Oleh sebab itu, pengetahuannya tentang Belanda terbentuk dan mengkristal sebagai kebencian terhadap masuknya agresor asing yang membahayakan struktur masyarakat Aceh. Hal ini kemudian membuatnya sama sekali tidak simpati terhadap upaya-upaya Belanda.
Namun demikian, kebencian Din terhadap Belanda bukan didasarkan pada keasingan yang melekat pada mereka.Â
Kebencian itu lebih didasarkan pada kenyataan bahwa Belanda berusaha meringsek masuk dan membahayakan kemapanan Aceh. Pola hubungan yang berbeda ditunjukkan Din kepada orang-orang Portugis yang sempat bertransaksi dengannya pada masa akhir perang.
Pada hubungan yang terakhir tersebut, Din sama sekali tidak mempermasalahkan aspek 'orang asing' yang melekat pada mereka.
Kondisi yang saya sebutkan di atas adalah dasar yang dapat memungkinkan perjuangan Din. Namun, peristiwa penting yang memicu turut campurnya secara langsung putri bangsawan ini dalam perang adalah terbunuhnya suami pertamanya, Teuku Cek Ibrahim Lamnga, pada tanggal 27 Juni 1878.Â
Dua tahun setelah peristiwa tersebut, Din mendapat lamaran dari Teuku Umar (1854--99) yang pada saat itu telah menjadi panglima perang yang terkenal.
Pertautan antara alasan awal dan pemicu tadi kemudian membuat Din mengajukan sebuah syarat kepada Umar sebelum dapat menikahinya. Din menyatakan bahwa Umar harus memperbolehkannya untuk turut campur dalam upaya melawan Belanda. Hal ini kemudian disanggupi oleh Teuku Umar.Â
Bila kita melakukan pembacaan yang seksama pada dokumen-dokumen Belanda tentang Perang Aceh sepanjang dekade 1880, kita akan melihat bahwa Belanda mengalami banyak kekalahan oleh pasukan Umar. Hal ini sangat menarik bila kita kemudian mengingat kembali bahwa itu adalah dekade yang mengikuti pernikahan Umar dan Din.
Rangkaian dua peristiwa yang tidak berkaitan tersebut baru dapat dipahami hubungannya ketika kita sampai pada masa kritis perang. Setelah mengalami kekalahan yang berulang, Belanda menyadari bahwa dalam setiap aksi yang dilancarkan Umar setelah pernikahannya, Cut Nyak Din selalu menjadi auctor intellectualis atau pemikir strateginya.Â
Namun demikian, Belanda pada awalnya berpikir bahwa kunci dari semua penyerangan itu adalah kekuatan militer nyata yang berada di bawah Umar. Oleh sebab itu, Belanda berfokus pada Umar. Kegeraman Belanda bertambah hebat ketika Umar rupanya berkhianat setelah sempat berpura-pura menyerah (1893--96) agar dapat tergabung dalam pasukan Jenderal Karel van der Heijden (1826--1900).Â
Pada tanggal 11 Februari 1899, penyerangan pasukan Umar ke Pantai Meulaboh dapat diketahui oleh Belanda dan Umar dapat dibunuh. Jenazah Umar kemudian dapat dibawa kembali ke hadapan Din.