Dengan kesuksesan Din untuk menciptakan pasukan yang demikian efektif, munculnya ketakutan para serdadu Belanda adalah hal yang masuk akal. Sekalipun berjumlah sedikit, pasukan Din memiliki moral yang kuat. Menurut H. M. Said (1991), mereka juga merupakan orang-orang yang sangat pandai menggunakan klewang atau pedang. Para pengikut setia Din akan mempertahankan keselamatan pemimpinnya dengan taruhan nyawa.Â
Ketika moral pasukan melemah, Din akan membangkitkan moral pendukungnya dengan menceritakan kisah-kisah Perang Sabil (Hikayat Prang Sabi'). Dorongan religius ini membuat moral perlawanan susah padam. Selain itu, dukungan dari penduduk kampung-kampung Aceh sebenarnya lebih menyulitkan Belanda. Pada tahun 1901, Belanda sedang gencar melakukan operasi militer di Aceh bagian barat. Hal ini membuat Din harus berpindah ke Aceh bagian tengah.Â
Uniknya, Din diterima dengan baik di lingkungan yang tidak familiar ini. Penduduk yang kebanyakan merupakan orang Gayo sangat bersimpati dan memenuhi segala kebutuhan Din. Kepercayaan rakyat pada Din sesungguhnya adalah faktor paling utama yang ditakuti oleh Belanda. Pada masa modern, tampaknya tidak ada perempuan lain yang dapat mengalahkan lebih banyak tokoh militer daripada Din.Â
Dalam pertempuran, Din berhasil memukul mundur J. B. van Heutz (1851--1924; Gubernur Jenderal Hindia Belanda, 1904--09), Gotfried Coenraad Ernst van Daalen (1863--1930), K. van der Maaten, Th. J. Veltman, Hendrikus Colijn (1869--1944), Hans Christoffel (1865--1962), dan banyak lainnya. Selain itu, ia juga telah menghadapi J. L. M. van den Brandhof, Mathes, dan M. J. J. B. H. Campioni tanpa kalah.Â
Cut Nyak Din sesungguhnya merupakan salah satu sosok prominen yang menambah panjang masa perang. Din tidak terpengaruh oleh menyerahnya sultan pada Belanda (1903). Setelahnya, Din tetap melancarkan serangan sekalipun tanpaa adanya dukungan dan hubungan komunikasi dengan kesultanan. Dengan demikian, menyerahnya Sultan Aceh sesungguhnya tidak banyak mengubah jalan cerita perjuangan Din dan lama Perang Aceh.Â
Rasa Kagum Musuh-Musuh Din
Ketika Umar masih hidup, Din sesungguhnya telah menjadi sosok yang menakutkan bagi pemerintah kolonial. Namun, kesan Belanda terhadap Din tampaknya sangat berbeda dari kesan Belanda terhadap Umar. Umar selalu dianggap sebagai pengacau sehingga disebut schurk. Di sisi lain, catatan Belanda justru menyatakan ketakjuban mereka pada sosok Din.Â
Kekaguman para perwira pada sosok perempuan pemimpin perang ini mungkin disebabkan oleh tidak adanya tokoh pahlawan perempuan pemimpin perang yang dimiliki Belanda. Belanda tidak seperti Prancis yang memiliki Joan d'Arc (sekitar 1412--31).Â
Dengan demikian, kehadiran Din adalah suatu hal yang istimewa dalam sejarah perang Belanda. Rasa kagum ini dibuktikan salah satunya dengan catatan Residen Aceh J. Jongejans yang diterbitkan pada tahun 1939 dengan judul Land en Volk van Atjeh (Negeri dan Orang-orang Aceh).Â
Di sini ia menyebutkan bahwa "[...] hanya ia [Din], satu-satunya di antara jajaran para perempuan [yang mampu menakjubkan Belanda] [...]". Jika kita membicarakan perjuangan Din, sesungguhnya bukan permasalahan jenis kelamin yang utama. Banyak perempuan Aceh telah mengangkat senjata melawan Belanda, tetapi Din menjadi istimewa di antara mereka karena sukses mencatatkan kekalahan beruntun dalam sejarah perang Belanda. Hal ini membuatnya dikagumi sekaligus ditakuti oleh banyak perwira Belanda.
Para perwira Belanda yang pernah berperang dengan Din mencatat ketakjuban mereka dalam laporan-laporannya. Di antara mereka, ada seorang perwira bernama Brandhof yang menyatakan bahwa Din bukanlah orang sembarangan. Suatu ketika, pasukan Din pernah bertemu dengan pasukan pimpinan Mathes yang berjumlah kira-kira 451 orang. Berbalik dari dugaan awalnya bahwa pasukan Din akan kalah, mereka rupanya menyerang dengan serangan klewang yang luar biasa. Dalam pertempuran ini, Letnan H. P. de Bruijn meninggal tercincang klewang Aceh.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!