Bangka Belitung 2007. Ia frustasi. AHOK kemudian menyatakan diri untuk mundur dari dunia politik. Saat itu, AHOK pernah menyampaikan pesan kepada Bu Kartini Syahrir (istri dari Pendiri Partai Perhimpunan Indonesia Baru yang menjadi kendaraan poliik pertama AHOK).

Kepada Bu Kartini Syahrir, AHOK berkata “saya ingin mundur dari dunia politik Bu. Saya ingin menjadi pendeta saja, yang tidak terbebani dosa tapi dapat membantu rakyat kecil”.

Tetapi sejarah berkata lain. Menurut berbagai sumber, niat AHOK mundur dari politik iu ternyata hanya kamuflase semata. Alasan AHOK keluar dari Partai Perhimpunan Indonesia Baru karena AHOK merasa bahwa partai tersebut sudah tidak layak untuk dijadikan kendaraan politik berikutnya. Fakta ini terbukti ketika AHOK kemudian masuk menjadi anggota Partai Golkar untuk maju sebagai anggota DPR RI pada Pemilu 2009.

Terpilih sebagai anggota DPR RI 2009-2014 dari Partai GOLKAR, AHOK kembali memperoleh kesempatan untuk memanfaatkan posisinya untuk mengincar jabatan eksekutif seperti ketika ia menjadi anggota DPRD Belitung Timur (2004-2009). Ahok kemudian mencoba untuk mencalonkan diri sebagai Cagub DKI pada 2012 melalui jalur Indepeden. Gagal di jalur Independen di Pilgub 2012, AHOK kemudian mencoba masuk ke Partai GERINDRA.

Bermodal latar belakang dari kelompok minoritas yang juga memiliki hak untuk memperoleh kesempatan yang sama di dunia politik, ia mencoba membujuk Prabowo Subianto, Ketum GERINDRA. Prabowo Subianto yang selama ini dicap sebagai sosok yang anti terhadap Tionghoa dan memiliki dosa sejarah dalam prahara 1997/1998 merasa memperoleh kekuatan baru yang segar untuk menghapus dosa-dosa politik yang selama ini disematkan dalam dirinya. Prabowo Subianto akhirnya memutuskan AHOK untuk maju dalam Pilkada DKI 2012. AHOK keluar dari Partai GOLKAR dan masuk sebagai kader GERINDRA.

Prabowo senang. Prabowo merasa bahwa dengan mencalonkan AHOK dala Pilkada 2012, ia akan memperoleh kesempatan besar untuk maju sebagai Capres di 2019. Apalagi saat itu Prabowo telah berhasil untuk membujuk Megawati Soekarnoputri untuk mencalonkan Jokowi sebagai Cagub DKI. Prabowo merasa yakin mampu menjadi sosok “King Maker” dengan keberhasilannya menyatukan kekuatan politik nasionalis PDI Perjuangan dalam kendali politiknya.

Namun fakta sejarah berkata lain. Prabowo yang telah berjasa dalam pencalonan AHOK di Pilkada DKI 2012 akhirnya dikhianati oleh AHOK. Saat Prabowo Subianto dengan Partai Gerindra dan gabungan parpol mencalonkan dirinya sebagai Capres di 2014, ternyata AHOK tidak banyak memberikan dukungan politik untuk Prabowo. Jokowi menjadi Presiden RI dan Prabowo kalah.

Prabowo masih anggap kekalahan dalam Pilpres 2014 adalah sesuatu yang wajar. Namun Prabowo menjadi murka ketika AHOK yang ia dukung secara total sejak 2012 akhirnya menyatakan diri keluar dari keanggotaannya di partai GERINDRA. Prabowo merasa dikhianati dan dilecehkan oleh AHOK karena AHOK menyatakan diri keluar dari GERINDRA tanpa menyampaikan secara langsung kepada Prabowo sebagai Ketum Partai GERINDRA. Prabowo yang telah berkorban banyak dan harus pasang badan dihadapan para jajaran tokoh teras GERINDRA ketika menolak pencolanan AHOK di Pilkada DKI 2012. Beredar berbagai informasi, pencalonan AHOK sebagai Cawagub Jokowi pada Pilkada DKI 2012 yang lalu itu, Prabowo Subianto harus mengeluarkan kocek lebih dari 80 Milyar. Prabowo bahkan harus bersitegang dengan adiknya, Hasyim Djojohadikusumo, yang pernah dilecehkan AHOK sebagai pengemplang pajak saat AHOK kampanye sebagai cagub DKI dari jalur Independen 2012 di wilayah Jakarta Utara.

Setelah memperoleh Jabatan Gubernur paska Jokowi terpilih sebagai Presiden RI 2014-2019, karakter AHOK yang pindah-pindah kendaraan politik menjadi nyata. Setelah mengumumkan dirinya akan maju melalui jalur Independen bersama Teman Ahok, AHOK akhirnya juga kembali berkhianat. AHOK campakkan kekuatan publik yang terbangun melalui Teman Ahok. AHOK memilih GOLKAR, HANURA dan NASDEM sebagai kendaraan politiknya untuk maju di PILKADA DKI 2017. Bahkan dengan bangganya, AHOK menyatakan bahwa dirinya memang bagian dari sejarah GOLKAR. AHOK menyebutkan bahwa dirinya masih menyimpan foto diri dan orangtuanya yang menjadi tokoh Golkar di tempat kelahirannya.

Kini, setelah didera berbagai dugaan kasus korupsi yang menyeret namanya, AHOK selalu berlindung dibalik Presiden Jokowi yang membawanya menjadi Gubernur DKI. AHOK selama menjadi Gubernur DKI Jakarta, selalu menyeret-nyeret nama JOKOWI ketika menghadapi berbagai kasus yang menyeret dirinya.

Disaat AHOK menghadapi berbagai kasus korupsi yang mulai mengarah ke dirinya, misalnya di kasus Reklamasi, AHOK tidak segan-segan menyeret nama Presiden Jokowi ke dalam pusaran kasusnya. Saat kasus korupsi reklamasi ini mencuat, AHOK secara terang-terangan menyebutkan bahwa keberhasilan JOKOWI menjadi Presiden RI adalah karena dukungan para pengembang/ investor yang diuntungkan oleh kebijakan Jokowi saat menjadi Gubernur. Sungguh keterlaluan.

Nah apakah kita sekarang juga masih percaya dengan propaganda AHOK yang akhirnya maju dengan partai GOLKAR, HNURA dan NASDEM tanpa adanya praktek “mahar” politik?  Saya kira gugatan dari keluarga Bung Hatta atas penghargaan Tokoh Anti Korupsi terhadap AHOK cukup menjadi bukti pencitraannya. 

Dari serangkaian Fakta yang mengikuti jejak politik AHOK, kini saatnya kita perlu mewaspadai manuver demi manuver AHOK dalam melapangkan jalannya meraih kekuasaan.

Presiden Jokowi yang sedang fokus membangun Indonesia sentris bersama kekuatan perubahan di tubuh PDI Perjuangan harus waspada atas berbagai manuver AHOK yang haus kuasa. Sebagai publik yang kritis dan rindu perubahan sesuai visi Presiden untuk mewujudkan daulat rakyat, kita harus mengingatkan Ibu Megawati Soekarnoputri yang sedang disasar oleh AHOK dan barisan kekuatan pragmatisnya.

Bukan tidak mungkin, cara-cara pragmatisme politik yang sedang dimainkan oleh AHOK dan barisannya akan mengulang kisah tragis PDI Perjuangan yang menjadi partai pemenang Pemilu seperti era 1999-2004 : memenangkan pemilu tapi tak diberi kesempatan memenangkan ideologi kerakyatan.

Bukan tidak mungkin pula ketika AHOK telah mendapatkan Jabatan Gubernur DKI 2017, AHOK akan mengkhianati JOKOWI dan PDI Perjuangan di 2019 nanti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun