Mohon tunggu...
resya marchelina
resya marchelina Mohon Tunggu... Foto/Videografer - .

.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Polemik Hoaks dan Hari Aksara Internasional

6 Oktober 2019   18:48 Diperbarui: 6 Oktober 2019   18:54 5
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Polemik Hoax dan Hari Aksara Internasional.

Resya Marchelina (A1B217001)

Hari Aksara Internasional atau International Literacy Day yang diperingati setiap tanggal 8 September ini merupakan hari yang ditetapkan oleh UNESCO sebagai wujud peringatan akan pemberantasan buta aksara. 

Mengambil tema "Literasi dan Multilingualisme" ditahun 2019 ini, United Nations menegaskan bahwa fokus utama dalam multilingualisme yang dimaksud berhubungan dengan dunia globalisasi dan digital; bersamaan dengan implikasinya terhadap keaksaraan atau literasi dalam kebijakan dan praktik untuk mencapai inklusi yang lebih besar didalam konteks multibahasa.

Dengan diperingatinya Hari Aksara Internasional, masyarakat harus mengerti mengenai betapa pentingnya melek aksara. Hal ini dapat dilihat dari kualitas hidup masyarakat. Penduduk yang buta aksara cenderung memiliki kualitas hidup yang rendah. Berbeda dengan mereka yang melek aksara.

UNESCO mengartikan aksara sebagai kemampuan untuk mengidentifiksi, memahami, menafsirkan, membuat, berkomunikasi dan menghitung, menggunakan bahan cetak dan tertulis yang terkait dengan berbagai konteks dan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu sistem tanda grafis yang digunakan manusia untuk berkomunikasi dan sedikit banyaknya mewakili ujaran. 

Dengan demikian, jika masyarakat sadar akan pentingnya melek aksara, tentu kualitas hidup mereka akan lebih baik dikarenakan tidak adanya hambatan dalam berkomunikasi antar sesama.

Perkembangan pesat dalam pemberantasan buta aksara di Indonesia terasa amat nyata jika dilihat dari banyaknya pengguna media sosial yang ada. Akan tetapi, apakah hal ini juga berkesinambungan dengan banyaknya Hoaks yang tersebar di media digital?

Peningkatan masyarakat yang melek aksara sama pesatnya dengan peningkatan penyebaran hoaks di Indonesia. Agaknya, meskipun ditahun 2019 ini tingkat buta aksara sudah hampir menyapai nol persen. 

Polemik hoaks yang tak berujung, masih membayangi masyarakat Indonesia. Kecenderungan masyarakat--yang meskipun melek aksara--akan tetapi malas membaca membuat penyebaran hoaks turut berkembang.

Hoaks sendiri diartikan sebagai berita atau informasi palsu yang tidak berdasarkan kenyataan yang ada. Dengan adanya hoaks, masyarakat yang bahkan melek aksara tetapi malas membaca pun akan dengan mudah terpedaya dengan muslihat berita hoaks. Kondisi ini biasanya dimanfaatkan oleh berbagai pihak politisi untuk menjatuhkan pihak lawan. 

Saat pemilu misalnya, pasti ada saja pihak yang menyebarkan berita hoaks mengenai salah satu kandidat lawan agar menurunkan integritas pihak yang bersangkutan. 

Meski sudah ditegaskan bahwa hoaks harus diberantas, sepertinya masih ada saja orang orang yang berkeras menyebarkan hoaks demi keuntungan pribadi dan golongan.

Kurangnya minat baca dan kesadaran masyarakat akan pentingnya aksara seperti memberi celah untuk oknum-oknum tertentu melakukan aksi penyebaran berita hoaks. 

Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sudah melakukan segala cara demi memberantas hoaks. Kiat kiat yang dilakukan pemerintah sudah cukup jelas. Salah satunya yaitu dengan dibuatnya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang mengatur tentang penyebaran informasi hoaks atau bohong.

Seperti yang terdapat dalam pasal 28 ayat 1 dalam UU ITE, "Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar."

Sebagaimana yang dijelaskan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kesadaran masyarakat akan hukum dan sosial masih dikategorikan rendah, tidak seimbang dengan tingkat melek aksara yang sudah melesat jauh dari tahun-tahun sebelumnya. Terlebih lagi, dewasa ini masyarakat sudah melek teknologi. 

Dengan teknologi, tentunya banyak hal yang akan didapatkan. Berita; contohnya. Masyarakat dapat dengan mudah mengakses berita melalui daring dan media lain. Akan tetapi, kita harus waspada karena hoaks masih tersebar dimana-mana.

Dilansir dari situs berita daring kenamaan, tercatat sekitar 800.000 situs portal penyebar hoaks di Indonesia pada tahun 2017 dan ada lebih dari 300.000 Url hoaks tersebar terkait kerusuhan di Papua ditahun 2019 ini. 

Melihat hal tersebut, penyebaran hoaks meski terkategorikan menurun dari tahun sebelumnya, tetapi masih menunjukan eksistensi besarnya di Indonesia. 

Kiranya hoaks banyak muncul pada kejadian yang sedang hangat dibicarakan di masyarakat, seperti pemilu, atau bahkan kejadian kisruh di masyarakat. Hal ini kembali lagi tentang bagaimana animo masyarakat dalam menghadapi berita yang terkait dan kesadaran dalam menyikapi berita itu.

Berbicara mengenai bagaimana masyarakat harusnya mengambil sikap. Keseimbangan kemampuan masyarakat baik dari segi aksara, teknologi, dan kesadaran dalam mengolah informasi, wajib menjadi fokus yang diperhatikan, guna terhindar dari hal-hal yang berbau kebohongan serta amoral. 

Seperti yang dijelaskan United Nations sehubungan dengan aksara atau literasi dan multilingualisme di era digital, yang menjadi tema hari aksara internasional 2019. Meskipun terdapat kemajuan yang cukup pesat perihal melek aksara, tantangan literasi tetap menjadi momok yang ada di dalam masyarakat. 

Hal itu terbukti dengan ketidakmerataan literasi di seluruh negara dan populasi. Salah satu cara yang dapat kita lakukan untuk mengatasi tantangan literasi ini adalah dengan merangkul keragaman dan pengembangan literasi untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

Sebagai masyarakat yang tergolong ke dalam-'melek aksara' kita hendaknya membantu membangun kemampuan dasar orang disekitar kita Sehingga kita dapat menyokong pemerintah dalam memerangi hoaks yang seperti tiada akhir ini. 

Ada banyak hal dasar yang perlu kita bangun guna memberantas hoaks, yaitu, membangkitakan kesadaran kita akan hukum, sosial, minat baca, serta penyerapan dan pengolahan informasi dengan baik. 

Hal-hal tersebut dapat membantu kita dalam menyikapi berita hoaks yang meraja lela. Karena semakin banyak orang yang berkontribusi memerangi hoaks semakin banyak pula orang yang sadar dan akhirnya ikut mengikuti memerangi berita hoaks.

(rm)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun