Degradasi karakter dari segala dimensi sedang menyerang bangsa Indonesia dengan gencar tanpa terkecuali, mulai dari anak-anak, orang dewasa, hingga generasi sepuh. Bila tidak ada upaya-upaya bersifat kuratif maka degradasi karakter secara global bagi bangsa Indonesia bukan mustahil akan menjadi keniscayaan.
Degradasi karakter itu bisa bermacam-macam bentuknya. Untuk anak-anak, film porno yang semakin mudah didapat berkat kemajuan teknologi adalah sebuah gerbang bagi perilaku akarakter di kemudian hari. Dan nyatanya, sering kita dengar sekarang dari beragam media sebuah keprihatinan sosial banyak anak-anak setingkat SMP sudah melakukan tindakan pelecehan seksual kepada lawan jenisnya. Tidak hanya pelecehan seksual, perilaku seks bebas yang dahulu sering diasumsikan sebagai perilaku orang dewasa kini sudah mulai dilakukan oleh anak SMP. Generasi SMA nyatanya tidak mau kalah, selain melakukan tindakan sejenis mereka juga rawan dicekoki oleh penyalahgunaan obat-obatan terlarang.
Ironisnya kalangan terpelajar macam mahasiswa pun seolah tidak mau kalah dari para juniornya. Banyak di antara kalangan mahasiswa melakukan tindakan yang bahkan tidak pernah terbayangkan sebelumnya, seperti tawuran, seks bebas, bahkan pembunuhan dan pencurian dengan terencana. Lantas pertanyaannya kemudian apakah kaum dewasa dan kaum sepuh yang idealnya bijak bestari dapat memberikan contoh bagi para juniornya? Nyatanya tidak, karena banyak diberitakan mereka pun melakukan hal serupa. Bahkan, bagi orang dewasa dan generasi sepuh yang sepatutnya memberikan contoh nyata karena menduduki jabatan sebagai “pemimpin” malah menunjukkan tontonan menjijikan bagi bangsa karena ada di antara mereka yang tersandung kasus asusila, menonton film porno saat sidang mengenai rakyat, bahkan berprofesi rangkap menjadi pencuri bahkan garong kelas kakap dengan berlomba-lomba baik secara individu maupun berjamaah mencuri uang milik rakyat.
Berikut adalah testimoni degradasi karakter remaja yang diambil dari situs www.janganbugildepankamera.wikidot.com.
Pada 2001, ketika film “Bandung Lautan Asmara” dan beberapa film porno buatan lokal mulai tersebar luas, penulis memprediksikan, bahwa akan ada peningkatan 10 kali lipat dalam 10 tahun ke depan. Ternyata ramalan penulis salah, karena hanya dalam kurun waktu 5 tahun, di tahun 2006, ditemukan bukti dan data film porno Indonesia yang dibuat secara amatir telah mencapai 500 buah! Lebih dari 50 kali lipat jumlah film porno pertama yang dibuat rentang 2001-2003, sangat mengejutkan!
Jumlah tersebut semakin bertambah karena ditemukannya bukti, bahwa setiap hari, minimal 2 film porno lokal baru diupload ke internet. Sebagian besar dibuat dengan menggunakan peralatan Handphone kamera dan berisi cuplikan hubungan sex dalam durasi yang singkat (kurang dari 10 menit). Cuplikan video porno tersebut, dikonversi menjadi file-file berukuran kecil, tersebar di peralatan handphone dan pemutar film mini (MP4 Player) yang kini harganya semakin murah. Kini, di tahun 2006-2007, kita dapat dengan mudah menyaksikan sekumpulan anak muda menikmati berbagai jenis film porno di mana saja. Dengan pemutar film portable, mereka menikmati di setiap sisi tempat, dari mall hingga pinggir jalan raya, dari dalam kamar rumah sampai ruang kelas sekolah dan setiap sudut kota, film tersebut dapat dinikmati, tanpa harus takut dan malu lagi!
Yang lebih mengenaskan, 75% pelaku dan pembuat film terbesar video porno amatir ini adalah pelajar (setingkat SMP dan SMA) dan mahasiswa!
Selain mengenai kasus video porno, berikut juga ada testimoni perihal bobroknya korupsi yang melanda negara Indonesia yang diambil dari Masnur Muslich (2011).
Tabel Skor Korupsi Negara di Asia Tahun 2004 dan 2006 dengan Total Skor 10
No
Negara
2004
2006
1
Indonesia
9.92
8.16
2
Vietnam
8.25
7.91
3
Filipina
8.00
7.80
4
Cina
7.00
7.58
5
India
9.17
6.76
6
Malaysia
5.71
6.13
7
Taiwan
5.83
5.91
8
Korea Selatan
5.75
5.44
9
Hongkong
3.33
3.13
10
Jepang
3.25
3.01
11
Singapura
0.90
1.30
Perilaku akarakter tersebut menggejala hampir di seantero negeri, tidak terkecuali di daerah Jawa Barat yang dihuni oleh mayoritas Suku Sunda. Jangan jauh-jauh melihat perilaku akarakter seperti seks bebas dan penyalahgunaan narkoba yang biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi, lihat saja bentuk tuturan-tuturan mereka yang sejatinya adalah cermin dari pola pikir dan pola perilaku integral mereka sendiri.
Faktanya, secara empiris, penulis melihat dan merasakan sendiri tuturan-tuturan yang dikemukakan sebagian Orang Sunda saat ini, terutama generasi muda, begitu memperihatinkan. Sebagai seorang suku asli Sunda yang lahir di daerah Priangan, Ciamis, yang terkenal dengan kesantunan dan keotentikan bahasanya, penulis merasa risih saat melihat sebagian Suku Sunda seakan akrab mengucapkan kata “anjing, goblog, dan bebel” yang bagi penulis terasa begitu kasar. Kata-kata sarkastis tersebut menjadi kata-kata biasa dalam obrolan sehari-hari sebagian Orang Sunda, bahkan ada sebuah guyonan yang mengatakan ’jing’ yang diambil dari suku kata terakhir ‘anjing’ menjadi pengganti tanda baca baik titik (.), koma (,), tanya (?), maupun seru (!). Misalnya dalam kalimat, “Kamana atuh Jing” dan biasanya kalau mendengar seruan tersebut lawan bicaranya lumrah menjawab juga dengan jawaban, “Deuk kaimah dulur urang, jing… Milu moal jing.”
Terjemahan:
Mau kemana jing?
Mau ke rumah saudara saya jing! Mau ikut tidak jing?
Bersambung….
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H