Mohon tunggu...
Moch Fachrizal
Moch Fachrizal Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa-mahasiwa

renang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pencatatan Perkawinan

21 Februari 2024   21:47 Diperbarui: 21 Februari 2024   21:54 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jelaskan sejarah  pencatatan perkawinan di Indonesia?

Pencatatan perkawinan di Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang dan berkembang seiring dengan perubahan zaman dan sistem pemerintahan. Sebelum kedatangan bangsa Eropa, tradisi pencatatan perkawinan sudah ada dalam masyarakat Indonesia, namun tidak dilakukan secara resmi seperti yang kita kenal sekarang. Pencatatan perkawinan pada masa itu lebih bersifat tradisional dan dilakukan oleh tokoh-tokoh agama atau adat setempat.

Sejarahnya dimulai pada masa kolonial Belanda di mana catatan perkawinan digunakan untuk tujuan administratif dan kontrol kolonial. Pada era kolonial Belanda, terjadi perubahan signifikan dalam pencatatan perkawinan. Pemerintah kolonial Belanda mulai menerapkan sistem pencatatan sipil yang lebih terstruktur dan formal. Hal ini bertujuan untuk memperoleh data yang lebih akurat dan untuk keperluan administrasi kolonial.

Setelah kemerdekaan, Indonesia mulai mengembangkan sistem pencatatan perkawinan yang lebih sesuai dengan nilai-nilai dan kebutuhan masyarakatnya. Sistem pencatatan perkawinan terus mengalami perkembangan. Pada tahun 1974, pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang mengatur mengenai pencatatan perkawinan secara lebih rinci. Undang-Undang ini kemudian mengalami beberapa revisi, termasuk yang terakhir adalah Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Dengan adanya undang-undang tersebut, pencatatan perkawinan di Indonesia menjadi lebih terstruktur dan diatur secara hukum. Pencatatan perkawinan tidak hanya mencakup aspek administratif semata, tetapi juga aspek hukum dan sosial lainnya. Dengan demikian, sejarah pencatatan perkawinan di Indonesia mencerminkan perkembangan sistem administrasi dan hukum di negara ini sejak zaman kolonial hingga saat ini.

 

Mengapa Pencatatan Perkawinan di perlukan? 

Pencatatan menurut bahasa yaitu proses, cara, atau perbuatan mencatat.satu Pencatatan biasanya berhubungan dengan suatu proses catat mencatat atau tulis menulis data, baik secara manual dalam draf buku atau dalam bentuk soft file di komputer, salah satunya bertujuan untuk pendataan dan memudahkan pencarian pada saat data tersebutdibutuhkan atau data tersebut bisa digunakan sebagai alat bukti tertulis tentang sesuatu perkara Pencatatan bisa juga diartikan sebagai suatu administrasi negara dalam  rangka menciptakan ketertiban dan kesejahteraan warga negaranya. Sedangkan,perkawinan menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Pasal 1 adalah ikatan  lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteridengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa

Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam, setiap perkawinan harus dicatat. Pencatatan perkawinan dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah (Pasal 5 KHI). Dengan demikian, setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat nikah. Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan atau tidak di hadapan pegawai Pencatat Nikah maka pernikahan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum (Pasal 6 KHI)

Dasar Hukum Pencatatan Perkawinan sebagi berikut

1.Undang-undang Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk.

Pada undang-undang nomor 22 Tahun 1946 tentang pencatatan nikah, talak,  dan rujuk dijelaskan mengenai pencatatan dan hukuman bagi pelanggar peraturan ini.

(1) Nikah yang dilakukan menurut agama Islam selanjutnya disebut nikah, diawasi oleh pegawai pegawai pencatatan Nikah yang dangkat oleh Menteri Agama atau oleh pegawai yang di tunjuk

(2) yang berhak menentukan pengawasan atas nikah dan menerima pemberitahuan tentang talak dan rujuk, hanya pegawai yang diangkat oleh menteri Agama oleh Pegawai yang ditunjuk olehnya.

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 2 ayat (2) "Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku"

Disini berarti bahwa untuk mengurus perkawinan harus di kantor urusan agama bagi yang Bergama muslim dan mengurus ke kantor catatan sipil bagi yang non-muslim

3. Kompilasi Hukum Islam:

Pasal 5 ayat (1) dan (2)

 1) Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat

 2) Pencatatan perkawinan tersebut apada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang No.22 Tahun 1946 jo Undang-undang No. 32 Tahun 1954 Pasal 6 ayat (1) dan (2)

1) Untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5, setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah.

2) Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan Hukum

4. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan UndangUndang Perkawinan Pasal 3 ayat (1), (2) dan (3):14

 1) Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan memberitahukan kehendaknya itu kepada Pegawai Pencatat di tempat perkawinan akan dilangsungkan

2) Pemberitahuan tersebut dalam ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) hari kerja sebelum perkawinan dilangsungkan

3) Pengecualian terhadap jangka waktu tersebut dalam ayat (2) disebabkan sesuatu alasan yang penting, diberikan oleh Camat atas nama Bupati/Kepala Daerah

Jelaskan Makna filosofis,sosiologis,religious dan yuridis pencatatan perkawinan?

Makna filosofis pencatatan Nikah.

Untuk memberikan keamanan serta kenyamanan berbentuk kepastian, kekuatan serta lindungan hukum Terhadap pelaku perkawinan yaitu suami & istri.

Makna Sosiologis Pencatatan Nikah

Sosiologis di sini mempunyai 2 Pengakuan yaitu dari Masyarakat dan Pemerintah menurut masya rakat sosiologis sangat di pentingkan Karena manusia tidak bisa lepas dari komunikasi atau Interaksi dengan orang lain.

Makna Religious/makna Agama

Pancatatan Nikah dalam Makna religious ini tidaklah sangat penting, karena menikah yang sah dalam Agama yaitu Sudah memenuhi rukun serta Syaratnya. Tetapi Agama juga mengajarkan Kepada umatnya untuk mematuhi peraturan pemerintah bertujuan untuk kesejahteraan bangsa khususnya Agama Islam.

Makna yuridis

Negara Hukum yang Demokratis tentu mempunyai prinsip memberikan jaminan pemenuhan HAM, keamanan, serta penegakan HAM, maka makna yuridis ini sangat di tekankan dalam pencatatan Nikah yang sudah di atur dalam UU Pasal 281 ayat 4 dan ayat 5 UUD 1945.

Pendapat kelompok terhadap pandangan diatas

Menurut kami

jika pernikahan tidak di catatkan Sosiologis, Religious, dan yuridis dampaknya yaitu Suatu perkawinan tidak di akui oleh masyarakat dim hal sosiologis, dalam hal Religious Regenjian Akad. Nikan yang adil & benar Perjanjian yang di lengkap dengan alat bukti yaitu pencatatan Nikah, dalam hal yuridis jika terjadi perceraian maka istri tidak mendapat kan harta gonogini maupun warisan Karena secara hukum perkawinan tersebut di anggap tidak pernah terjadi. Serta Status anak yang di lahirkan, anak tersebut di anggap tidak sah menurut hukum, hanya mempunyai hubungan keperdataan kepada keluarga Ibu & Keluarga Ibunya saja.

Nama Kelompok

Moch Fachrizal               222121129

Rizki Dewi Rahmawati  222121153

Nur Amin                         222121157

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun