Penduduk Ibukota Jakarta yang memiliki jumlah penduduk miskin, padat, semrawut dan kumuh adalah kawasan Jakarta Barat dan Jakarta Utara. Di dua kota itu, dulunya memang kawasan industri yang kini telah banyak gulung tikar.
Ketika Jokowi dulu memimpin Ibukota, ia ingin membangun kampung deret agar kehidupan rakyat Ibukota dapat terus berkelanjutan dengan aktifitas ekonomi yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sementara sekarang, tak sedikit rakyat miskin ibukota yang menjadi korban urbanisasi era Orde Baru dipaksa hidup tanpa aktifitas ekonomi di rumah-rumah susun yang tak sedikit segela sesuatunya diperoleh dengan membeli.
Masyarakat pesisir yang hidup dari melaut dipaksa beralih profesi jauh dari bibir pantai karena proyek kawasan bisnis dan hunian kaum elitis. Presiden Jokowi dipaksa untuk mengkhianati visi maritim yang salah satu pilarnya adalah kaum nelayan. Mau berapa lagi jumlah kawasan mewah dan megah yang akan menurunkan daratan ibukota ini pak gubernur?
Sementara itu, Presiden Jokowi yang selama ini ingin mendengar, melihat langsung kehidupan rakyat dengan dekat dan bisa berdiskusi dengannya, dihalangi oleh sikap dan cara pandang para pendukung sang gubernur yang selalu menghakimi pendapat dan opini rakyat.
Sungguh ironis. Presiden Jokowi ingin agar relawan yang dahulu mengorganisir pemenangan bersama rakyat dapat membantu kerja-kerja partisipatif dalam membangun kedaulatan dan kemandirian nasional, justru meluaskan sinis dan antipati dari publik.
Bagaimana mungkin program dan kebijakan pemerintah dalam Trisakti dan Nawacita dapat sampai dengan nyata dan meluas di tengah-tengah kehidupan rakyat jika relawan-relawan itu justru menebar kebencian terhadap rakyat yang menyampaikan kritik. Bukankah kritik adalah energi untuk berubah menjadi lebih baik?!
Inilah yang menjadi poros dari obrolan satir atas situasi terkini, terutama di media sosial, menjelang Pilkada DKI Jakarta.
Akhir cerita, kita tentu sangat berharap kepada kita semua untuk kembali menjaga visi presiden Jokowi agar tak dibebani persoalan Ibukota. Mari kita dorong terus dan jaga bersama agar presiden Jokowi sukses wujudkan visi dan misi Trisakti. Biarkanlah persoalan ibukota Jakarta ini ditanggung oleh sang gubernur yang sudah seharusnya bertanggungjawab atas pilihan dan kebijakan yang telah ia ambil.
Pemimpin yang amanah adalah pemimpin yang berani bertanggungjawab atas ucap dan tindakannya. Sekali lagi. Cukup SUDAH Hoki Ahok dari Presiden Jokowi.
Siapa yang tidak marah ketika Jokowi dikatakan bisa menjadi presiden hanya karena pengembang?!