Mohon tunggu...
Christopher Reinhart
Christopher Reinhart Mohon Tunggu... Sejarawan - Sejarawan

Christopher Reinhart adalah peneliti sejarah kolonial Asia Tenggara. Sejak 2022, ia merupakan konsultan riset di Nanyang Techological University (NTU), Singapura. Sebelumnya, ia pernah menjadi peneliti tamu di Koninklijke Bibliotheek, Belanda (2021); asisten peneliti di Universitas Cardiff, Inggris (2019-20); dan asisten peneliti Prof. Peter Carey dari Universitas Oxford (2020-22).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ciri Pakaian Kita Kembali ke Tahun 1450

1 Juni 2019   06:00 Diperbarui: 21 Maret 2022   15:49 2307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah diperhatikan secara seksama, perbedaan itu hanya mewujud pada kualitas bahan dan kehalusannya saja. Beberapa dari orang-orang lokal memang terlihat menonjol karena membawa senjata seperti keris, namun hal ini hanya untuk menunjukkan kewenangan atau jabatannya dalam tatanan negeri. 

Dengan demikian, tidak terdapat perbedaan yang menonjol antara orang kaya dan orang biasa di negeri-negeri ini. Bila seseorang berdiri di depan pasar, ia tidak akan dapat membedakan status sosial dan ekonomi orang-orang yang dilihatnya hingga melihat jumlah belanjaan yang dibawanya. 

Seorang pedagang harus berlaku baik kepada semua orang karena tidak dapat mengasumsikan terlebih dahulu siapa yang merupakan orang kaya dan pembeli potensial dagangannya. Dengan demikian, dunia Asia Tenggara pada abad ke-15 dan 16 adalah dunia masyarakat yang egaliter.

Ciri lain yang cukup mengherankan adalah tidak adanya perbedaan pakaian antara pria dan wanita di Asia Tenggara hingga sekitar abad ke-17. Menurut Anthony Reid, persamaan ciri pakaian antara pria dan wanita di Asia Tenggara disebabkan oleh kesadaran mereka terhadap perbedaan kapasitas biologis yang sudah terbangun dengan kuat, sehingga tidak perlu ditegaskan dengan perbedaan cara berpakaian. 

Bila kita setia pada sumber-sumber sejarah, sesungguhnya dapat pula dilihat bahwa kesetaraan kedudukan antara pria dan wanita di Asia Tenggara pada masa itu memang sangat kuat dan sebagiannya ditunjukkan oleh ciri pakaian mereka yang tidak berbeda. 

Dalam beberapa kesempatan, wanita bahkan lebih unggul, seperti dalam urusan hubungan seksual dan pengaturan keuangan. Kedua ciri pakaian yang muncul di Asia Tenggara sejak tahun 1450 atau bahkan sebelumnya tadi kini muncul kembali dalam tren mode kita.

Pada masa kini, bentuk pakaian yang digunakan antara orang kaya dan orang miskin hanya berjarak pada kualitas bahan dan prestise merek. Seorang tunawisma dengan baju model polo tidak berbeda bentuk pakaian dengan jutawan yang menggunakan baju model polo merek Ralph Lauren. 

Selain itu, ciri ketiadaan perbedaan antara baju pria dan wanita juga kembali mengemuka. Salah satu contoh yang paling luas adalah kehadirkan baju model kaos yang digunakan baik pria maupun wanita. Bagi masyarakat Asia Tenggara, kemunculan kembali kedua ciri ini merupakan bentuk pengulangan tren yang bersifat siklis. Kedua ciri itu muncul kembali setelah lebih dari empat abad. 

Namun demikian, hal ini tidak demikian ceritanya bila kita melihat sejarah Eropa. Eropa tidak pernah mengalami episode sejarah yang menunjukkan bahwa busana kaum elite memiliki model yang sama dengan rakyat biasa. 

Dalam sebuah pasar atau kerumunan Eropa abad ke-15, status sosial seseorang akan dapat diidentifikasi dengan jelas melalui ciri busana yang dikenakannya.

Terdapat dua refleksi yang memungkinkan untuk dipelajari dari kesamaan dua ciri tadi. Ciri pertama mengenai persamaan model pakaian antara orang kaya dan orang miskin menggambarkan dunia Asia Tenggara yang egaliter. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun