“Jika saja kita bukan saudara sedarah. Papaku adalah papamu. Saat aku berumur 2 bulan, papa dan mamaku bercerai karena suatu. Kemudian beliau menikah dengan mamamu dan mempunyai anak yaitu kamu, beliau meninggal saat kamu lahir”
“Tidak mungkin, tidak mungkin. Kamu jangan sok tahu!”
“Aku sudah tahu sejak SMP, waktu itu aku tidak sengaja membaca akta kelahiranmu. Dan kagetnya, nama papamu sama dengan nama papaku. Awalnya aku berpikir bahwa hanya kesamaan nama saja, namun setelah aku cari tahu, beginilah kenyataannya. Aku bercerita semua pada mamaku, anehnya mamaku ingin menjalin hubungan baik dengan mamamu sampai akhirnya mamaku membeli rumah di samping rumahmu. Mama menyuruhku untuk menjagamu, pada awalnya aku senang bisa menjadi teman sekelas sekaligus guardian angelmu, tapi perasaanku berkata lain, aku ternyata mencintaimu.”
“Aku juga mencintaimu, Ren. Sangat mencintaimu. Kenapa aku tak boleh bahagia? Aku tak pernah merasakan kasih sayang seorang papa, saat aku mencintai seorang yang menurutku begitu tepat ternyata dia saudaraku, kenapa?”
“Aku sama sepertimu, Din. Kita sudah dewasa, aku yakin kita bisa melewati semua ini. Aku yakin suatu saat nanti kamu mencintai orang yang tepat, aku juga begitu.”
Sejak saat itu, aku mencoba melupakan semua perasaanku pada Reno. Kami tetap sering berkumpul seperti biasanya. 2 tahun kemudian aku menemukan seseorang yang mencintaiku apa adanya, namanya Anton. Reno menemukan pasangan hidupnya sendiri, seorang wanita cantik, baik. Kami bahagia dengan kehidupan kami sekarang.
“Bahagia datang ketika kamu mau bersabar, suatu saat Tuhan membuatmu bahagia dengan seseorang yang sudah ditunjukNya.”
“Hidup layaknya secangkir kopi, rasanya pahit namun kita bisa menambahkan manis sesuai selera.”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H