Berapa banyak Raja bilang mau cari Dasiyah, itu semua cuma sebatas omong. Nggak ada pergerakan. Sekadar jalan-jalan di kota berharap ketemu Dasiyah terus balik lagi ke rumah Djagat. Ditakut-takuti bahwa dia buronan aparat juga percaya aja.Â
Habis itu pedekate ke Purwanti dengan alasan supaya bisa jadi keluarga, bisa dapat bagian dari usaha Kretek Djagat. Padahal, sudah jadi menentu saja mertuanya masih tetap bilang, "Saya yang memberikan semua ini sama kamu, dan saya bisa mengambilnya kapan saja."
Gongnya adalah, dia sudah kadung menukar resep saus Kretek Gadis untuk membuat Kretek Djagat-Raja dengan iming-iming Dasiyah aman. Padahal kalau dicermati, Pak Djagat nggak pernah bilang kalau Dasiyah baik-baik saja. Dia cuma bilang iya atas permintaan Raja yang minta jaminan. Kalau dipikir, buat apa dia memastikan Dasiyah aman tapi dia sendiri akan meninggalkannya?Â
Ketipu kan, dia!Â
Raja memang pantas dapat gebukan vas bunga dari Jeng Yah. Amukan Jeng Yah karena tahu formulanya dicuri memuaskan hati pemirsa yang juga geram atas kebodohan Raja. Bagi Jeng Yah, resep yang diambil begitu saja lebih menyakitkan daripada kekasihnya yang direnggut darinya.Â
Pemirsa full dong ada di pihak Jeng Yah. Ya setidaknya, hanya sampai Jeng Yah melahirkan anak dari Senoaji.Â
Pasca kematian suaminya yang anggota TNI saat bertugas, takdir mempertemukan kembali Jeng Yah dengan Raja di stasiun. Bapak-bapak anak tiga itu kemudian mengejar Jeng Yah dan berhasil berkomunikasi dengannya. Mengatakan soal alasan dia begini demi kamu, begini begitu, fafifuwasweswos.Â
Berharap Jeng Yah bisa lebih kuat kali ini, penonton justru harus menelan kecewa. Dia bucin, pemirsaaaa....
Dia malah membuka hati seluas-luasnya dan meminta Raja 'pulang' padanya.Â
Bukannya Jeng Yah tahu kalau Raja sudah punya tempat pulang dengan tiga anak yang menunggunya di rumah? Kalaupun tidak tahu, kenapa main ngajak balikan aja, sih, Jeng? Kalau kata orang zaman sekarang, Jeng mau jadi pelakor, kah?Â
Seketika aura Jeng Yah yang elegan dan berwibawa runtuh di mata saya. Bucin banget sampai nggak bisa berpikir jernih. Kemana Dasiyah yang cerdas? Yang eksklusif, yang menangkis patriarki bahwa perempuan juga punya kemampuan? Mana power-nyaaa?Â