Pertanyaannya sekarang, apakah balas budi seorang anak perempuan kepada ibunya harus selalu diwujudkan dalam bentuk sebuah pernikahan, beberapa orang cucu dan seterusnya? Apakah ada jaminan bahwa perkawinan merupakan kunci kebahagiaan dan kesempurnaan hidup seorang perempuan? Seolah-olah bila hal itu tidak terpenuhi, genaplah seperti apa yang dikatakan St. Thomas bahwa perempuan adalah manusia yang tidak sempurna? Banyak contoh perkawinan yang didasari keterpaksaan berujung pada penderitaan seumur hidup (karena ada agama yang sama sekali tidak mengijinkan adanya perceraian apapun alasannya) dan perceraian.
Apabila akhirnya bercerai, bukankah beban hidup seorang perempuan terutama yang tidak terbiasa hidup mandiri akan jauh lebih berat? Ia harus sendirian membesarkan atau bahkan menafkahi anaknya, belum lagi status janda yang disandangnya. Tidak mudah menjalani hidup seperti itu ditengah masyarakat yang masih percaya bahwa seorang janda identik dengan pengganggu, perusak rumah tangga orang. Ruang geraknya menjadi lebih terbatas lagi, karena kemana pun ia melangkah, orang selalu mencurigainya kalau ia punya maksud tertentu ketika berinteraksi dengan lawan jenisnya. Kalau sudah begitu, apakah benar seorang ibu ingin anak perempuannya berbahagia dengan melakukan perkawinan?
Masih ada cara-cara lain yang bisa ditempuh seorang anak perempuan untuk menunjukkan baktinya pada orangtuanya tanpa harus mengorbankan apa yang sebenarnya sudah menjadi pilihan hidupnya. Banyak hal yang bisa dilakukan seorang perempuan ketimbang sekedar kuliah atau duduk-duduk saja sambil menunggu jodoh datang meminang. Menjadi manusia yang bermanfaat bagi sesama adalah tujuan hidup yang sangat mulia. Misalnya saja dengan mengangkat anak asuh untuk menemaninya di hari tua.
Ibu pun tidak perlu kuatir anaknya tidak mampu mengarungi hidup tanpa seorang ‘penjaga’ di sisinya, dan si anak perempuan juga akan lebih tenang menjalankan kehidupannya tanpa harus terbebani bahwa ia tidak bisa menyenangkan hati ibunya. Karena ternyata di luar pernikahan, ia mampu menunjukkan diri bahwa ia adalah manusia utuh yang berarti bagi orang-orang di sekelilingnya.
*Tulisan ini sudah pernah dimuat di Jurnal Perempuan online
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI